Kolbano, Kerikil Seribu Warna

Selain Pakaian Adat, Timor Tengah Selatan Punya Banyak Destinasi Wisata Menarik

Liputan6.com 2020-08-18 04:02:00
Selain Pakaian Adat, Timor Tengah Selatan Punya Banyak Destinasi Wisata Menarik. Photo by @justin23lutuedo. (dok.Instagram @exploretts/https://www.instagram.com/p/CBeRjt8Art2/Henry)

Di HUT ke-75 RI, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampil dalam balutan pakaian adat Timor Tengah Selatan dari Nusa Tenggara Timur (NTT) pada upacara peringatan detik-detik proklamasi. Prosesi ini berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Senin, 17 Agustus 2020.

Jokowi mengenakan atasan lengan panjang bernuansa serba putih. Atasan itu dipasangkan dengan kain tenun motif kaif berantai nunkolo yang didominasi dengan sentuhan warna merah. Pada penjelasan pada akun Instagram @sekretariat.kabinet, warna merah perlambang keberanian laki-laki Nunkolo.

Dikenakan seorang presiden di acara peringatan bersejarah tentu membuat nama Timor Tengah Selatan (TTS) jadi makin dikenal. Tentu tak hanya pakaian adat mereka yang menarik untuk dilihat. Salah satu daerah di NTT ini punya banyak destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi.


Beragam Pilihan Destinasi WIsata

Dilansir dari laman resmi Kabupaten Timor Tengah Selatan, mereka punya berbagai macam pilihan wisata, mulai dari wisata alam, wisata budaya/sejarah, wisata agro sampai wisata rohani. Untuk wisata alam ada beberapa destinasi yang jadi unggulan TTS, salah satunya Gunung Marmer Fatumnasi atau Taman Wisata Fatumnasi yang sangat indah dan masih sangat alami dan asri.

Fatumnasi menyajikan panorama alam pegunungan yang sangat memesona dengan udara yang sangat sejuk dan sangat nyaman. Lalu ada Pantai Kolbano yang merupakan salah satu objek wisata pantai yang indah di Kabupaten TTS.

Pantainya masih sangat alami dan terkenal dengan kerikil seribu warna di mana banyak wisatawan yang datang berkunjung untuk mengambil kerikil berwarna untuk dipakai menghiasi rumah maupun taman. Di Pantai Kolbano juga terdapat sebuah bongkahan batu besar berbentuk seperti kepala singa atau kepala manusia yang disebut Fatu Un dan menjadi keunikan tersendiri.

Ada juga Pantai Oetune yang juga masih alami. Pantai landai berpasir putih ini cocok untuk berselancar. Selain itu ada Taman Wisata Bu'at. Di tempat ini ada fasilitas kolam, vila dan penginapan yang juga disewakan di dalam lokasi. Sepanjang perjalanan memasuki taman, pengunjung akan temukan tegarnya pepohonan mahoni di sepanjang alur kanan dan kiri jalan masuk areal taman ini.


Pohon Ratu Belanda

Kabupaten Timor Tengah Selatan juga mempunyai objek wisata air terjun yaitu Air Terjun Oehala. Wisata air terjun ini sangat indah karena dikelilingi oleh alam yang masih sangat alami, asri, sejuk dan bersih dan keunikannya adalah air terjun ini bertingkat tujuh.

Jangan lewatkan juga Lembah Bola Palelo yang merupakan sebuah lembah yang menyajikan panorama alam yang sangat menawan. Ketika berada di tempat ini pengunjung dapat melihat panorama alam yang sangat luar biasa serta udaranya yang begitu sejuk.

Pada musim kemarau kita dapat melihat lebih jelas panorama alam yang sangat indah dan menawan seolah-olah berada di Grand Canyon di Amerika Serikat. Yang tak kalah menarik dan ada hubungan dengan bangsa Belanda yang pernah menjajah Indonesia adalah Pohon Beatrix.

Pohon ini ditanam oleh orang-orang Belanda di Soe pada 1936 yang bertepatan dengan lahirnya Ratu Beatrix di Belanda. Beatrix adalah cucu dari Ratu Wilhelmina yang berkuasa dari 1890 sampai 1948.

Pohon ini merupakan salah satu wisata sejarah di Kabupaten TTS. Terletak di tengah-tengah kota Soe, dapat ditempuh menggunakan angkutan kota, rental mobil maupun motor ojek. Saat ini Pemda TTS sangat menjaga kelestarian pohon tersebut.


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Persembahan untuk Mori Loda Mori

Ritual Wulla Poddu dan Potret Agraris Penganut Marapu Sumba

Liputan6.com 2018-12-07 10:00:58
umba Barat memiliki budaya unik, salah satu diantaranya adalah Wulla Poddu. Ritual ini digelar setiap bulan Oktober hingga November. Wulla Poddu berasal dari kata wulla, artinya bulan dan pod

Sumba Barat memiliki budaya unik, salah satunya adalah Wulla Poddu. Ritual ini digelar setiap bulan Oktober hingga November. Wulla Poddu berasal dari kata 'wulla' yang artinya bulan dan 'poddu' yang berarti pahit. Jadi secara harfiah wulla poddu memiliki makna bulan pahit.

Ritual ini juga dilaksanakan orang-orang Sumba Barat Daya, namun dengan ritual yang sedikit berbeda. Meski berbeda tujuannya tetap sama, yakni mengucap syukur kepada Mori Loda Mori Pada atau Pemilik Hari dan Alam Sejagat, atas berkah hasil panen yang didapat sepanjang tahun dan tahun mendatang.


Ritual Beburu

 


Cerita Asal Usul

Selama ritual berlangsung, ada banyak pertunjukan yang disampaikan para Rato, atau Imam Besar Marapu. Salah satunya adalah cerita tentang asal-usul nenek moyang orang Sumba Barat serta proses penciptaannya.

Marapu sendiri merupakan salah satu kepercayaan tertua di Sumba yang meyakini leluhur merupakan jembatan penghubung antara manusia dan Tuhan. Mereka menyembah Tuhan melalui perantara leluhur lewat bebatuan dan pohon-pohon besar.

Hampir semua wilayah Sumba Barat menggelar ritual ini. Di wilayah Lamboya kegiatannya terpusat di kampung Sidang dan Kadengar, di Wanukaka terpusat di Kampung Kadoduku, di Tana Righu terpusat di Kampung Omba Rade, tetapi yang terbesar dari semuanya ada di wilayah Loli, yakni Tambera dan Tarung. Kedua kampung ini menjadi kampung sentral ritual Wulla Poddu.

Sepanjang masa Wulla Poddu banyak orang yang berburu Babi Hutan. Hasil buruan diserahkan kepada Rato sambil melantunkan tanya jawab dalam bentuk pantun adat. Babi Hutan yang pertama kali ditangkap biasanya menjadi indikator dari hasil panen.

Jika hasil buruan adalah babi jantan itu berarti hasil panen bakal memuaskan, namun babi betina yang sedang bunting menandakan hasil panen kurang baik, sementara jika babi yang buru sempat menggigit orang yang memburunya berarti itu petanda bahwa akan ada hama tikus yang melanda persawahan warga.

Pada masa Wulla Poddu, selain sebagai masa mengucap syukur, namun pada masa itu pula para pemuda yang telah akil balik menjalani proses sunatan, dan selama beberapa hari para pemuda akan diasingkan ke alam liar untuk hidup mandiri sebagai tanda kedewasaan.

Jika anda ingin menyaksikan ritual ini, datanglah pada awal Oktober hingga akhir November. Awal Oktober adalah masa awal persiapan memasuki Wulla Poddu dan pada adalah masa persiapan penutupan Wulla Poddu. Pada masa-masa inilah wisatawan akan menjumpai berbagai ritual unik dalam Wulla Poddu.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Paus Kiriman dari Tuhan

Detik-Detik Menegangkan Perburuan Paus Lamalera

Liputan6.com 2018-03-16 03:10:57
Pagi itu, nelayan Lamalera hendak mengadakan perburuan terhadap ikan Paus yang merupakan bagian dari tradisi lokal warga setempat yang diwariskan sejak zaman dahulu kala dari leluhur mereka.

Matahari kian terik, sementara beberapa nelayan di Kampung Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), bergegas mempersiapkan alat tikam dan perahu mereka.

Pagi itu, nelayan Lamalera hendak mengadakan perburuan terhadap paus yang merupakan bagian dari tradisi lokal warga setempat. Perburuan paus diwariskan sejak zaman dahulu kala dari leluhur mereka.

Setelah mempersiapkan peralatan, Lamafa atau juru tikam bersama beberapa nelayan lainnya mulai naik perahu kecil, menyusuri wilayah perairan Lamalera.

Setelah beberapa menit menyusuri lautan, pandangan nelayan ini tertuju pada segerombolan paus yang melakukan akrobat laut. Sesekali mamalia laut itu meluncur ke udara, dan jatuh ke air laut.

Ini merupakan pertanda baik bagi nelayan-nelayan Lamalera yang telah sekian lama mempersiapkan tombak mereka untuk menikam sang raksasa laut itu. Perburuan pun dimulai.


Juru Tikam

Tak jarang, dalam perburuan hewan laut itu diwarnai aksi kejar-kejaran antara paus dan perahu kecil nelayan. Jika paus mulai muncul ke permukaan, Lamafa atau juru tikam yang berdiri di ujung depan perahu kecil itu langsung menancapkan tombaknya ke arah paus.

Hal tersebut dilakukan secara berulang sampai paus benar-benar mati dan ditarik perahu para nelayan menuju ke kawasan pantai. Ini merupakan bagian dari tradisi masyarakat Lamalera yang sudah diwariskan secara turun-temurun.

Paus yang didapat dari hasil perburuan itu dipercaya sebagai Knato atau kiriman dari Tuhan dan para leluhur. Biasanya sebelum dilakukan penangkapan, warga Lamalera akan melakukan ritual adat yang dimulai dari Batu Paus.

"Ritual ini merupakan tradisi nenek moyang kami," ujar Felix Limalean Beding seorang Lamafa yang sempat diwawancarai Liputan6.com, Sabtu, 10 Maret 2018.


Hasil Perburuan Paus Lamalera

Menurut Felix, perburuan paus yang dilakukan oleh nelayan Lamalera sejak Jumat, 9 Maret 2018, telah berhasil menangkap tiga ekor paus sekaligus. Dalam aksi perburuan paus kali ini, nelayan Lamalera menggunakan beberapa perahu menyusuri kawasan perairan sekitar Lamalera.

"Lamafa (juru tikam) dari perahu Dolu Tene yang pertama kali menikam paus itu," tambah Felix.

Sementara paus kedua, menurut Felix, ditikam oleh lamafa dari perahu Santa Rosa (Nara Tene) yang berasal dari suku Lamakera (Keraf) dibantu dua perahu lainnya. Sedangkan paus ketiga ditikam oleh lamafa perahu Baka Tene dari suku Tufaona tanpa dibantu perahu lainnya.

Dia mengatakan, dalam perburuan paus kali ini, para nelayan masih menggunakan alat penangkap tradisional Lamalera.

"Penangkapan paus ini dilakukan secara tradisional oleh nelayan Lamalera," katanya.

Juru tikam (Lamafa) Felix Lamalean juga mengatakan hasil penangkapan paus kali ini rencananya akan dibagikan juga kepada janda dan fakir miskin serta dibarter kepada warga desa tetangga yang membawakan hasil buminya, seperti jagung dan umbi-umbian.

"Tidak hanya pemilik perahu, tapi juga dibagikan kepada warga di desa itu," katanya.

Perburuan paus menggunakan tombak memang sudah menjadi budaya yang dilakukan secara turun-temurun bagi warga Lamalera.


Paus-Paus Terdampar

Adapun Situs Wisata Tulang Ikan Paus di Desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata diresmikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, pada 2016 lalu.

Situs wisata ini juga diketahui warga setempat menjadi bukti migrasi paus di perairan Teluk Nuhanera, sebelah utara Pulau Lembata, Provinsi NTT sejak tiga dekade terakhir.

Kepala Desa Watodiri, Goris Waleng mengatakan, paus dengan panjang rangka sekitar 20 meter ini ditemukan terdampar pada tahun 2014.

"Tapi sebelumnya, ikan paus ini pernah masuk ke satu lokasi khusus berupa kubangan kecil di sekitar perairan ini kurang lebih sekitar tahun 1940-an atau 1930-an," ujar Goris kepada Liputan6.com, Sabtu, 10 Maret 2018.

Dia menuturkan, pada periode berikutnya sekitar tahun 1960 paus ditemukan terdampar lagi di Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape Timur.

"Tulangnya ada di Jontona, sementara yang terakhir di Desa Watodiri pada tahun 2014," kata Goris.

Meski demikian, hingga saat ini, Goris mengatakan, secara ilmiah belum ditemukan alasan kenapa setiap tahun paus selalu kembali ke kubangan kecil di teluk tersebut.

"Sementara menurut penuturan nenek moyang kami, setiap kali pulang dari laut lepas, paus-paus itu selalu singgah di kubangan tersebut," kata Goris.

Goris menambahkan, pada tahun anggaran 2018 ini, pihaknya merencanakan optimalisasi Situs Wisata Tulang Ikan Paus ini.

"Selain sebagai situs wisata, kami bercita-cita menjadikan situs ini sebagai tempat belajar dan penelitian generasi muda yang akan datang," terang Goris.

Percikan Darah untuk Kesuburan

200 Kuda Beraksi di Festival Pasola Sumba

Liputan6.com 2019-02-27 03:00:52
Festival Pasola Lamboya di Sumba Barat, NTT. (dok. Matheos Viktor Messakh/Henry

Sebanyak 200 ekor kuda meramaikan acara festival Pasola yang digelar di Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, Selasa 26 Februari 2019.

Warga yang memiliki kuda ikut dalam tradisi yang dilakukan setelah pemanggilan Nyale (caing laut) oleh para Rato.

"Kegiatan Pasola ini kan merupakan acara satu tahun sekali di Wanokaka. Karena itu, bagi mereka pemilik kuda, bertarung di arena pasola adalah sebuah kewajiban," ujar Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sumba Barat, Charles Herman Weru, dilansir Antara.

"Mereka sudah terbiasa dalam acara Pasola sehingga akan menjadi hal biasa buat mereka," imbuh dia.


Lokasi Waokaka

Wanokaka adalah salah satu desa terpencil dan terpelosok yang berjarak sekitar 70-an kilometer dari Kota Waikabubak, ibu kota Kabupaten Sumba Barat.

Menurut Charles, berkat Pasola, desa terpencil itu kini dikenal banyak orang bahkan sampai ke seluruh penjuru dunia lewat para wisatawan mancanegara yang sempat menyaksikan acara Pasola di Wanokaka.

Pelaksanaan Pasola sendiri, kata dia, sangat berkaitan dengan hasil panenan yang akan didapat oleh warga di Kecamatan Wanokaka.

Hal tersebut juga diakui oleh Rato atau imam besar dari Kepercayaan Merapu yakni Rato Waigali Mawu Hapu.

Menurut dia jika dalam kegiatan Pasola ada yang menjadi korban seperti mengalami kecelakaan saat ditombak maka akan memberikan hasil yang baik bagi hasil pertanian di daerah itu.

"Itu adalah kepercayaan kami. Namun keperayaan itu perlahan-lahan mulai memudar karena perkembangan zaman. Biasanya akan ada tumbal jika ada Pasola, tetapi itu sudah terjadi pada puluhan tahun yang lampau," ujarnya.

Namun, kata dia, peserta Pasola adalah masyarakat yang memang punya keinginan sendiri untuk turun bertarung di arena Pasola, karena masyarakat Wanokaka tak mau kehilangan budayanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Jejak Ferrari di Sumba

Jelajah Eksotisme Sumba NTT, Spot Pemotretan Mobil Mewah Ferrari Portofino

Liputan6.com 2021-02-07 06:00:10
Pulau sumba dengan ekstis keindahan alam dan rumah adat di pinggir pantai.(Liputan6,com)

Pulau Sumba merupakan salah satu gugusan pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sumba memiliki keindahan alam yang memikat lewat padang savana berpadu kegarangan kuda Sandelwood yang terkenal.

Sumba terkenal sebagai pulau ikonik, pulau eksotik yang mengundang decak kagum wisatawan yang datang mencumbui keindahan alamnya.Sumba kian mendunia berkat panorama alam savana dan pantainya.

Keindahan dan eksotisme ini pun membuat Ferrari sebagai ikon mobil mewah berkelas menjadikan Sumba lokasi pemotretan Ferrari Portofino. Eksotisnya Sumba dan keperkasaan kuda Sandelwood seakan berpadu dengan eksotis dan kegarangan Ferrari Portofino.

Pada tahun 2019 silam, Ferrari Jakarta memilih beberapa lokasi di Pulau Sumba untuk menggelar sesi pemotretan.

Dalam video berdurasi 01.52 detik explore Ferrari di lokasi memperlihatkan Tanah Marapu memilih lokasi di Bukit Hiliwuku,Sumba Timur, Hutan Pinus, Sumba Tengah, Kampung Adat Megalitikum Prai Ijing di Sumba Barat serta Pantai Ratenggaro di Sumba Barat Daya.

Bukit Hiliwuku merupakan salah satu bukit dengan pemandangan padang savananya yang indah. Selain bukit ini, di Kabupaten Sumba Timur, pemandangan indah lainnya bisa dijumpai di bukit Wairinding, Mauhau, dan bukit Tenau.


Lokasi pilihan Ferrari

Lokasi wisata bukit Hiliwuku berada di Desa Persiapan Hawurut, Kecamatan Matawai La Pawu. Bukit ini berjarak sekitar 30 Km arah selatan Kota Waingapu,Ibukota Kabupaten Sumba Timur.

Dari puncak bukit ini kita bisa melihat ratusan bukit dengan padang savana yang menghijau saat musim hujan dan kecokelatan saat musim kemarau. Deretan bukit ibarat bersusun baik besar maupun kecil.

Beralih ke Sumba Tengah, hutan pinus Prai Langinus berada di Kawasan Taman Nasional atau Hutan Lindung Prai Langinu. Luas kawasan hutan lindung Prai Langinu yang ditutupi oleh hutan pinus tersebut ternyata mencakup 70 persen dari luas Kabupaten Sumba Tengah.

Keindahan ratusan hektare hamparan hutan pinus ini memang sungguh memesona dan terlihat indah saat diabadikan. Dinginnya cuaca di tempat ini akan membuat pengunjung betah berleha-leha.


Kampung Adat Megalitikum dan Pesona Pantai

Selain alam, Sumba juga terkenal dengan kampung adat megalitikumnya. Tak salah bila Ferrari memilih kampung adat Praijing di Desa Tebara,Kecamatan Waikabubak mewakili Kabupaten Sumba Barat.

Kampung adat Praijing seluas 2 Ha memiliki 38 rumah adat yang didiami 4 suku yakni Suku Wola, Wejewa Mamodo Waipaida, Welawa Kurlbea dan Suku Tambe Wanokalad. Dahulu terdapat 42 rumah, namun kebakaran menghanguskan empat rumah di tahun 2.000.

Lazimnya kampung adat di NTT, Praijing pun mewakili tradisi megalitikum. Di kampung ini terdapat kubur-kubur batu.Rumah adat pun berbentuk panggung dengan atap berundak menjulang bak menara. Hampir di empat Kabupaten di Sumba,terdapat kampung adat megalitik.

Bicara pantai, pantai Ratenggaro menjadi salah satu pantai terindah di Sumba. Pantai ini berada persis di perkampungan adat megalitikum Ratenggaro. Pantai ini menghadirkan panorama laut biru dan pasir putih yang tampak indah saat sunset.

Tak heran pantai ini dipilih Ferrari menjadi salah satu lokasi foto mobil keluaran terbarunya. Wisatawan pun bisa berkuda di laut dan berkeliling pasir putihnya yang tampak seperti kristal.

Sumba Merupakan Sebuah Pulau di Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas wilayahnya 10.710 km dengan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m) di Kabupaten Sumba Timur.

Selain savana dan Kuda Sandelwood, pulau yang berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara ini terkenal akan kampung adatnya yang masih tradisional.

Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudera Hindia terletak di sebelah selatan dan barat. Sumba juga terkenal dengan Pasola, ketangkasan melempar lembing sambil menunggang kuda.

Tanah Marapu ini tercatat pernah disinggahi bangsa Eropa pada 1522. Meski begitu, Sumba tidak pernah dikuasai oleh bangsa manapun. Semenjak tahun 1866, pulau ikonik ini dikuasai oleh Hindia Belanda dan masuk wilayah Nusantara.

Berbagai kelebihan ini membuat Ferrari yang mengusung konsep mobil mewah dan berkelas memilih Sumba sebagai lokasi pemotretan Ferrari Portofino. Tunggangan berkelas ini mulai diperkenalkan ke khalayak saat gelaran Frankfurt Motor Show 2017.

Data tahun 2019, Ferrari Portofino dibanderol seharga kurang lebih Rp10 miliar off the road.Harga ini tergolong murah bila disandingkan dengan varian lainnya.


Simak Juga Video Pilihan Berikut:

Kubur Batu di Depan Pintu

Kematian di Tanah Seribu Batu Kubur

Liputan6.com 2012-10-29 00:27:00
(Warga suku Sumba sedang duduk santai sambil berbincang di sekitar makam di Desa Ratenggaro sebelum Festival Pasola tahunan. (AFP Photo/Romeo Gacad)

Liputan6.com, Pulau Sumba: Kematian bagi penganut kepercayaan nenek moyang Marapu di Tanah Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, adalah gerbang menuju langit keabadian dan pintu untuk menggapai alam surga. Orang Sumba percaya dalam perjalanan hidup, kematian hanyalah sebuah jeda fase yang harus diperlakukan secara istimewa. Keistimewaan itu dilatarbelakangi kepercayaan bahwa ruh adalah instrumen paling utama yang akan kembali kepada Mawulu Tau-majii Tau, Tuhan dalam konsep ajaran Marapu.

Batu-batu kubur yang nyaris berdiri tegak di setiap sudut desa adalah cermin betapa besar arti kematian bagi orang Sumba. Perbedaan hanya pada ukuran. Batu kubur keluarga bangsawan biasanya berukuran lebih besar dibanding masyarakat biasa. Tradisi memperlakukan jasad sesuai adat membutuhkan biaya yang tak sedikit. Itulah sebabnya prosesi penguburan dalam adat Sumba kerap terselenggara setelah kematian lewat sekian tahun.


Disemayamkan dalam rumah sebelum dikubur

Selama belum dikubur, jasad tetap disemayamkan di rumah duka keluarga. Keluarga Umbu Manggana, misalnya, bangsawan di Kampung Umabara, Umalulu, Sumba Timur, menggelar ritual kubur batu dalam waktu dekat. Ada empat jenazah yang akan dikubur, yakni umbu Retang Tamba, Umbu Balla Kapita, Umbu Tay Tangunami, dan Tamu Rambu Ipa Hoy. Jenazah rata-rata meninggal satu tahun hingga lima tahun silam. Paling lama adalah Umbu Retang Tamba yang meninggal 16 tahun silam. Dalam adat Marapu tak tabu menguburkan jenazah dalam satu liang bersama jasad yang telah lebih dulu tiada, khususnya pasangan suami istri.

Mereka meyakini ajaran Marapu bahwa sepasang suami istri akan abadi baik ketika hidup di dunia maupun setelah meninggal dunia. Nah, bagaimana prosesi selanjutnya proses penguburan jenazah menurut ajaran Merapu, Anda dapat menyaksikannya dalam tayangan video di bawah ini.(ADI/ADO)

Kendaraan Leluhur di Surga

Potret Menembus Batas: Anugerah Alam Sumba

Liputan6.com 2016-05-23 03:24:09
Kuda Sandelwood Pulau Sumba

Taman Masional Laiwangi Wanggameti, Sumba, Nusa Tenggara Timur menjadi hutan yang terjaga vegetasinya dan paling sempurna bagi tumbuhan dan binatang di Pulau Sumba.

15 Spesies burung menapaki takdirnya di sini. 8 Di antaranya endemik Sumba. Dan kakatua jambul oranye dan burung julang Sumba. Dua di antara yang terjaga.

Pengamatan kakatua Sumba atau cacatua suphurea citrinocristata, mulai intensif dilakukan di penghujung 90-an, seiring ditemukannya keunikan burung di mata para pengamat dunia. Tanpa dijaga, burung-burung akan punah.

Tegakkan pohon, air berlimpah dan burung adalah tiga hal yang tak terpisah.

Belantara menyimpan misteri. Semakin dalam memasuki hutan, semakin banyak yang ditemukan.

Sumba adalah savana dan kuda. Dan padang rumput adalah taman bermain paling menggembirakan bagi banyak satwa di Sumba.

Kuda-kuda menikmati kebebasannya. Memakan rumput sebanyak yang dimau. Demikian pula dengan mamalia lain.

Sejarah mencatat, kuda punya peran penting. Kuda telah menjadi alat transportasi sejak berabad silam. Kuda juga adalah bagian penting upacara adat.

Semakin banyak kuda seserahan, yang orang Sumba menyebutnya belis, maka semakin terhormatlah si pelamar perkawinan.


Kuda dan Kepercayaan

Orang Sumba percaya, kuda adalah tunggangan leluhur di surga.

"Kuda dilepas bebas, jadi otot terlatih. Makanan bervariasi dan ketika di padang bercampur dengan koloni lain, dari situ mereka bisa berperoduksi dan kawin silang. Jadi saya pikir tidak ada stres secara genetik untuk reproduksinya. Dan di sini kuda kan menjadi hewan yang secara adat bernilai tinggi. Jadi masyarakat sendiri akan sangat mengkonservasi kuda ini," Kata Yuli Sulistia Fitriana, peneliti mamalia.

Topografi berbukit mengakibatkan tanah di sini rentan erosi. Lahan kering hanya menjadi tempat yang subur bagi rumput dan ilalang. Padang savana yang luas tak terbatas.

"Rumput paling bisa bertahan dengan kondisi tanah sumba yang kering," ujar Alex Sumadijaya, peneliti rumput.

Rumput diyakini sebagai garda paling depan dan paling digdaya sebagai pengurai tanah berkapur dan kering di perbukitan Sumba. Rumput juga anugerah.

Saksikan selengkapnya keanekaragaman hayati Sumba yang ditayangkan Potret Menembus BatasSCTV, Minggu (22/5/2016), di bawah ini.

Perang Pasola di Wanokaka

Pasola Membuat Desa Terpencil di NTT Dikenal di Seluruh Dunia

Liputan6.com 2019-02-26 17:00:58
Pasola merupakan tradisi perang di atas kuda dengan menggunakan tongkat kayu yang disebut sola. Foto: Vice.com

Salah satu acara khas daerah Sumba adalah Festival Pasola. Di tahun ini, Pasola digelar di Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, NTT, Selasa (26/2/2019) siang. Acara tersebut melibatkan 200 ekor kuda.

Dilansir Antara, Selasa (26/2/2019), Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sumba Barat, Charles Herman Weru mengatakan para peserta yang terlibat dalam acara tersebut adalah mereka yang sudah terbiasa dengan acara pasola. "Mereka (para peserta pasola) sudah terbiasa dalam acara Pasola dan ini akan menjadi hal biasa buat mereka," terangnya.

Charles menambahkan pihaknya sudah memberi penjelasan pada mereka yang memiliki kuda. Mereka wajib untuk ikut dalam tradisi yang dilakukan setelah pemanggilan Nyale (cacing laut) oleh para Rato.


Rutinitas Tahunan

"Kegiatan pasola ini kan acaranya hanya satu tahun sekali di Wanokaka. Karena itu, bagi mereka pemilik kuda, bertarung di arena pasola adalah sebuah kewajiban," ujarnya.

Wanokaka adalah salah satu desa terpencil dan terpelosok di NTT yang berjarak sekitar 70-an kilometer dari Kota Waikabubak, ibu kota Kabupaten Sumba Barat. Berkat Pasola, desa terpencil itu kini dikenal banyak orang bahkan sampai ke seluruh dunia melalui para wisatawan mancanegara yang sempat menyaksikan acara Pasola di Wanokaka.

Menurut Charles, pelaksanaan Pasola sendiri sangat berkaitan dengan hasil panenan yang akan didapat oleh warga di Kecamatan Wanokaka. Hal tersebut juga diakui oleh Rato atau imam besar dari Kepercayaan Merapu, yaitu Rato Waigali Mawu Hapu.

Menurut Rato, kalau dalam kegiatan pasola ada yang menjadi korban seperti mengalami kecelakaan saat ditombak, akan memberikan hasil yang baik bagi hasil pertanian di daerah itu.

"Itu adalah kepercayaan kami. Namun, kepercayaan itu perlahan-lahan mulai memudar karena perkembangan zaman. Biasanya akan ada tumbal jika ada Pasola, tetapi itu sudah terjadi pada puluhan tahun yang lampau," ujarnya.

Saat ini, menurut Rato, peserta Pasola adalah masyarakat yang memang punya keinginan sendiri untuk turun bertarung di arena pasola. Itu karena masyarakat Wanokaka di Sumba Barat, NTT, tak mau budaya mereka punah atau terkikis.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sumba, Tanah Para Marapu

6 Fakta Menarik tentang Pulau Sumba, Tempat Kuda Poni Terbaik di Indonesia Berasal

Liputan6.com 2021-02-16 09:01:52
Pulau sumba dengan ekstis keindahan alam dan rumah adat di pinggir pantai.(Liputan6,com)

Sumba merupakan salah satu pulau yang terletak di bagian selatan Indonesia yang sangat terkenal akan keindahan alam, adat istiadat serta budayanya. Namanya mencuat menjadi salah satu destinasi favorit bagi wisatawan domestik dan mancanegara.

Sebagian besar lansekap Sumba didominasi padang rumput. Sebagai pulau yang masuk dalam kawasan Wallacea, Sumba kaya akan keragaman hayati. Tak hanya itu, pulau di Nusa Tenggara Timur seluas 10.854 km persegi ini juga merupakan satu dari 23 daerah burung endemik yang ada di Indonesia, dengan sembilan jenis endemik Sumba.

Namun, hal-hal menarik tentang Sumba tak hanya itu. Liputan6.com merangkum enam fakta di antaranya yang dikutip dari berbagai sumber, Kamis, 11 Februari 2021.


Tradisi Unik

1. TradisiCium Hidung

Tradisi unik yang bisa ditemukan ketika berkunjung ke Pulau Sumba adalah tradisi cium hidung atau "pudduk" (dalam bahasa Sumba Timur). Tradisi ini diwariskan secara turun temurun oleh leluhur orang Sumba.

Tradisi cium hidung bagi Orang Sumba merupakan simbol kekeluargaan dan persahabatan yang sangat dekat. Cium hidung juga merupakan simbol perdamaian bila ada pihak yang berseteru dan ingin berdamai.

Tradisi cium hidung dilakukan dengan cara menempelkan dua hidung yang mengisyaratkan bahwa dua individu seakan sangat dekat dan tidak ada jarak. Sepintas, mirip dengan cium hidung ala Suku Eskimo di Kutub Utara.

Walaupun sudah menjadi adat istiadat dan kebiasaan bagi Orang Sumba, tradisi ini tidak dapat dilakukan di sembarang tempat dan waktu, melainkan hanya dalam acara-acara tertentu. Di antaranya, saat prosesi perkawinan, pesta pernikahan, ulang tahun, hari raya besar keagamaan, pesta adat, kedukaan, dan acara perdamaian.

Di samping itu juga saat penerimaan tamu-tamu yang dianggap terhormat atau agung yang berasal dari wilayah Sumba. Lantas, bagaimana dengan tamu-tamu yang berasal dari luar Pulau Sumba? Tentunya boleh dilakukan tradisi ini, asalkan ada pemberitahuan terlebih dahulu.


2. Makna Kuda Bagi Masyarakat Sumba

Di Sumba, Nusa Tenggara Timur, tidak ada kuda yang dinamai. Alasannya karena kuda dipandang hampir sejajar dengan arwah nenek moyang.

Bagi masyarakat Sumba, ndara, nama setempat untuk kuda, bukan sekadar tunggangan. Kuda adalah kendaraan hidup yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan pribadi orang Sumba. Selain sebagai alat bantu transportasi, kuda juga digunakan sebagai syarat mas kawin pernikahan adat Sumba.

Kuda Sumba adalah berjenis kuda sandel wood atau sandel-hout, yang sebetulnya adalah Kuda Sandelwood Pony. Nama sandelwood sering dikaitkan dengan cendana yang pada masa lampau merupakan komoditas ekspor dari Pulau Sumba dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya. Konon, hewan ini memiliki moyang kuda arab yang disilangkan dengan kuda poni lokal untuk memperbaiki penampilannya.

Kuda sandelwod mempunyai ciri-ciri tinggi 110-130 cm, bentuk tubuh yang cukup serasi, tubuh bagian tengah agak pendek, dada cukup besar dan dalam, telinga agak kecil, suri dan kumba agak tebal, dan tipe kuda penarik ringan. Keistimewaan dari kuda ini terletak pada kecepatan dan daya tahannya sehingga menjadikannya salah satu kuda poni terbaik di Indonesia.

3. Perang Pasola, Atraksi Budaya Warisan Leluhur Sumba

Perang Pasola merupakan ritual adat yang selalu diadakan setiap Februari atau Maret di Indonesia Timur, tepatnya di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tanggal pastinya ditentukan oleh seorang Rato (tokoh adat). Tujuannya untuk merayakan musim panen serta memohon pengampunan.

Dalam tradisi ini, wisatawan bisa menyaksikan langsung atraksi perang tombak antarsuku dengan menunggang kuda. Tombak yang digunakan juga bukan tombak yang tajam, namun tetap saja akan ada yang terluka, entah Kuda tunggangan ataupun para peserta Pasola.

Setiap tetes darah yang jatuh akibat peperangan ini justru dianggap bisa membawa berkah. Semakin banyak darah yang jatuh ke tanah, semakin subur pula tanah mereka. Suara teriakan dan semangat dari peserta bagaikan musik yang mengiringi jalannya tradisi ini.

Konon, korban jiwa yang jatuh dalam tradisi ini ialah mereka yang mendapatkan hukuman dari Dewa karena melakukan suatu pelanggaran atau kesalahan. Kuda yang digunakan dalam tradisi ini juga bukan kuda sembarangan, melainkan kuda Sandalwood yang asli dari Sumba.


4. Kain Tenun Sumba Penuh Makna

Kain tenun sumba lahir dari kekayaan alam Sumba. Pewarnaannya menggunakan bahan alami seperti akar mengkudu, untuk mendapatkan warna merah, biru dari nila, cokelat dari lumpur, dan kuning dari kayu.

Proses pembuatannya bisa memakan waktu enam bulan hingga tiga tahun tergantung kerumitan motif. Tak heran bila kain tenun ini bisa dibanderol dengan harga yang mahal.

Mengutip Indonesia.go.id, Kamis, 11 Februari 2021, setiap motif yang terdapat pada kain tenun ini juga memiliki maknanya masing-masing. Motif kuda pada kain tenun Sumba, misalnya, melambangkan kepahlawanan, keagungan dan kebangsawanan karena kuda merupakan simbol harga diri bagi masyarakat Sumba. Motif yang lazim dijumpai lainnya seperti motif burung kakatua melambangkan persatuan.

Motif lainnya, seperti motif buaya dan naga, bermakna kekuatan dan kekuasaan raja, motif ayam melambangkan kehidupan wanita, serta motif burung, umumnya kakatua, melambangkan persatuan. Biasanya hanya raja dan ratu serta kalangan terdekatnya yang memakai motif ini.

5. Manu Pata'u Ni

Manu Pata'u Ni merupakan masakan yang terbuat dari ayam kampung yang dimasak dengan campuran santan. Disajikan secara terpisah, daging ayam kampunya dimasak hingga empuk dan bumbunya meresap hingga ke dalam.

Sajian ayam ini menjadi salah satu menu khas yang sering disuguhkan untuk tamu yang datang. Masyarakat Sumba biasanya menyajikan hidangan ini dengan dua cara. Pertama, ayam bisa diberikan pada tamu, kemudian tamu akan merobek salah satu bagian ayam misalnya paha. Bagian inilah yang akan dikembalikan oleh tamu kepada tuan rumah.

Sisanya untuk tamu dan jika tak habis, tamu harus membawa pulang sisa makanan tersebut. Cara ini berasal dari filosofi budaya zaman dulu yang bermaksud saling menghargai dan tidak menyisakan makanan agar rezekinya terus lancar.


6. Sumba dan Sumbawa adalah Pulau yang Berbeda

Karena namanya yang mirip, banyak orang yang menyangka Sumba dan Sumbawa merujuk tempat yang sama. Padahal, Sumba termasuk golongan pulau besar yang secara administrasi terdata sebagai bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur atau NTT. Sementara, Sumbawa adalah pulau yang tercatat sebagai bagian wilayah Nusa Tenggara Barat atau NTB.

Keduanya ada di pulau yang berbeda. Sumbawa lebih dekat dengan Lombok, sedangkan Sumba, berada di bagian bawah Pulau Flores atau berada di bagian selatannya.

Selain itu, sama-sama identik dengan keindahan alamnya, seperti Sumba memiliki destinasi wisata unggulan yang belakangan sangat kesohor. Namanya Bukit Wairinding. Bukit itu terdiri atas lapisan hamparan padang rumput yang luas. Biasanya, orang yang datang akan berfoto saat matahari terbit atau terbenam.

Bentang alam yang eksotis ini mampu mengangkat Sumba ke layar lebar. Beberapa sineas sempat membingkainya dalam film yang diputar di layar lebar. Seperti dalam film "Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak", "Pendekat Tongkat Emas", dan "Susah Sinyal".

Sementara, Sumbawa memiliki pulau tak berpenghuni bernama Kenawa yang tak kalah kesohor. Pulau ini sepi dan sama sekali tak ditempati penduduk. Namun, pemandangannya sangat indah. Ada bukit kecil di tengah pulau. Bukit ini menjadi ikon Kenawa. (Melia Setiawati)


Strategi Tekan Kasus Covid-19

 


Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Nihiwatu, Kemewahan Surgawi

Nihiwatu, Antara Petualangan Aktif dan Kemewahan Mutlak

Liputan6.com 2016-07-19 08:00:00
Liputan6.com / IG / NIHISumba

Nihiwatu yang berlokasi di Desa Hobawawi, Wanukaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Barat baru saja dipilih menjadi hotel terbaik dunia melalui ajang "World Best Awards". Meraih skor nyaris sempurna yakni 98.35, Nihiwatu mengalahkan banyak hotel mewah bertaraf internasional, seperti The Spectactor di Charleston, South Carolina dan Huka Lodge di Taupe, Selandi Baru.

Menurut informasi yang diterima Liputan6.com, Senin (18/7/2016), banyak alasan mengapa hotel ini dinobatkan sebagai yang terbaik di dunia, salah satunya karena hotel ini menawarkan perpaduan antara petualangan aktif dan kemewahan mutlak, yang serasi bersama dengan unsur-unsur budaya lokal.

Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam jumpa pers yang digelar di Balairung Soesilo Soedarman, Kementerian Pariwisata mengatakan, "Dilihat dari daftar pemenang, tren pariwisata saat ini menuju ke ecotourism yang melestarikan budaya lokal. Sebetulnya, di Indonesia banyak hotel yang menerapkan konsep ini. Saya bangga Nihiwatu menjadi contoh sukses ecotourism yang saat ini kita coba terapkan di Indonesia."


Rumah di Atas Pohon

Nihiwatu sendiri memiliki vila tiga kamar yang berbentuk rumah pohon, terletak di atas tebing, menghadap langsung Samudera Hindia. Selain itu, ada lebih dari 33 akomodasi vila dengan kolam renang pribadi serta pemandangan indah ke Pantai Nihi. Tak hanya itu, beragam aktivitas wisata juga bisa dilakukan di resor, mulai dari paket "safari spa" seharian penuh sampai eksplorasi pulau.

Wisatawan dapat treking menuju beberapa air terjun tersembunyi, persawahan yang indah, juga desa lokal dan desa seniman. Ada pula piknik makan siang komplit dengan jamuan kelapa segar yang baru jatuh dari pohon.

Occy's Left, private beach yang letaknya tidak jauh dari Nihiwatu merupakan spot selancar ternama di kalangan peselancar profesional. Tempat berselancar ini jauh dari hiruk pikuk seperti halnya pantai-panti mainstrem lain yang ada di Bali.

Dalam kesempatan yang sama, James McBride, Managing Partner Nihiwatu mengatakan, "Penobatan Nihiwatu sebagai resor terbaik di dunia menjadi momen yang membanggakan tidak hanya bagi Nihiwatu, tetapi juga untuk masyarakat Sumba dan bangsa Indonesia. Kami memperluas pemahaman kami mengenai persepsi umum akan sebuah resor surgawi, dan kini telah menciptakan sebuah destinasi yang memiliki rekam jejak geografi yang kuat, dengan ruang gerak yang sangat luas, yang memungkinkan para tamu untuk berkelana di keliaran alam Sumba."

Kitab Suci dalam Selembar Tenun

Menyingkap Makna Tersirat di Balik Kain Tenun Sumba

Liputan6.com 2019-08-18 17:30:00
Mama Adriana Rambuadji membuat kain tenun di Desa Adat Prailiu, Sumba Timur, NTT, Sabtu (15/12). Harga kain tenun Sumba tergantung tingkat kesulitan, waktu pembuatan, dan sejarahnya. (Liputan

Sumba merupakan salah satu destinasi wisata yang kerap dikunjungi, baik oleh turis domestik maupun mancanegara. Keindahan alam sabana yang ditawarkan oleh pulau yang ada di Nusa Tenggara Timur ini memang memikat.

Tak hanya keindahan alam yang dapat kita nikmati, Sumba juga kaya akan warisan budayanya. Salah satu yang paling terkenal adalah kain tenun sumba.

Kain tenun sumba lahir dari kekayaan alam Sumba. Pewarnaan kain Sumba yang menggunakan bahan alami seperti akar mengkudu, serat kayu hingga lumpur serta pemilihan motif yang unik merepresentasikan budaya Sumba yang spesial.


3 Tahun Proses

Proses pembuatannya bisa memakan waktu hingga tiga tahun lamanya membuat kain ini istimewa. Tak heran bila kain tenun ini bisa dibanderol dengan harga yang mahal.

Dikutip dari Mongabay.co.id, Jumat, 16 Agustus 2019, proses pembuatan satu helai kain ini mencapai 42 tahap. Pembuatan dimulai dari meramu tumbuhan dan hewan sebagai pewarna, dilanjutkan dengan proses pengikatan menggunakan daun gewang dan proses penjemuran.

Setiap motif yang terdapat pada kain tenun ini juga memiliki maknanya masing-masing. Contohnya, motif kuda pada kain tenun Sumba melambangkan kepahlawanan, keagungan dan kebangsawanan karena kuda merupakan simbol harga diri bagi masyarakat Sumba. Posisi kuda dianggap hampir sejajar dengan arwah nenek moyang.

Motif lainnya seperti motif buaya dan ayam memiliki makna kekuatan dan kehidupan wanita, biasanya hanya raja dan ratu serta kalangan terdekatnya yang memakai motif ini. Motif yang lazim dijumpai lainnya seperti motif burung kakatua melambangkan persatuan.


Berperan di Segala Aspek Kehidupan

Keistimewaan kain tenun Sumba tidak berhenti sampai di situ,. Kain tersebut tidak hanya digunakan untuk keperluan sehari-hari, tetapi berperan penting dalam penyambutan kelahiran, perayaan pernikahan, hingga pengantar orang yang sudah meninggal.

Bagi orang yang sudah meninggal, mereka akan dibaluti dengan kain bermotif udang. Udang dimaknai sebagai kebangkitan setelah kematian dan kehidupan abadi setelah dari dunia fana.

Setiap helai benang pada kain tenun ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat Sumba. Hal ini diungkapkan oleh Fidelis Tasman Amat, anggota kelompok penenun Lukamba Nduma Luri.

"Memang jika dilihat benang tak berarti, namun jika dipintal dengan seni yang tinggi akan menghasilkan tenun yang begitu indah. Ternyata, sehelai benang tersebut mempunyai arti besar dalam kehidupan kami," ujar Fidelis kepada Fimela.com.

Lukman menambahkan bahwa kain tenun sumba ini memberikan kesempatan kepada warga Sumba untuk menyekolahkan anak-anak dan memberi makan keluarga. Proses pengerjaan yang lama serta penuh kesabaran ini membuat nilai dari sehelai kain tenun Sumba tidak hanya dilihat dari nominalnya, tetapi dari makna setiap untaiannya pula. (Novi Thedora)


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Jokowi Bangga Budaya Sendiri

Tenun Indah dalam Pakaian Adat Sabu yang Dikenakan Jokowi

Liputan6.com 2020-08-14 11:31:47
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenakan pakaian adat dari Pulau Sabu, NTT di sidang tahunan MPR 2020. (dok. Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) hadir pada Sidang Tahunan MPR RI 2020 dan Pidato Kenegaraan pada Jumat (14/8/2020). Penyampaian pidato di momen ini dalam rangka HUT ke-75 Kemerdekaan RI yang dilaksanakan di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta.

Berdasarkan keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Jokowi tiba di Gedung Nusantara sekitar pukul 08.25 WIB. Ia tampak dalam balutan pakaian adat khas Sabu, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pulau Sabu sendiri merupakan pulau terdepan di bagian ujung selatan Indonesia. Kehadiran Jokowi disambut oleh Sekretaris Jenderal MPR Ma'ruf Cahyono, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti.

"Dengan mengenakan pakaian adat ini, Presiden Joko Widodo hendak mengajak masyarakat untuk mencintai produk-produk Indonesia yang dikenal kaya akan seni kriya, tenun, serta kebudayaan Nusantara," ujar Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono, kepada Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden.

Sementara, Jokowi terlihat mengenakan atasan lengan panjang dan bawahan panjang yang sama-sama bernuansa hitam. Rangkaian pakaian adat hadir dalam sentuhan hitam dan corak emas yang menghiasi.

Sebut saja dua selendang yang disampirkan di bahu kanan dan kiri Jokowi dengan pemakaian yang disilang. Lalu, ada pula ikat pinggang bernuansa emas yang turut melingkari. Bawahan hitam juga dipadu dengan kain tenun khas Sabu Raijua dengan motif mawar dan warna bernuansa senada. Adapun kain ini dibuat dari pewarna alami.


Terapkan Protokol Kesehatan

Tampak pula penggunaan kalung emas bulat lengkap dengan ikat kepala berbentuk segitiga, masih dengan warna hitam dan corak emas yang sama. Tak lupa, Jokowi mengenakan masker hitam sebagai penerapan protokol kesehatan di masa pandemi.

Lewat kesempatan ini, Jokowi menyampaikan pidato Penyampaian Laporan Kinerja Lembaga-Lembaga Negara dan Pidato dalam rangka HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia. Sidang Tahunan MPR RI serta Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI tersebut digelar dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Kehadiran secara fisik para anggota MPR dan tamu undangan dibatasi agar dapat menjalankan protokol menjaga jarak dengan baik. Sebagian lainnya mengikuti jalannya sidang melalui konferensi video.


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: