Tudang Sipulung

Menjaga Perdamaian Dunia Ala Masyarakat Toraja dengan Ritual Tudang Sipulung

Liputan6.com 2021-04-15 20:15:12
Ritual Ma'nene, Upacara Mengganti Pakaian Mayat di Tana Toraja. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Masyarakat Toraja tak hanya memiliki tradisi Ma' Nene', ritual untuk menghormati para leluhurnya. Tapi, ada juga ritual yang kerap dilakukan masyarakat Toraja untuk menjaga perdamaian dunia.

Perkelahian antar-pemuda di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Tana Toraja, rawan berubah menjadi besar dan melibatkan warga antar-desa. Hal ini tak jarang terjadi jika konflik tersebut tidak diselesaikan dengan baik.

Namun bagi warga Toraja yang masih kental dengan adat istiadatnya atau budaya leluhurnya, perkelahian yang bisa berdampak luas tersebut dapat diatasi. Yakni dengan kembali pada aturan adat yang disebut tudang sipulung atau duduk bersama menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.

Tudang sipulung merupakan upaya berkumpul atau bersama-sama untuk menyuarakan kepentingan dalam rangka mencari solusi atas permasalahan permasalahan yang mereka hadapi. Artinya tudang sipulung ini merupakan ruang yang dapat memediasi karena berlangsung berdasarkan prinsip prinsip demokratis.

Selain kedua belah pihak yang bertikai dipertemukan, pada kegiatan tudang sipulung ini beberapa pihak lain, seperti Kepala Desa Rajang, kepala dusun, tokoh masyarakat turut diajak serta. Selain itu orangtua masing-masing yang terlibat, para pelaku, serta polisi yang menangani perkara juga hadir.


Saksikan video pilihan di bawah ini:

Ritual Ganti Baju Jenazah

Ma' Nene', Ritual Ganti Baju Jenazah Leluhur di Toraja yang Menarik Wisatawan Asing

Liputan6.com 2021-04-15 19:50:49
Ritual Ma' Nene' di Toraja. (Fotografer: Allako Pasanggang)

Masyarakat Toraja dikenal memiliki kehidupan yang sangat menghormati para leluhurnya. Ada sejumlah ritual yang kerap dilakukan masyarakat Toraja untuk menghormati leluhur, di antaranya upacara Ma' Nene'.

Ritual Ma' Nene' dilakukan dengan cara mengeluarkan peti dan jenazah dari Patane (Kuburan berbentuk rumah) atau liang. Lalu jasad yang masih utuh dibersihkan dan pakaiannya diganti dengan yang baru.

Bila kondisi jenazah sudah tidak memungkinkan untuk dibersihkan, maka yang diganti adalah peti matinya saja, seperti dikutip dari lama resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Toraja Utara, Kamis (15/4/2021).

Kenunikan Ritual Ma' Nene' yang biasa dilakukan 3 tahun sekali ini pun kerap menjadi magnet wisata yang tak sedikit menyedot turis lokal maupun internasional.


Menurut Legenda

Menurut legenda yang berkembang di Masyarakat Toraja, awalnya ritual ini terjadi pada saat seseorang petani yang pulang dari sawah, menemukan jazad diperjalanan pulang. Karena rasa iba, petani tersebut membersihkan jasad tersebut dan memakamkan jasad tersebut secara layak.

Arwah dari jasad tersebut kemudian berterima kasih kepada petani yang telah memakamkan jasadnya secara layak dengan memberikan hasil panen yang baik kepada petani tersebut. Sejak saat itu, masyarakat Toraja khususnya Toraja Bagian utara, mengadakan ritual Upacara Ma' Nene'.

Ritual ini masih dilakukan sampai saat ini sekitar bulan Agustus - September di sela musim panen dan musim tanam untuk berterima kasih kepada leluhur atas berkat panen yang baik, dan berharap agar hasil panen selanjutnya juga menghasilkan hasil panen yang tetap baik.


Saksikan video pilihan di bawah ini:

Warisan Eksotika Tana Toraja

Warisan Eksotika di Tana Toraja

Liputan6.com 2021-04-15 21:46:14
Ritual Ma'nene, Upacara Mengganti Pakaian Mayat di Tana Toraja. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Orang Bugis-Sidenreng menamakan penduduk daerah ini To Riaja yang mengandung arti orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan. Ini adalah salah satu dari beragam pendapat terkait asal muasal nama Toraja. Kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja kemudian dikenal dengan nama Tana Toraja.

Tana Toraja adalah salah satu destinasi tujuan wisatawan domestik maupun internasional. Tidak hanya wisata alam, pelancong juga disuguhkan dengan wisata religi adat setempat.

Kehidupan yang memegang teguh adat istiadat menjadi magnet para wisatawan untuk mengenal lebih jauh Suku Toraja.

Memasuki Tana Toraja, pelancong akan disuguhkan pemandangan rumah adat Tongkonan, rumah panggung dari kayu dan atapnya menyerupai tanduk kerbau yang berfungsi penting bagi kehidupan sosial suku Toraja. Rumah ini jadi tempat tinggal, upacara adat, kegiatan sosial dan membina kekerabatan.

Tongkonan terdiri atas tiga bagian, yakni bagian selatan, tengah dan utara. Pada bagian selatan adalah ruangan untuk kepala keluarga, ruang tengah untuk tempat berkumpulnya keluarga, dapur dan tempat untuk meletakan jenazah sebelum disemayamkan. Di bagian utara adalah ruang tamu, tempat meletakkan sesaji dan sebagai tempat tidur.

Tradisi masyarakat Toraja biasanya tidak langsung menguburkan jenazah dan menyimpannya di rumah Tongkonan. Agar jenazah tidak cepat membusuk, maka jenazah dibalsem dengan ramuan tradisional.

Mengenai atap Tonkonan yang menyerupai kerbau, hewan ini di Tana Toraja bernilai tinggi. Sebab, kerbau berperan penting dalam upacara Rambu Solo. Keluarga yang berduka biasanya berkurban beberapa kerbau untuk disembelih lalu dibagikan kepada warga.

Kian langka kerbau tersebut dapat menunjukkan kian tingginya strata sosial orang yang akan dimakamkan. Harga termahal kerbau di Tana Toraja dapat mencapai Rp 1 miliar lebih, tergantung jenis kelangkaan kerbau.

Salah satu jenis kerbau termahal adalah tedong saleko. Kerbau langka ini berkulit putih dengan kombinasi belang hitam hingga bola matanya yang berwarna putih.

Tana Toraja memiliki beberapa kuburan unik dari pada yang lainnya, seperti kuburan Goa, kuburan Gantung, kuburan batu Liang, kuburan pohon Passiliran, hingga kuburan Pattane. Satu satunya adalah Goa Londa yang umumnya adalah kompleks pemakaman kubur batu.

Goa ini jadi tempat penyimpanan jenazah yang khusus bagi keturunan langsung leluhur Toraja. Goa Londa yang terletak di perbatasan antara Makale dan Rantepao, tepatnya di sebuah desa kecil bernama Sandan Uai.

Jauh sebelum masuknya agama Islam dan Kristen, nenek moyang masyarakat Tana Toraja mengenal kepercayaan bernama Alukta. Kepercayaan inilah yang banyak mengatur dan menjadi landasan berbagai ritual adat dan tradisi dalam masyarakat toraja, salah satunya adalah tradisi menyimpan jenazah.

Wisata adat yang bisa pelancong jumpai di Toraja adalah ritual Rambu Solo. Ritual sakral masyarakat suku Toraja ini diyakini mampu mengantarkan jenazah ke alam damai, yang disebut puya. Secara umum, ritual ini terdiri atas tujuh tahapan, yakni Rapasan, Barata Kendek, Todi Balang, Todi Rondon, Todi Sangoloi, Di Silli, dan Tadi Tanaan.

Keunikan Rambu Solo lainnya, yakni dikorbankannya puluhan ekor kerbau. Masyarakat Toraja percaya, kian banyak kerbau yang dikorbankan, akan semakin cepat jenazah menuju puya.

Usai jenazah dikuburkan, saatnya bagi para ibu untuk menyediakan beragam hidangan dari potongan hewan yang dikorbankan untuk dimakan bersama. Keluarga, tetangga, dan tamu yang datang berbaur menyatu dalam satu jamuan.

Bila anda selesai berwisata di Toraja, jangan lupa untuk berburu buah tangan sebagai penanda anda telah menginjakan kaki di Toraja. Anda bisa membeli kopi atau kain tenun khas Toraja.

Kopi Toraja adalah salah satu varian kopi yang populer dan berkualitas terbaik dengan cita rasa unik. Uniknya, aroma herbal yang dihasilkan ini sangat khas dan jarang ditemui pada kopi lainnya menjadikan kopi ini spesial. Kopi Toraja berwarna cokelat tua dengan bentuk biji yang tidak beraturan serta rasanya yang tidak terlalu pahit.

Sementara kain tenun Toraja adalah kain yang biasa digunakan untuk membalut jenazah yang belum dimakamkan. Menurut kepercayaan suku Toraja yaitu Aluk Tadolo hal ini memang dilakukan sebagai syarat dalam upacar Rambu Solo. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan pertalian kasih yang menghubungkan sanak saudara.

Namun, karena mahalnya harga kain yang dijual dengan harga Rp 300.000 hingga Rp 5 juta, lambat laun penggunaan kain tenun ini pun semakin berkurang. Seiring berjalannya waktu kain tenun Jawa dengan motif khas Toraja pun di produksi dan dipasarkan di Toraja. Dengan harga lebih murah dari kain tenun asli hanya 100.000 ternyata membawa minat kembali masyarakat untuk menggunakan kain tenun.


Saksikan Video Terkait di Bawah Ini:

Mayat Berjalan di Tana Toraja

Ma'Nene dan Tradisi Mayat Berjalan di Tana Toraja

Liputan6.com 2021-04-16 12:10:14
Ritual Ma'nene, Upacara Mengganti Pakaian Mayat di Tana Toraja. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Tana Toraja di Sulawesi Selatan punya banyak budaya dan tradisi unik. Salah satunya adalah tradisi mayat berjalan.

Tradisi mayat berjalan ini biasanya digelar dalam sebuah upacara adat yang disebut Ma'Nene. Upacara adat itu dilakukan dalam rangka mengganti pakaian mayat para leluhur, yang dilakukan oleh masyarakat Baruppu di pedalaman Tana Toraja.

Upacara Ma'nene dilakukan setiap tiga tahun sekali dan biasanya pada bulan Agustus.Sebab, upacara Ma' Nene hanya boleh dilaksanakan setelah musim panen yang jatuh pada bulan Agustus.

Masyarakat adat Tana Toraja percaya jika ritual Ma' Nene tidak dilakukan sebelum masa panen, maka akan sawah-sawah dan ladang mereka akan mengalami kerusakan dengan banyaknya tikus dan ulat yang datang tiba-tiba.

Sejarah Ritual Ma'Nene

Ritual Ma'nene ini berawal dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek, yang datang ke hutan pegunungan Balla. Saat itu, Pong menemukan sebuah jasad manusia yang telah meninggal dunia dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Oleh Pong, jasad itu dibawanya dan dikenakan pakaian yang layak untuk dikuburkan di tempat aman.

Semenjak dari itu, Pong berturut-turut mendapatkan berkah. Tanaman pertanian miliknya panen lebih cepat dari waktu biasanya. Saat dia berburu pun, Pong kerap kali mendapatkan perburuannya dengan mudah.

Dengan adanya peristiwa tersebut, Pong beranggapan bahwa jasad orang yang telah meninggal sekalipun harus tetap harus dirawat dan dihormati, meskipun jasad tersebut sudah tidak berbentuk lagi.

Pong lalu mewariskan amanahnya kepada penduduk Baruppu. Dan oleh penduduk Baruppu, amanah Pong tetap terjaga dengan terus dilaksanakannya ritual Ma' Nene tersebut.

Tidak Membusuk

Sementara itu mayat-mayat utuh pertama kali ditemukan di sebuah gua di Desa Sillanang. Saat ditemukan, mayat tersebut tidak busuk. Uniknya, mayat utuh itu tidak dibalsem maupun diberi ramuan. Alami.

Menurut masyarakat setempat, kemungkinan ada semacam zat di gua itu yang khasiatnya bisa mengawetkan mayat manusia.

Prosesi Ma'Nene

Prosesi Ma' Nene itu sendiri diawali dengan mengunjungi lokasi tempat dimakamkan para leluhur masyarakat setempat yakni di pekuburan Patane di Lembang Paton, Kecamatan Sariale, ibu kota Kabupaten Toraja Utara, seperti yang dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Rabu (3/7/2014).

Sebelum dibuka dan di angkat dari peti, para tetua yang biasa dikenal dengan nama Ne' Tomina Lumba, membacakan doa dalam bahasa Toraja Kuno. Setelah itu, mayat tersebut diangkat dan mulai dibersihkan dari atas kepala hingga ujung kaki dengan menggunakan kuas atau kain bersih. Setelah itu, barulah mayat tersebut dipakaikan baju yang baru dan kemudian kembali dibaringkan di dalam peti tadi.

Selama prosesi tersebut, sebagian kaum lelaki membentuk lingkaran menyanyikan lagu dan tarian yang melambangkan kesedihan. Lagu dan gerak tarian tersebut guna untuk menyemangati para keluarga yang ditinggalkan.

Dari Langit dan Bumi

Lebih lanjut, tradisi Ma' Nene erat kaitannya dengan konsep hidup masyarakat Toraja bahwa leluhurnya yang suci berasal dari langit dan bumi.

Sehingga tak semestinya orang yang meninggal dunia, jasadnya dikuburkan dalam tanah. Bagi mereka hal itu akan merusak kesucian bumi yang berakibat pada kesuburan bumi. (Ars/Igw)

Mengantar Bangsawan ke Nirwana

Pesta Penghantar Bangsawan Toraja Menuju Nirwana

Liputan6.com 2021-04-16 13:09:32
Anggota keluarga akan menuju ke Patanea, rumah kubur di Tana Toraja, sebelum melaksanakan ritual Ma'nene. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Masyarakat Toraja kental dengan memelihara adat istiadatnya. Bahkan beragam kebudayaan yang saat ini masih dilestarikan, seiring waktu menjadi pesona para pelancong yang ingin mengetahui eksotika warisan leluhur Suku Toraja.

Salah satu adat yang terkenal adalah Rambu Solo atau upacara kematian. Rambu Solo, seperti dikutip dari laman itjen.kemdikbud.go.id, merupakan upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.

Upacara tersebut dibuat meriah, disediakan babi dan kerbau untuk disembelih dan dibagikan ke penduduk sekitar.

Tradisi masyarakat Toraja biasanya tidak langsung menguburkan jenazah dan menyimpannya di rumah Tongkonan. Agar jenazah tidak cepat membusuk, maka jenazah dibalsem dengan ramuan tradisional.

Mengenai atap Tonkonan yang menyerupai kerbau, hewan ini di Tana Toraja bernilai tinggi. Sebab, kerbau berperan penting dalam upacara Rambu Solo .

Keluarga yang berduka biasanya berkurban beberapa kerbau untuk disembelih lalu dibagikan kepada warga.

Kian langka kerbau tersebut dapat menunjukkan kian tingginya strata sosial orang yang akan dimakamkan.

Harga termahal kerbau di Tana Toraja dapat mencapai Rp 1 miliar lebih, tergantung jenis kelangkaan kerbau.

Salah satu jenis kerbau termahal adalah tedong saleko. Kerbau langka ini berkulit putih dengan kombinasi belang hitam hingga bola matanya yang berwarna putih.

Ciri khas lain dalam Rambu Solo adalah peti mati dengan kain merah panjang. Itu menandakan jasad dalam peti adalah bangsawan.

Sulawesi Selatan dari Alam hingga Sejarah

Ragam Wisata di Sulawesi Selatan, dari Alam hingga Tempat Bersejarah

Liputan6.com 2021-04-16 13:00:08
Deretan boneka kayu yang dikenal sebagai Tau Tau didandani dengan pakaian adat Toraja dan dipajang untuk mewakili bangsawan yang telah meninggal di Londa, Kabupaten Tana Toraja (11/09/2018) (

Sulawesi Selatan dikenal memiliki banyak tempat wisata yang indah. Pilihannya pun beragam, mulai alam, sejarah, kuliner, dan budaya.

Pesonanya pun sudah tak diragunkan lagi. Sebut saja pesisir pantainya yang eksotis, sejarah dan budayanya yang kaya, dan kulinernya yang memanjakan lidah. Semua ini membuat Anda tak akan menyesal mengunjungi tempat wisata di Sulawesi Selatan.

Tempat wisata di Sulawesi Selatan memang memiliki kekayaan alam dan budaya yang patut dikagumi. Sejumlah tempat wisata di Sulawesi Selatan bahkan terkenal hingga mancanegara. Tempat wisata di Sulawesi Selatan tak akan cukup jika hanya dieksplor dalam sehari.

Berikut 14 tempat wisata di Sulawesi Selatan yang berhasil Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (19/3/2020).

Pantai

Pantai Losari

Pantai Losari merupakan pantai favorit di Sulawesi Selatan. Berada di sebelah barat Kota Makassar, pantai ini sangat mudah diakses. Tak diragukan lagi pantai ini menjadi tempat berkumpul masyarakat untuk menghabiskan waktu.

Pantai Tanjung Bira

Pantai Tanjung Bira berada di Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, tepat di ujung selatan pulau Sulawesi. Pantai Tanjung Bira merupakan pantai pasir putih lembut yang terkenal akan keindahannya

Pulau

Pulau Samalona

Terletak di sebelah barat daya pantai barat Sulawesi Selatan. Pulau ini terkenal dengan eksotisme khususnya keindahan bawah lautnya. Pamandangan bawah laut Pulau Samalona terkenal hingga penjuru dunia.

Pulau Bulupole

Pulau Bulupole terletak di Teluk Bone, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Pulau Bulupole memiliki keunikan tersendiri, yaiut adanya alam pegunungan yag menyatu dengan keindahan pesisir pantai. Pulau Bulupole memiliki bentangan pasir putih halus yang mengitari pulau. Tak ketinggalan cantiknya keindahan bawah laut yang memanjakan mata.

Taman Nasional

Taman Laut Taka Bonerate

Taman laut ini memiliki atol terbesar ketiga di dunia setelah Republik Kepulauan Marshall dan Maldives. Atol adalah pulau koral yang mengelilingi laguna sebagian atau seluruhnya.

Luas total area dari Atol di Takabonerate mencapai 220 ribu hektar. Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate ini meliputi 17 pulau. Taman Nasiona Taka Bonerate terletak di Selayar, Sulawesi Selatan.

Taman Nasional Bantimurung

Di Taman Nasional Bantimurung, terdapat beberapa objek wisata yang sangat menarik seperti karst, pemandian alam, pengawasan satwa, serta gua. Kawasan ini memiliki luas kurang lebih mencapai 43 ribu hektare dengan ekosistem dan kekayaan alam yang luar biasa.

Taman Nasional Bantimurung dikenal sebagai surganya kupu-kupu atau The Kingdom of Butterfly. Total terdapat sekitar 250 spesies kupu-kupu yang terdapat di kawasan Bantimurung. Taman nasional ini terletak di Kabupaten Maros dan Pangkep.

Pegunungan

Pegunungan Latimojong

Pegunungan Latimojong merupakan titik tertinggi di Sulawesi Selatan. Pegunungan Latimojong terletak di Kabupaten Enrekang merupakan bagian dari tujuh puncak tertinggi di Indonesia. Titik tertinggi dari pegunungan ini dinamai Puncak Rante Mario dengan ketinggian 3.430 mdpl.

Rammang-Rammang

Rammang-Rammang merupakan kawasan pegunungan kapur di gugusan pegunungan karst Maros-Pangkep. Rammang-Rammang adalah gunung karst terbesar ke tiga di dunia setelah gunung karst di China Selatan dan Vietnam. Rammang-Rammang berlokasi di Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Pegunungan kapur ini terbentuk secara alami jutaan tahun yang lalu.

Tempat Bersejarah

Benteng Somba Opu

Benteng Somba Opu merupakan benteng peninggalan Kerajaan Gowa. Benteng ini terletak di Jalan Daeng Tata, Kelurahan Benteng Somba Opu, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dulunya Benteng Somba Opu berfungsi sebagai pusat perdagangan. Kini Benteng Somba Opu menjadi objek wisata bersejarah dengan beberapa bangunan rumah adat Sulawesi Selatan.

Benteng Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' Kallonna. Benteng ini awalnya berfungsi sebagai markas pasukan katak Kerajaan Gowa-Tallo. Kini benteng ini telah menjadi destinasi wisata sejarah Makassar dengan museum sejarah di dalamnya.

Tempat Budaya

Gua Tampang Allo

Gua Tampang Allo adalah pemakaman para raja pada abad ke-16. Gua Tampang Allo terletak di Kelurahan Kaero, Kecamatan Sangalla, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Kuburan ini berada pada ketinggian 807 meter di atas permukaan laut.

Tempat pemakaman ini berupa gua yang berisikan puluhan erong atau peti mayat berbentuk kerbau, babi dan perahu. Selain itu ada juga tau tau (patung), tengkorak, dan tulang belulang orang Toraja zaman dahulu yang disemayamkan di gua ini.

Kete Kesu

Kete Kesu merupakan desa wisata yang terkenal di Tana Toraja. Desa Kete Kesu berada di Kampung Bonoran, Kelurahan Tikunna Malenong, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Di sini Anda dapat menemukan barisan rumah adat Tongkonan yang berusia lebih dari 300 tahun. Tak hanya itu, desa wisata Kete Kesu juga terdapat peninggalan purbakala berupa kuburan batu berusia ratusan tahun. 8 dari 8 halaman

Danau

Danau Towuti

Danau Towuti merupakan danau purba berulut jutaan tahun. Danau ini terletak di terletak di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Danau ini merupakan salah satu danau terbesar di Indonesia. Danau ini memiliki memiliki lima pulau di tengahnya.

Danau Tempe

Danau Tempe berlokasi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Danau ini memiliki luas sekitar 13.000 hektare. Danau ini merupakan danau terbesar ke dua di Sulawesi setelah Danau Towuti.

Tengkorak Manusia di Kuburan Batu Kese Ketu

Menengok Tengkorak Manusia di Kuburan Batu Kese Ketu di Toraja Utara

Liputan6.com 2021-04-16 18:02:13
Kuburan Batu di Kete Kesu Toraja Utara,Sulawesi Selatan. (Liputan6.com/Eka Hakim)

Toraja Utara merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah Tana Toraja. Selain kedua daerah berbatasan langsung, Toraja Utara lahir dari pemekaran daerah Tana Toraja.

Ke arah utara dari Sulawesi Selatan, berjarak sekitar 5 kilometer dari kota Rantepao, terdapat sebuah komunitas adat Toraja bernama Kete Kesu.

Dilansir dari kanal News Liputan6.com, Kete Kesu merupakan desa wisata yang terkenal di Tana Toraja. Desa Kete Kesu berada di Kampung Bonoran, Kelurahan Tikunna Malenong, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Di sini Anda dapat menemukan barisan rumah adat Tongkonan yang berusia lebih dari 300 tahun. Selain itu, di desa wisata Kete Kesu juga terdapat peninggalan purbakala berupa kuburan batu berusia ratusan tahun.

Para wisatawan bisa melihat langsung kuburan batu dengan didampingi pemandu wisata. Yang menarik, pemandu wisata bukan hanya orang dewasa, tapi juga anak sekolah. Salah satunya adalah Dennis Padola yang dijumpai Eka Hakim dari kanal News Liputan6.com.

Dennis begitu lincah menaiki anak tangga di kawasan kuburan Batu Kete, Kecamatan Kesu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Bocah yang saat ditemui masih duduk di bangku kelas 1 SMPN itu sedang melakoni perannya sebagai pemandu wisata.

Ia mengaku tak pernah berpikir menjalani kegiatan ini. Aktivitas itu muncul setelah ia kerap berkumpul bersama teman di tempat itu. Menurut Dennis, dia melakukannya hanya dengan bermodalkan alat penerang seadanya.

"Saya biasa antar orang dengan modal senter saja Kalau pulang sekolah ya langsung nongkrong di sini, biasa ada orang yang mau masuk gua untuk melihat-lihat kondisi kuburan batu yang merupakan tempat pekuburan seluruh masyarakat adat di Kecamatan Kete Kesu," jelas Dennis.

Kuburan batu di Gunung Kete, Kesu terlihat dipenuhi banyak tengkorak kepala dan tulang rangka manusia. Tulang belulang itu terletak di sejumlah titik. Di antara sejumlah tengkorak itu, jari Dennis menunjuk ke sebuah peti terbuat dari kayu.

Tempat itu dipenuhi tengkorak-tengkorak manusia di atas tangga menuju gunung batu tersebut. Bocah yang sudah paham tentang sejarah dalam makam itu langsung menjelaskan pemilik tengkorak tersebut.

"Ada peti kayu yang di bawah itu, namanya Erong usianya sekitar 700 tahun. Ini termasuk peninggalan masyarakat sekitar yang waktu itu belum memeluk agama Kristen melainkan masih berkeyakinan animisme," ucap Dennis.

Dennis juga mengungkapkan jasad yang berada dalam rumah batu di tangga dasar Gunung Kete Kesu. Itu adalah kuburan anggota DPRD pertama Kabupaten Tana Toraja dan penemu pertama kali kuburan batu di Gunung Kete Kesu. "Yang ada patung nenek itu adalah sosok Ne' Reba yang merupakan anggota dewan pertama di Toraja sekaligus penemu kuburan batu ini. Mayatnya ada di dalam rumah batu itu bersama Indo Toding yang merupakan Tetuah Kecamatan Kete dan ia yang punya Kete. Itu patungnya yang tepat di samping patung Ne' Reba dan mayatnya dimasukkan dalam rumah batu bersama," beber Dennis.

Dari kaki Gunung Kete Kesu sampai puncak Kuburan Batu, banyak dijumpai tengkorak manusia. Tulang belulang tersebut dibiarkan dan terkumpul di pinggiran anak tangga. Hal itu dilakukan karena tengkorak tersebut tak punya peti. "Yang tengkorak tak ada peti, itu tidak tahu lagi siapa dia, usianya sudah lama sekali. Tapi yang di dalam peti itu ada namanya masing-masing," ujar dia.

Untuk membersihkan dan memperbaiki makam, Dennis mengungkapkan tak boleh sembarangan dilakukan dan harus diadakan upacara adat. Kalau tidak digelar upacara Tongkon atau Ma'nene, kuburannya atau tengkorak mayat keluarga tidak bisa dibersihkan.

"Nama upacaranya Tongkon atau Ma'nene. Upacara dilakukan kalau ada keluarga orang yang telah meninggal ingin mengganti pakaian mayat atau sekaligus membersihkan kuburan batu tempat pengebumian mayat keluarganya tersebut," terang Dennis.

Sengketa Mumi Kuno

Sengketa Mumi Kuno yang Sempat Gegerkan Tana Toraja

Liputan6.com 2021-04-16 18:35:11
Seorang anggota keluarga sedang kenakan kacamata untuk jenazah kerabat yang diawetkan selama ritual adat yang disebut "Manene" di Panggala, Toraja Utara, (28/08/2020). (AFP/Hariandi Hafiz)

Tradisi mumi atau mengawetkan jenazah manusia bukan hanya milik Mesir. Mumi juga dikenal di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Mumi di Indonesia dapat dijumpai di beberapa wilayah. Salah satunya di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Masyarakat adat Tana Toraja memang mempunyai beberapa ritual dan tradisi terkait pemakaman serta mumifikasi jenazah.

Mumi disebut Tau-Tau di Tana Toraja. Namun, satu kasus terkait mumi pernah menggegerkan Tana Toraja, tepatnya pada Mei 2015.


Perebutan Mumi Bertuah

Ketika itu Kapolres Tana Toraja AKBP Arief Satrio menuturkan, awalnya seorang tukang ojek menemukan satu mumi ukuran panjang 30 centimeter di lahan yang ditumbuhi ilalang tinggi di wilayah Rantepao.

Tukang ojek itu sempat membawa pulang mumi ke rumahnya. Ia kemudian menyerahkan mumi ke Polres Tana Toraja lantaran takut dan selalu dibayangi roh halus.

Mumi yang diyakini masyarakat adat bertuah dan diperkirakan berusia 400 tahun itu pun sempat beberapa kali pindah tempat. Mulai dari Museum Dinas Pariwisata setempat, rumah warga, kantor polisi, hingga kembali ke museum.

Sengketa mumi berlangsung sekitar setahun setelah seorang warga mengklaim sebagai pemiliknya berbekal surat keterangan tetua adat. Setelah berbagai pihak dikumpulkan untuk berembuk, mumi itu akhirnya dikembalikan ke museum, tapi tidak dipajang kembali.


Video Pilihan

Mumi Berjalan dan Kuburan Batu

Ritual Unik Pemakaman Tana Toraja, Mumi Berjalan dan Kuburan Batu di Gua Tebing

Liputan6.com 2021-04-16 19:33:40
Seorang anggota keluarga sedang membersihkan jenazah kerabat yang diawetkan selama ritual adat yang disebut "Manene" di Panggala, Toraja Utara, (28/08/2020). (AFP/Hariandi Hafiz)

Eksotika Tana Toraja, Sulawesi Selatan selalu memesona dan magis. Mulai dari keindahan alam, tradisi leluhur, hingga uniknya ritual kematian.

Tradisi Ma'nene menjadi yang paling unik dan menyedot perhatian. Upacara mayat berjalan ini dilakukan dalam rangka mengganti pakaian mayat para leluhur.

Ritual Ma'nene dilakukan setiap tiga tahun sekali. Biasanya dilakukan pada bulan Agustus sebelum masa panen. Masyarakat adat Toraja meyakini ritual ini membawa berkah pada hasil sawah dan ladang.

Saat seseorang meninggal, ada tradisi Rambu Solo yang juga unik. Upacara adat penyempurnaan kematian ini untuk menghormati dan mengantarkan jenazah pada kehidupan yang abadi. Ritual digelar dengan menyembelih puluhan kerbau dan babi. Bukan hanya kerbau biasa, tapi juga ada Tedong Bonga atau kerbau bule.

Setelah upacara Rambu Solo, jasad yang sudah ada di dalam peti berisi baju, makanan dan minuman, serta barang yang sering dikenakan semasa hidup dibawa ke pemakaman. Pemakamannya berupa rumah khusus jenazah, berkumpul bersama keluarga besar yang telah tiada.


Kuburan Batu

Dahulu kala, gua yang berada di atas tebing tinggi menjadi lokasi pemakaman. Disebut sebagai Kuburan Batu. Gua Londa di Desa Sandan Uai menjadi salah satu ikon. Begitu juga di Desa Kete Kesu yang diperkirakan berusia 500 tahun lebih.

Keduanya merupakan peninggalan purbakala yang unik. Di dalam Kuburan Batu tersimpan tengkorak kepala dan tulang-belulang manusia. Kini menjadi destinasi wisata yang paling menyedot wisatawan Tanah Air hingga mancanegara.


Video Pilihan

Turis Terpukau

Ma' Nene, Ritual Leluhur Penarik Magnet Turis Datang

Liputan6.com 2021-04-16 20:58:37
Anggota keluarga akan menuju ke Patanea, rumah kubur di Tana Toraja, sebelum melaksanakan ritual Ma'nene. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Pemerintah terus berupaya mengenalkan pariwisata dan budaya Indonesia. Tak hanya berfokus ke turis mancanegara, wisatawan lokal pun digaet untuk lebih rajin plesiran di negeri sendiri dan menyumbang ke devisa negara.

Sejatinya, banyak lokasi wisata maupun ritual budaya yang menarik dinikmati. Tengok saja lokasi wisata di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Tempat wisata di Tana Toraja sudah tidak perlu dipertanyakan lagi daya tariknya. Mulai dari wisata kebudayaan hingga wisata alam memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki daerah lain.

Upacara Rambu Solo mungkin kerap didengar dan dikenal para wisatawan. Upacara kematian yang diselenggarakan secara meriah dan menghabiskan dana yang cukup besar itu memang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun asing.

Namun ada satu lagi ritual dari Toraja yang masih juga berkaitan dengan kematian yang sangat sayang untuk dilewatkan ketika berkunjung ke Tana Toraja. Ma'Nene, begitulah nama ritual ini dikenal.

Masyarakat Toraja dikenal memiliki kehidupan yang sangat menghormati para leluhurnya. Nah, Ma'Nene menjadi salah satu bentuk penghormatan ke leluhur.

Ritual unik dan misterius ini merupakan kegiatan membersihkan jasad para leluhur yang sudah meninggal dunia ratusan tahun lalu.

Walaupun ritual ini tak bisa setiap saat dilihat, beberapa daerah di Tana Toraja masih rutin melaksanakan ritual tersebut setiap tahunnya.

Seperti dikutip dari lama resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Toraja Utara, Jumat (16/4/2021). Ritual Ma' Nene' dilakukan dengan cara mengeluarkan peti dan jenazah dari Patane (Kuburan berbentuk rumah) atau liang.

Kemudian jasad yang masih utuh dibersihkan dan pakaiannya diganti dengan yang baru. Bila kondisi jenazah sudah tidak memungkinkan untuk dibersihkan, maka yang diganti adalah peti matinya saja.

Pada upacara ritual ini, diawali dengan berkunjungnya anggota keluarga ke pemakaman leluhur yang dinamakan Patane.

Kemudian para anggota keluarga mengambil jasad anggota keluarga yang tersimpan selama ratusan tahun.

Usai dikeluarkan dari kuburan, jasad dibersihkan. Selanjutnya pakaian yang digunakan jasad tersebut digantikan dengan menggunakan kain atau pakaian baru.

Ma’nene

Uniknya Ritual Ma'nene, Tradisi Mengganti Pakaian Mayat di Tana Toraja

Liputan6.com 2021-04-15 17:30:25
Anggota keluarga akan menuju ke Patanea, rumah kubur di Tana Toraja, sebelum melaksanakan ritual Ma'nene. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Tana Toraja, wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan, tak semata dikenal lewat keindahan alam, namun juga budaya nan khas. Tradisi di Tana Toraja sendiri masih sangat lekat dengan keseharian masyarakatnya, termasuk dalam praktik sederet ritual. Ma'nene, misalnya.

bacajuga:Baca Juga](4488885 4532900 4532047)

Ini merupakan prosesi mengganti pakaian jasad leluhur di desa Pangala, Toraja Utara. Dilansir dari merdeka.com, Kamis (15/4/2021), Ma'nene merupakan wujud ritual yang mencerminkan pentingnya hubungan kekeluargaan.

Masyarakat Toraja yakin bahwa ritual Ma'nene dapat memberi ketentraman dan kesejahteraan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Ritual dimulai dengan anggota keluarga berjalan ke Patane, rumah kubur orang Toraja. Mereka kemudian bersama-sama mengeluarkan jasad dari liang lahat. Setelahnya, jasad dibersihkan dan diganti pakaiannya dengan yang baru, termasuk kacamata, ikat rambut, bahkan ikat pinggang.

Jasad yang sudah dibersihkan dan dikenakan pakaian kemudian diberdirikan layaknya orang hidup. Selain jadi momen mengenang dan memberi penghormatan, tradisi ini juga dimanfaatkan anggota keluarga untuk berfoto bersama jasad leluhur mereka.

Setelah jasad lelehur dimasukkan kembali ke peti, anggota keluarga melanjutkan ritual dengan menggelar Sisemba, yaitu prosesi makan bersama. Suasana jadi semakin hangat karena setiap keturunan membawa makanan khusus keluarga mereka.

Ritual Ma'nene sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. Tradisi ini berrmula saat seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek menemukan jasad di tengah jalan. Ia merawat jasad yang tinggal tulang itu dengan memakaikan baju yang ia kenakan.

Karena itu, konon saat berburu, ia mudah mendapat hewan buruan dan hasil panennya melimpah ruah. Mengilhami itulah ritual Ma'nene di Tana Toraja diadakan setiap tiga tahun sekali.

Sumber Devisa Negara

Ma' Nene, Ritual Leluhur Penarik Magnet Turis Datang

Liputan6.com 2021-04-16 20:58:37
Anggota keluarga akan menuju ke Patanea, rumah kubur di Tana Toraja, sebelum melaksanakan ritual Ma'nene. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Pemerintah terus berupaya mengenalkan pariwisata dan budaya Indonesia. Tak hanya berfokus ke turis mancanegara, wisatawan lokal pun digaet untuk lebih rajin plesiran di negeri sendiri dan menyumbang ke devisa negara.

Sejatinya, banyak lokasi wisata maupun ritual budaya yang menarik dinikmati. Tengok saja lokasi wisata di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Tempat wisata di Tana Toraja sudah tidak perlu dipertanyakan lagi daya tariknya. Mulai dari wisata kebudayaan hingga wisata alam memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki daerah lain.

Upacara Rambu Solo mungkin kerap didengar dan dikenal para wisatawan. Upacara kematian yang diselenggarakan secara meriah dan menghabiskan dana yang cukup besar itu memang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun asing.

Namun ada satu lagi ritual dari Toraja yang masih juga berkaitan dengan kematian yang sangat sayang untuk dilewatkan ketika berkunjung ke Tana Toraja. Ma'Nene, begitulah nama ritual ini dikenal.

Masyarakat Toraja dikenal memiliki kehidupan yang sangat menghormati para leluhurnya. Nah, Ma'Nene menjadi salah satu bentuk penghormatan ke leluhur.

Ritual unik dan misterius ini merupakan kegiatan membersihkan jasad para leluhur yang sudah meninggal dunia ratusan tahun lalu.

Walaupun ritual ini tak bisa setiap saat dilihat, beberapa daerah di Tana Toraja masih rutin melaksanakan ritual tersebut setiap tahunnya.

Seperti dikutip dari lama resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Toraja Utara, Jumat (16/4/2021). Ritual Ma' Nene' dilakukan dengan cara mengeluarkan peti dan jenazah dari Patane (Kuburan berbentuk rumah) atau liang.

Kemudian jasad yang masih utuh dibersihkan dan pakaiannya diganti dengan yang baru. Bila kondisi jenazah sudah tidak memungkinkan untuk dibersihkan, maka yang diganti adalah peti matinya saja.

Pada upacara ritual ini, diawali dengan berkunjungnya anggota keluarga ke pemakaman leluhur yang dinamakan Patane.

Kemudian para anggota keluarga mengambil jasad anggota keluarga yang tersimpan selama ratusan tahun.

Usai dikeluarkan dari kuburan, jasad dibersihkan. Selanjutnya pakaian yang digunakan jasad tersebut digantikan dengan menggunakan kain atau pakaian baru.