COVID-19 Lebih Mematikan di Indonesia?

Pandemi Melanda Dunia, tapi Mengapa COVID-19 Kini Lebih Mematikan di Indonesia?

Liputan6.com 2021-07-26 03:48:50
Tenaga medis merawat pasien Covid-19 di tenda yang didirikan di luar rumah sakit di Bogor pada 29 Juni 2021, saat infeksi melonjak di Indonesia. Provinsi yang cukup banyak mengalami kematian

Kita tidak sedang baik-baik saja, Kawan. COVID-19 terus jadi ancaman. Indonesia, negara yang kita cintai sepenuh hati, kini dijuluki sebagai episentrum baru COVID-19, setidaknya di Asia.

Predikat itu pastinya tidak menyenangkan. Tapi, data yang bicara. Angka penambahan kasus harian di sini lebih banyak dari negara-negara lain, bahkan melampaui India yang beberapa bulan lalu kita amati dengan ngeri dari jauh.

Berdasarkan data Worldometer pada Minggu 25 Juli 2021, Indonesia ada di posisi kedua setelah Amerika Serikat, dengan angka penambahan kasus sebanyak 295.071 dalam tujuh hari terakhir.

Jika itu masih dianggap biasa-biasa saja, ada data lain yang menunjukkan, penambahan angka kematian akibat COVID-19. Di situ, Indonesia jadi 'juara dunia', di atas Rusia, jauh melampaui Meksiko, Iran, Bangladesh, India dan Thailand.

Apa yang membuat kasus COVID-19 melonjak dan angka kematian tinggi di Indonesia?

Menurut Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, kematian sejatinya adalah indikator keseriusan situasi pandemi di suatu negara atau wilayah. Bahkan, kata Dicky, hilangnya satu nyawa saja merupakan indikator kegagalan pengendalian pandemi atau wabah.

"Kematian kita sangat tinggi, karena apa? Karena gagal dalam menemukan kasus-kasus infeksi ini sejak awal, secara dini, secara cepat di masyarakat. Termasuk kaitannya dengan kapasitas testing dan tracing kita," kata peneliti di Global Health Security Policy di Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia itu kepada Liputan6.com. Atau dengan kata lain, kematian adalah 'indikator telat'.

Padahal, ia menambahkan, pandemi bukan baru saja terjadi. Sudah 16 bulan! Indikator lain adalah test positivity rate, yang dihitung dengan membandingkan jumlah orang yang positif dengan jumlah orang yang diperiksa.

Dicky mengungkapkan,test positivity rate Indonesia sejak pandemi itu selalu di atas 10 persen. Bahkan dalam beberapa waktu terakhir sudah di atas 20 persen. "Dan itu sangat berbahaya, karena mengindikasikan bahwa kita gagal dan tidak bisa menemukan sebagian besar kasus infeksi. Dan itu berkontribusi pada angka kematian yang tinggi," tambah dia.

Berdasarkan angka, kasus kematian akibat COVID-19 di Indonesia di atas 1.000. Namun, data tak selalu menunjukkan fakta. Bisa jadi lebih besar dari itu.

Pada 25 Juli 2021, John Hopkins Coronavirus Resource Centre menyebut, case-fatality ratio COVID-19 atau rasio fatalitas per 100 kasus terkonfirmasi, Indonesia ada di angka 2,7 persen, di urutan ketujuh. Sementara, untuk kematian per 100.000 populasi (baik yang sehat maupun sakit), Indonesia ada di urutan ke 14 dengan angka 30,30.

Dicky menambahkan, membandingkan data kematian antar negara tidak bisa apple to apple. Apalagi sistem laporan kita tidak bisa dibandingkan dengan negara lain, misalnya Inggris atau Australia.

Menurutnya, setiap kematian akibat COVID-19 seharusnya jadi pembelajaran penting buat Indonesia. "Di negara-negara tetangga kita seperti Singapura dan Vietnam, itu menjadi studi kasus, pembelajaran. Kenapa dia sampai meninggal? Apa yang menyebabkan, apakah testing dan tracing yang lambat dan tidak terdeteksi atau komorbid?" kata pria kelahiran Jawa Barat itu.

Dicky menambahkan, sebenarnya pasien COVID-19 dengan komorbid bisa diselamatkan, asal kapasitas testing dan tracingIndonesia memadai, sehingga tidak sampai meninggal, karena cepat ditemukan untuk mendapatkan perawatan.

"Jadi komorbid-komorbid ini sebetulnya tidak masalah kalau misalnya dia ada komorbid, terinfeksi (COVID-19) juga. Enggak akan harus menyebabkan dia meninggal. Tapi, syaratnya ya cepat ditemukan," kata dia.

Jangan langsung mengaitkan kematian akibat COVID-19 dengan komorbid. Tidak selalu begitu. "Nah, ini yang terjadi adalah kombinasi dia punya komorbid dan terlambat ditemukan juga karena kapasitas 3T kita yang rendah dan lemah, sehingga ini yang memperparah situasinya," tambahnya.

Sementara itu, dokter Kamil Muhammad, inisiator Pandemic Talks, sebuah platform informasi dan data tentang COVID-19 Indonesia, menilai, pendataan di Indonesia belum sesuai dengan kenyataan. Banyak biasnya.

"Indonesia melaporkannya tidak sesuai dengan standarisasi yang direkomendasikan, misalnya dari WHO. Standarisasi definisi misalnya, laporan kematian itu kan sampai sekarang belum diganti, yakni kematian yang terkonfirmasi plus suspect. Indonesia kan tidak pernah melaporkan suspect. Itu yang bikin bias," jelas Kamil ketika dihubungi Liputan6.com.

Itu mengapa, dia menambahkan, margin of error-nya lebar. Sementara di Amerika Serikat dan Inggris, suspect dimasukkan laporan kematian.

Jawaban versi pemerintah disampaikan Koordinator PPKM Darurat, Luhut Binsar Pandjaitan. Ia mengungkapkan, dari hasil penelitian tim di lapangan, angka kematian akibat COVID-19 meningkat karena beberapa faktor. Yakni, kapasitas RS yang sudah penuh, pasien yang ketika datang saturasinya sudah buruk, serta meninggal karena tidak terpantau ketika melakukan isolasi mandiri di rumah.

"Rata-rata pasien yang meninggal menderita komorbid atau belum menerima vaksin," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu pada Minggu 25 Juli 2021.

Dan, ada lagi fakta yang tak bisa dielak. Di tengah pandemi COVID-19, tak semua orang yang kena penyakit itu bisa dirawat di rumah sakit. Banyak yang terpaksa atau memilih isolasi mandiri atau isoman. Saat sakit makin parah, tak sedikit yang meninggal di rumah.


Sendirian hingga Napas Penghabisan

Tak semua pasien COVID-19 yang isoman seberuntung Zulfikar Abubakar dan Wawan Isab Rubiyanto. Fikar, yang dinyatakan positif pada 20 Juli 2021 kini tinggal di lantai dua rumahnya. Masih ada sang istri di lantai bawah yang menyediakan makanan. Saudara-saudaranya yang khawatir mengirimkan obat-obatan serta vitamin, inhaler, juga tabung oksigen kosong kalau-kalau diperlukan.

Pak RT yang tanggap segera mengisi tabung itu hingga penuh dan siap pakai. "Tetangga juga pada mendukung. Bergantian kirim makanan," kata dia.

Sementara, Wawan tinggal sendirian di rumah sejak 3 Juli 2021. Hasil tesnya belum juga negatif sejak itu. Istri dan anak-anaknya diungsikan ke rumah mertua yang tak jauh dari sana. Kiriman makanan rutin diterimanya tiap pagi. Ia juga mendapat bantuan beras dan mi instan dari para tetangga.

Masa-masa paling berat buat Wawan adalah ketika gejala yang dialaminya lumayan parah. Lidah hambar, penciuman hilang, mumet berat dan sesak napas. Itu 2-3 hari setelah dinyatakan positif. "Saat itulah saya merasa takut," tambah dia.

Untungnya kondisinya itu sekarang membaik. Ada hal menguntungkan lain buat Wawan dan Fikar: keduanya sudah divaksin, dosis lengkap, jauh sebelum kena COVID-19.

Berdasarkan data situs vaksin.kemkes.go.id, ada 208.265.720 sasaran vaksin yang terdiri atas tenaga kesehatan, lanjut usia, petugas publik, masyarakat rentan, dan masyarakat umum, termasuk yang berusia 12-17 tahun.

Hingga 25 Juli 2021 pukul 18.00 WIB, baru 44.551.337 atau 21,39 sasaran vaksin yang mendapatkan suntikan pertama.

Sementara, yang sudah mendapat suntikan kedua persentasenya lebih kecil lagi, 8,61 persen atau sebanyak 17.933.565 orang.

Data laporcovid19.org mencatat, sejak Juni hingga 25 Juli 2021, ada 2.670 kematian akibat COVID-19 isolasi mandiri dan di luar rumah sakit. Kasus paling banyak dilaporkan di Jakarta.

Di antaranya, ada seorang pasien positif Covid-19 yang sedang isolasi mandiri di sebuah apartemen di Ciputat, Tangerang ditemukan meninggal dunia pada 10 Juli 2021. Usianya masih muda, 25 tahun. Tinggal sendirian, ia tak terpantau saat kondisinya memburuk.

Sementara, pria asal Korea Selatan berusia 89 tahun meninggal dunia saat isolasi mandiri di unit Apartemen Prapanca, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia sebenarnya tinggal bersama sang putra, yang kala itu pindah sementara ke tempat lain untuk menghindari penularan COVID-19.

"Besarnya angka kematian isoman dan di luar RS di DKI Jakarta bukan berarti tingkat kematian di daerah lain lebih rendah," demikian penjelasan yang menyertai data itu, seperti dikutip dari laporcovid19.org.

Sejauh ini, baru Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang secara resmi mau terbuka, mendata dan memberikan data kematian pasien isomannya. Sehingga, bisa dianggap data yang ada di Jakarta sudah mendekati situasi nyata. " Di daerah lain masih seperti fenomena puncak gunung es." Padahal, keterbukaan sejatinya adalah kunci menyelesaikan masalah.

Inisiator Lapor Covid19, Irma Hidayana, mengatakan, di antara warga yang meninggal ketika isoman, ada beberapa orang yang sebelumnya ditolak rumah sakit. Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) dan LaporCovid19 pun mendesak pemerintah serius menyingkap data kematian ketika isolasi mandiri kepada publik sekaligus membenahi upaya penanganan wabah untuk mencegah kejadian kematian serupa berulang.

Sebelumnya, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban, telah mendesak pemerintah memperbanyak rumah sakit darurat atau rumah sakit lapangan demi merawat pasien COVID-19 dengan gejala ringan hingga tanpa gejala atau OTG.

Zubairi menilai, kebijakan tersebut untuk mengantisipasi warga positif COVID-19 meninggal dunia saat isoman. Selain itu, dia menyarankan agar pasien COVID-19 yang boleh isoman mesti memiliki hasil rontgen paru dengan kondisi normal dan juga saturasi oksigen yang baik.

"Karena banyak pasien dengan keluhan berat tidak bisa masuk ke rumah sakit. Artinya, tidak 100 persen pasien Covid-19 itu sebenarnya boleh isoman begitu saja," tulis prof. Zubairi di Twitter pribadinya, Minggu (18/7/2021).

Di sisi lain, dalam temuan kasus-kasus di lapangan, dr. Hadianti Adlani Sp.PD KPTI, mengungkapkan, kondisi sekarang cukup memprihatinkan, karena yang datang ke rumah sakit belakangan ini, rata-rata sudah menjalani isoman di rumah dengan proses yang tidak diketahui apakah sesuai dengan standar. Informasi tentang standar isoman sendiri sesungguhnya sudah cukup banyak beredar luas.

Jika tak sesuai standar, kata Hadianti, itu turut memengaruhi perjalanan penyakit COVID-19 yang diderita sang pasien. Terlebih, pasien tersebut memiliki komorbid atau penyakit penyerta.

"Penyakit komorbid itu apa? Yaitu penyakit-penyakit yang sudah diderita sebelum terkena COVID-19, yang sudah menahun diderita antara lain seperti, hipertensi, diabetes melitus atau kencing manis, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan penyakit-penyakit seperti kanker, asma. Itu pastinya akan memengaruhi perjalanan penyakit COVID-19 yang dideritanya juga," terang Hadianti ketika dihubungi Liputan6.com.

Hadianti sendiri diketahui merupakan dokter spesialis penyakit dalam, konsultan penyakit tropik-infeksi, yang fokus menangani penyakit infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Dalam penanganan COVID-19 selama ini, dia mengaku menemui sejumlah kasus di mana pasien yang isoman tidak menyadari dirinya memiliki komorbid, hingga akhirnya berujung pada kematian.

Ia menambahkan, perburukan kondisi COVID-19 yang diperkirakan berkaitan dengan varian Delta, terjadi pada hari-hari ketujuh sampai sepuluh.

"Jadi bisa kita bayangkan, dia sudah satu minggu di rumah tanpa tahu ada penyakit komorbid atau tidak, tiba-tiba terjadi perburukan, dibawa ke rumah sakit, kita periksa lengkap, ternyata dia sudah ada komorbid-komorbid yang saya sebutkan tadi," bebernya.

Komorbid terbanyak adalah hipertensi dan kencing manis. Selain dua itu, pada usia dewasa muda, ada lagi obesitas atau kegemukan. "Kalau ada obesitas, ini sekarang menjadi pantauan kita. Karena secara mekanisme penyakitnya dia juga sudah punya kondisi yang untuk terjadi implamasi di tubuhnya itu sudah cukup berat juga apalagi kalau dia terkena dengan infeksi COVID-19," tambah Hadianti.

Sayangnya, di Indonesia obesitas tidak masuk dalam kategori komorbid. Angka penduduk obesitas di Indonesia juga belum terdata dengan baik dan belum dianggap sebagai suatu masalah. Padahal, di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Italia, dan Jepang, obesitas menjadi komponen komorbid.


Setelah Delta, Waspada Varian Baru

Di Indonesia, banyak ditemui kasus pada pasien COVID-19 tanpa komorbid yang berujung pada kematian. Menurut dr. Hadianti Adlani Sp.PD KPTI, komorbid memang bukan satu-satunya penyebab utama pasien COVID-19 meninggal dunia. Jika meninggal tanpa komorbid, kata Hadianti, kemungkinan karena mekanisme penyakitnya.

"Jadi kan mekanisme infeksi itu tergantung tiga hal. Pertama, respons imun dari pasiennya dalam menghadapi infeksi. Kedua, faktor dari virusnya. Berapa banyak virus ada di dalam tubuhnya. Kita sebut sebagai viral load. Semakin banyak virusnya, tentu infeksinya semakin berat. Ketiga, lingkungan. Bagaimana paparan terhadap pasien tersebut terjadi beberapa kali atau berulang. Kalau terjadi berulang-ulang kali tentu penyakitnya jadi semakin berat," papar dokter yang berdinas di RSUD Tangerang Selatan ini.

Tiga komponen itu mutlak harus diperhatikan. Tak hanya dari sisi pasien. "Jadi, banyak faktor yang harus kita perhatikan, apapun itu infeksinya. Apalagi di COVID-19 yang transmisinya cepat sekali. Di varian Delta ini bisa enam sampai delapan kali dibanding dengan yang (COVID-19) klasik dulu, itu penyebarannya tiga sampai lima kali," ucap Hadianti.

Hadianti mengungkapkan, dalam beberapa kasus yang dia temui di lapangan belakangan ini, jumlah kematian pasien COVID-19 dengan atau tanpa komorbid perbedaannya sekarang tidak mencolok. Padahal, di awal-awal pandemi, perbedaannya jelas, di mana kondisi komorbid sangat memengaruhi hingga akhirnya berujung kematian pada pasien.

Di awal-awal pandemi yang masih COVID-19 klasik, kata Hadianti, di mana belum terjadi mutasi, pasien-pasien dengan komorbid angka kematiannya tinggi. Data nasional sejauh ini mencatat pada pasien hipertensi kematian sebesar 13,4 persen, kencing manis 11,8 persen, dan penyakit jantung 7,8 persen. Tapi, data pasien obesitas belum tercatat.

Dia berpendapat, kasus-kasus kematian tanpa komorbid yang ditemuinya kemungkinan merupakan pasien yang terinfeksi COVID-19 varian Delta. Namun, itu masih berdasarkan analisanya, sebab data pastinya belum diketahui.

"Kalau kita lihat dari gejala, kemudian kondisi pemeriksaan PCR-nya, hasil nilai CT Scan-nya. Kalau kita boleh anggap itu ke arah varian Delta, itu mendukung untuk kondisi ini (kematian tanpa komorbid)," imbuh Hadianti.

Menurut Hadianti, dinamika perubahan COVID-19 ini akibat adanya mutasi serta akibat ulah manusianya juga dengan mobilitas. Dia memprediksi, COVID-19 akan ada selama mobilitas tinggi, karena manusia sebagai host atau inang tempat virus itu hidup. "Jadi, bisa dibayangkan kapan COVID-19 ini bisa selesai, kalau manusia atau kitanya tidak memutus rantai penyakit dari diri kita."

Pada Minggu, 25 Juli 2021, Presiden Joko Widodo mengumumkan, pemerintah memperpanjang PPKM Level 4 dengan berbagai pertimbangan, termasuk dengan kemungkinan munculnya varian baru COVID-19.

"Kita harus selalu waspada, ada kemungkinan dunia akan menghadapi varian lain yang lebih menular," tutut Jokowi dalam konferensi pers virtual.

Dunia memang belum lepas dari ancaman COVID-19. Kita pun tak boleh jumawa.

Apa yang terjadi di Amerika Serikat bisa jadi pelajaran. Setelah mengalami penurunan tajam di awal Juni 2021, belakangan angka COVID-19 di Negeri Paman Sam meningkat.

Peningkatannya lumayan tajam, 65 persen dalam 1 pekan. AS berada di posisi pertama di daftar penambahan kasus tertinggi di dunia dalam seminggu. Disusul Indonesia.

"Kita menuju ke arah yang salah," kata dokter dan pakar imunologi asal Amerika Serikat, Anthony Stephen Fauci dalam wawancaranya dengan CNN.

Peningkatan kasus itu, menurut Fauci, dipicu banyak orang yang sebenarnya rentan namun tak mau divaksinasi. Data Centers for Disease Control and Prevention atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, hanya sekitar 49,1 persen warga AS yang sudah divaksin dengan dosis penuh.


INFOGRAFIS

Dalang Jokowi End Game

Mengungkap Dalang Seruan Demo Jokowi End Game

Liputan6.com 2021-07-25 07:08:22
Ilustrasi Demo. (Freepik)

Kabar adanya rencana aksi demo di Istana Negara bertajuk Jokowi End Game viral di media sosial. Aksi itu disebut dilakukan sejumlah elemen masyarakat untuk menolak perpanjangan PPKM Darurat.

Melalui selebaran yang dilihat Liputan6.com, aksi bertajuk Jokowi End Game digelar pada Sabtu 24 Juli 2021. Aksi demo ke jalan ini disebut akan dilakukan long march mulai dari Glodok sampai di titik kumpul Istana Negara.

Untuk mengantisipasi itu, polisi bersiap dengan menurunkan personel gabungan sebanyak 3.385 orang. Ribuan personel itu sudah mulai disiagakan sejak pagi dan disebar ke sejumlah titik di Jakarta.

"Iya sudah mulai jam 07.00 pagi tadi sudah siaga. Ada di sekitaran Monas sampai sekitar DPR juga," jelas Karo Ops Polda Metro Jaya Kombes Marsudianto saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (24/7/2021).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus sebelumnya menyebut, aksi itu adalah hoaks. Dia meminta jangan ada pihak yang terprovokasi hal tersebut dan tidak egois dan melihat kondisi pandemi Covid-19 yang belum terkendali. Dia meminta kepada mereka untuk melihat kapasitas rumah sakit yang penuh dengan pasien Covid-19.

"Silakan kalau mau menyampaikan pendapat datang ke Polda Metro akan kita terima. Secara bijak untuk kita bisa hindari kerumunan supaya jangan jadi klaster lagi. Lihat rumah sakit kuburan udah penuh. Apa mau diperpanjang lagi PPKM ini. Sementara masyarakat mengharapkan supaya bisa relaksasi," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jumat 23 Juli 2021.

Polda Metro Jaya tengah memburu otak di balik penyebaran informasi di media sosial tentang seruan aksi nasional bertajuk 'Jokowi End Game'. Aksi demo yang dijadwalkan pada 24 Juli 2021 itu salah satunya untuk menolak kebijakan (PPKM).

"Nanti kita cari," kata Yusri Yunus kepada wartawan, Sabtu (24/7/2021).

Yusri menyakini informasi yang tersebar melalui media sosial adalah tidak benar. Sebab, petugas telah mengkonfirmasi kabar itu kepada organisasi masyarakat maupun ojek online bahwa mereka tidak terlibat dalam seruan aksi demo tersebut.

"Banyak flyer yang beredar di media sosial untuk mengajak demo di Jakarta. Beberapa organisasi seperti ojol dan organisasi yang lain mengatakan tidak ikut karena mereka sadar bahwa Jakarta ini tinggi angka Covid-19," ungkap Yusri.

Dia mengharapkan masyarakat bersabar dan mematuhi aturan PPKM Level 4 di Ibu Kota. Hal itu bertujuan agar setelah selesai dilaksanakan pada 25 Juli besok, pemerintah dapat memberikan kebijakan relaksasi.

"PPKM Level 4 sampai tanggal 25 besok harapan pemerintah akan melakukan relaksasi jika positivity rate turun, BOR di rumah sakit turun, Insyaallah akan terjadi, jadi relaksasi berjalan," imbuhnya.


Ungkap 2 Kelompok Dalang Demo

Sementara itu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meminta rencana demo dan long march Jokowi End Game dilakukan secara virtual. Mahfud menyebut penyampaian aspirasi selama masa pandemi lebih baik tanpa demo di jalanan, melainkan melalui webinar hingga lewat media sosial.

"Pada prinsipnya pemerintah itu terbuka dan merespons segala aspirasi masyarakat, namun sebaikmya aspirasi dalam pandemi dsampaikan melakui jalur komunikasi sesuai prokes, misalnya melalui virtual meeting, webinar, dialog-dialog di televisi, happening art yang menjaga protokol kesehatan, melalui media sosial, dan sebagainya," kata Mahfud dalam konferensi pers daring, Sabtu (24/7/2021).

Dia mengungkap rencana demo Jokowi ini didalangi dua kelompok. Yaitu kelompok murni dan tidak murni. Mahfud meminta masyarakat hati-hati terhadap kelompok tidak murni yang dinilainya hanya memanfaatkan situasi.

"Ada kelompok tidak murni, masalahnya hanya ingin menentang saja memanfaatkan situasi, apa pun keputusan pemerintah diserang, itu ada. Kita harus hati-hati karena kelompok ini selalu melakukan provokasi dan menyatakan setiap kebijakan pemerintah itu salah," kata Mahfud.

Dia juga mengakui ada kelompok murni yang berdemo karena masalah ekonomi selama PPKM.

"Ada aspirasi masyarakat yang murni karena memang iya saya takut Covid-19 tapi gimana ekonomi? Itu aspirasi murni. Pemerintah mendengar aspirasi itu dan jadikan pertimbamgan," jelas Mahfud.

Mahfud mengaku pemerintah juga mengalami banyak dilema dalam memutuskan PPKM darurat dan penanganan Covid-19 di Indonesia.

"Ada dilema yang sangat kita rasakan dalam menangani Covid-19 ini," katanya.

Namun, ia mamastikan pemerintah mengambil kebijakan secara terbuka dan melalui berbagai analisis dan data.

"Tentu dilakukan dengan berbagai metode-metode ilmiah agar masalah ini bisa segera selesai," kata Mahfud.

Ia pun meminta agar masyarakat tetap tenang dan menjaga ketertiban selama pandemi.

"Mari jaga negara ini agar tetap menjadi kondusif sambil berusaha bersama-sama menyelesaikan berbagai persoalan terutama sekarang ini fokus persoalan kita adalah menyelesaikan Covid-19," pungkasnya.

Mahfud Md sebelumnya juga meminta semua pihak menyampaikan aspirasi seusai aturan yang ada. Saat PPKM ini, kata dia, aspirasi tidak harus disampaikan dengan turun ke jalan melainkan bisa secara tertulis atau media lainnya.

"Dalam kerangka itu mencari jalan yang baik bersama silakan sampaikan aspirasi, yang penting semua punya tujuan yang sama, yaitu menyelamatkan Indonesia. Aspirasi resmi tertulis melalui telepon, melalui media, dan melalui apa pun, yang penting semuanya ikut prosedur yang telah ditetapkan dalam rangka mencapai suatu tujuan," kata Mahfud lewat YouTube Kemenko Polhukam, Jumat malam 23 Juli 2021.

Mahfud meminta masyarakat tetap tenang dan menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Menurutnya kondisi kondusif tanpa kerusuhan dibutuhkan untuk melawan pandemi.

"Kepada seluruh masyarakat diharapkan untuk tetap tenang dan menjaga kondisi ketertiban dan keamanan di wilayah masing-masing. Mari jaga negara ini tetap menjadi kondusif sambil berusaha bersama-sama menyelesaikan berbagai persoalan terutama yang sekarang ini fokus persoalan kita adalah menyelesaikan Covid," ucap Mahfud Md.

Jakarta Aman Terkendali

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus memastikan tidak ada demonstrasi bertajuk Jokowi End Game yang terjadi di Jakarta hari ini. Menurut dia, situasi Jakarta terbilang kondusif tanpa riak kerumunan besar yang dapat melanggar protokol kesehatan.

"Jakarta kondusif aman kok, kita lihat sendiri Jakarta kondusif hari ini. Nggak ada (demo), aman," kata Yusri saat dihubungi awak media, Sabtu (24/7/2021).

Terkait kabar enam orang diamankan sebelumnya, Yusri menyatakan semuanya telah dipulangkan. Dia mengakui, awalnya mereka sempat digelandang ke kantor polisi untuk diinterogasi. Menurut hasil interogasi, mereka diketahui hanya sekumpulan remaja pengangguran.

"Kan kita patroli, kita patroli bersama kita lihat orang kerumunan terus kita tanya (tapi) mereka enggak bisa jawab. Kita bawa dulu, kita edukasi, habis itu kita pulangkan, itu (mereka) pengangguran remaja gitu," jelas Yusri.

Diketahui, Yusri juga telah mengimbau kepada para komunitas ojek online alias ojol, pedagang kaki lima, mahasiswa dan aliansi masyarakat untuk tidak menimbulkan kerumunan di tengah pandemi.

Permintaan ini dinyatakan Yusri usai ramainya ajakan turun berunjuk rasa pada Sabtu 24 Juli 2021, untuk menolak perpanjangan PPKM Darurat untuk kali ketiga.


Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Jokowi Putuskan Nasib PPKM

Jokowi: Saya Memutuskan Melanjutkan Penerapan PPKM Level 4

Liputan6.com 2021-07-25 19:15:18
Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Biro Pers, Media dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan untuk memperpanjang penerapan PPKM Level 4. Adapun ini diberlakukan selama delapan hari ke depan.

Hal tersebut disampaikannya dalam keterangan pers secara virtual, Minggu (25/7/2021).

Menurut Jokowi, keputusan ini sudah mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, dan sosial.

"Dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, aspek ekonomi, dan dinamika sosial, saya memutuskan untuk melanjutkan penerapan PPKM Level 4 dari tanggal 26 Juli sampai 2 Agustus 2021," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, pelaksanaan kebijakan PPKM yang dilakukan selama 23 hari terakhir membuahkan tren penurunan kasus positif Covid-19.

Hanya saja, masyarakat mesti tetap berhati-hati dalam menyikapi tren perbaikan tersebut.

"Tetap harus selalu waspada menghadapi varian data yang sangat menular," kata Jokowi.


Dihitung Secara Cermat

Jokowi menerangkan, pertimbangan aspek kesehatan dihitung secara cermat.

"Pertimbangan aspek kesehatan harus dihitung secara cermat dan pada saat yang sama aspek sosial ekonomi masyarakat, khususnya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari juga harus diprioritaskan, aspek kesehatan, aspek ekonomi, dan dinamika sosial," kata dia.


Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Vietnam pun Kewalahan

Kasus COVID-19 Melonjak, Vietnam Lockdown Ibu Kota Hanoi Selama 15 Hari

Liputan6.com 2021-07-25 08:02:20
Polisi berjaga di belakang barikade yang didirikan untuk mengatur lalu lintas di Hanoi, Sabtu (24/7/2021). Vietnam memberlakukan penguncian wilayah (lockdown) selama 15 hari di ibu kota Hanoi

Vietnam mengumumkan penguncian atau lockdown selama 15 hari di ibu kota Hanoi mulai Sabtu (24/7) ketika gelombang virus corona menyebar dari wilayah Delta Mekong selatan.

Perintah penguncian, yang dikeluarkan Jumat malam, melarang pertemuan lebih dari dua orang di depan umum. Hanya kantor pemerintah, rumah sakit, dan bisnis penting yang diizinkan tetap buka.

Mengutip Channel News Asia, Sabtu (24/7/2021), awal pekan ini, kota itu telah menangguhkan semua kegiatan di luar ruangan dan memerintahkan bisnis yang tidak penting ditutup menyusul peningkatan kasus. Pada hari Jumat, Hanoi melaporkan 70 infeksi yang dikonfirmasi, tertinggi di kota itu, bagian dari rekor 7.295 kasus di negara itu dalam 24 jam terakhir.

Hampir 5.000 di antaranya berasal dari kota metropolitan terbesar di Vietnam, Kota Ho Chi Minh selatan, yang juga telah memperpanjang pengunciannya hingga 1 Agustus.


Lonjakan Kasus COVID-19

Dalam gelombang terbaru COVID-19 sejak April, Vietnam telah mencatat lebih dari 83.000 infeksi dan 335 kematian.

Pertemuan Majelis Nasional yang dijadwalkan dibuka di Hanoi pada hari Selasa mendatang dengan 499 delegasi akan dilanjutkan tetapi dipersingkat menjadi 12 hari dari 17 hari semula.

Para delegasi telah divaksinasi, diuji secara teratur untuk virus corona dan bepergian dalam gelembung, dan akan diisolasi di hotel, menurut Majelis Nasional.


Infografis Alur Telemedicine dan Obat Gratis untuk Pasien Isoman Covid-19:

 

Misteri Asal Usul COVID-19

Usai Ditolak China, WHO Desak Kerja Sama Global untuk Selidiki Asal Mula COVID-19

Liputan6.com 2021-07-25 09:01:56
Kepala WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus (AFP)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (23/7) meminta semua negara untuk bekerja sama menyelidiki asal-usul virus corona yang menyebabkan COVID-19, sehari setelah China menolak rencana pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium dan pasar di negaranya. wilayah.

Kasus manusia pertama COVID-19 dilaporkan di kota Wuhan di China tengah pada Desember 2019. China telah berulang kali menolak teori bahwa virus itu bocor dari salah satu laboratoriumnya.

Melansir Channel News Asia, Sabtu (24/7/2021), WHO bulan ini mengusulkan tindak lanjut dari penyelidikan sebelumnya di China. Tetapi Zeng Yixin, wakil menteri Komisi Kesehatan Nasional China, mengatakan pada hari Kamis bahwa Beijing tidak akan menerima proposal tersebut sebagaimana adanya.

Ketika ditanya tentang penolakan China, juru bicara WHO Tarik Jasarevic mengatakan pada briefing PBB di Jenewa: "Ini bukan tentang politik, ini bukan tentang permainan menyalahkan.

"Pada dasarnya ini adalah persyaratan yang kita semua harus coba untuk memahami bagaimana patogen masuk ke populasi manusia. Dalam hal ini, negara-negara benar-benar memiliki tanggung jawab untuk bekerja sama dan bekerja dengan WHO dalam semangat kemitraan."


Penyelidikan Asal Virus Corona

Sebuah tim yang dipimpin WHO menghabiskan empat minggu di dan sekitar Wuhan dengan para ilmuwan China dan mengatakan dalam laporan bersama pada bulan Maret bahwa virus itu mungkin telah ditularkan dari kelelawar ke manusia melalui hewan lain tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa penyelidikan terhambat oleh kurangnya data mentah pada hari-hari pertama penyebaran di sana.

Negara-negara termasuk Amerika Serikat dan beberapa ilmuwan telah menuntut penyelidikan lebih lanjut, terutama ke Institut Virologi Wuhan, yang sedang melakukan penelitian tentang kelelawar.

Para diplomat mengatakan bahwa China segera mengisyaratkan penentangan terhadap rencana yang disampaikan oleh Tedros pada pembicaraan tertutup dengan negara-negara anggota seminggu yang lalu.

"Orang China melihatnya sebagai penolakan atas laporan bersama," kata salah seorang.

Tedros juga mengatakan pekan lalu bahwa dia membentuk Kelompok Penasihat Ilmiah Internasional permanen untuk Asal-usul Patogen Novel untuk membantu memajukan fase studi selanjutnya tentang asal-usul SARS-CoV-2.


Infografis Meroketnya Harga Obat dan Asupan Covid-19:

 

Persembahkan Windy Cantika untuk Indonesia

Profil Windy Cantika Aisah Peraih Medali Pertama untuk Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020

Liputan6.com 2021-07-24 15:49:14
Lifter putri Indonesia Windy Cantika Aisah menunjukkan medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020 cabang angkat besi nomor 49 kg di Tokyo International Forum, Sabtu (24/7/2021). Windy Cantika mempe

Atlet putri Windy Cantika Aisah berhasil membuat nama Indonesia harum di Olimpiade Tokyo 2020. Turun di kelas 49 kg putri, Windy Aisah berhasil meraih medali perunggu untuk cabang olahraga angkat besi.

Kontingen Indonesia akhirnya meraih medali pertama di Olimpiade Tokyo 2020 melalui Windy Aisah berkat total angkatan 194 kg pada babak final yang berlangsung pada Sabtu (24/7/2021)

Windy Aisah berhasil membukukan total angkatan snatch 84 kg serta upaya clean jerk seberat 110 kg. Catatan tersebut lebih unggul ketimbang total angkatan 181 kg yang di bukukan lifter asal Taiwan, Fang Wan-ling, di posisi keempat.

Pertandingan yang berlangsung di Hall Tokyo International Forum ini, Windy Cantika tergabung di Grup A kelas 49 bersama lifter Cina, Zhi Hui Hao,24 tahun, Chanu Saikhom Mirabai (India, 27 tahun), Jourdan Elizabeth Delacruz (Amerika Serikat, 23 tahun), serta Nina Sterck (Belgia, 19 tahun).


Profil Windy Cantika Aisah

Windy Cantika merupakan seorang atlet yang berusia 19 tahun asal Bandung, yang lahir pada 11 juni 2002. Dia sudah tampil cukup gemilang di berbagai kejuaraan angkat besi. Windy bergabung dan serius dalam olahraga angkat besi sejak dia masih berada di bangku kelas 5 SD.

Ketertarikan Windy Cantika pada cabang olahraga angkat besi menurun dari orang tuanya. Ibunya, Siti Aisah adalah seorang atlet angkat besi kenamaan di Indonesia. Siti pernah merengkuh medali perunggu di Kejuaraan Dunia Angkat Besi pada tahun 1988.

"Waktu itu Mama sering ngelatih kakak," ungkap Windy dikutip dari Kompas TV.

"Nah, sering diajakin waktu kelas 2 SD. Mama sering bilang, ayo ikut latihan."

"Ya udah, Cantika ikut. Tapi masih dikasih kaya batang-batang itu, teknik-teknik itu," sambungnya.

Anak ketiga dari tiga bersaudara ini sudah mulai meraih banyak gelar di berbagai kejuaraan. Windy sering mengikuti kejuaraan tingkat daerah, nasional, hinga internasional.


Prestasi

Poin kualifikasi dirinya terhitung sejak Windy berhasil mencatatkan poin Championships di Cina pada April 2019. Dengan mencatatkan angkatan total 177 kilogram dari snatch 80kg dan clean and jerk 97 kilogram.

Lalu, pada ajang IWF Junior World Championship di Fiji pada Juni 2019 dengan total angkatan 179 kilogram, snatch 81 kilogram dan clean and jerk 98 kilogram.

IWF World Championships 2019 di Pattaya dengan total angkatan 182 kilogram, snatch 82kg, clean and jerk 100 kilogram, juga Asian Junior Championships 2019 di Pyongyang, Korea Utara dengan total angkatan 186 kilogram, snatch 84 kilogram dan clean and jerk 102 kilogram.

Puncaknya, Windy Cantika mencatatkan prestasi di SEA Games 2019, meraih medali emas untuk Indonesia serta menembus hasil terbaik dunia junior 2021 dengan medali emas. Windy digadang-gadang menjadi penerus Sri Wahyuni karena telah memecahkan rekor remaja di Thailand dan Filipina.

Penulis: Ali Muhammad


Saksikan Video Windy Berikut Ini

Erros Djarot Kena Covid-19, Penyebabnya?

Hasil Tes Usap Pastikan Erros Djarot Bersama Istrinya, Dewi Triyadi Surianegara Positif Covid-19

Liputan6.com 2021-07-25 09:30:19
Eros Djarot (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Erros Djarot menduga penularan Covid-19 juga mengancam melalui medium lain seperti uang kertas, yang diyakini menjadi penyebab utama dirinya terpapar virus corona.

Sutradara filmTjoet Nja' Dhien ini diketahui tertular virus corona sejak 17 hari terakhir. Ia menjalani isolasi mandiri bersama dengan sang istri, Dewi Triyadi Surianegara. Keduanya dinyatakan tertular Covid-19 saat diminta melakukan tes Swab Antigen oleh dokter pribadinya.

Adik kandung aktor ternama Slamet Rahardjo Djarot ini merasakan tidak enak badan selama lima hari. Untuk memastikan kondisi kesehatannya, ia kemudian mendatangi dokter pribadinya sekaligus melakukan konsultasi rutin. Kala itu, sang dokter mengaku sedang tak enak badan dan meminta pria 71 tahun ini melakukan tes usap.


Positif Covid-19

"Lha, hasil tes, ternyata saya positif. Istri juga," kata Erros Djarot kepada wartawan senior Ilham Bintang dikutip Antaranews, Minggu (25/7/2021). Mengetahui ia dan istrinya positif virus corona, Erros Djarot segera menjalani isolasi mandiri dengan pengawasan dokter.


Kondisi Erros Djarot dan Istri Membaik

Ayah Banyu Biru dan Sekar Putih menjalani masa isolasi mandiri dengan membangun positif thinking. Ia menganggap mendapat kesempatan baik untuk beristirahat sejenak. Makan banyak, tidur cukup, dan minum obat serta vitamin. Obat cacing ivermectim, salah satunya.

"Alhamdulilah saya sudah pulih. Dewi juga sudah berangsur membaik," dia mengungkapkan.


Tertular Uang Kertas

Karena tak bertemu orang lain selama pandemi, Erros Dajrot penasaran dari mana sebenarnya ia tertular virus corona. Ia kemudian mengingat-ingat kejadian selama 10 hari terakhir, yakni saat bersentuhan dengan uang kertas.

"Saya pernah suruh pembantu pergi belanja. Beli apa gitu. Mungkin di uang kembalian itu menempel virus," Erros Djarot menduga.


Tak Merasakan Gejala

Seperti diketahui, penata musik film Badai Pasti Berlalutak merasakan gejala berat seperti batuk, pusing disertai sesak napas saat terkena Covid-19. Ia hanya lima hari merasakan gejala tak enak badan.

Erros Djarot sangat terkejut saat menjalani tes usap, ia justru dinyatakan terinfeksi virus corona. "Ini juga asli, saya hampir tidak merasakan apa-apa. Sebelumnya pun begitu. Makanya, heran juga hasil swab Antigen mendeteksi saya, positif," kata Erros Djarot, mengakhiri.

Terbukti, Vaksin Itu Sakti

Vaksin Mampu Tekan Angka Kematian, Meski COVID-19 Sedang Melonjak di AS

Liputan6.com 2021-07-25 12:05:15
Gambar korban diproyeksikan pada Jembatan Brooklyn saat Hari Peringatan COVID-19 di Brooklyn, New York, Amerika Serikat, 14 Maret 2021. Acara diisi penyair muda, pertunjukan Hezekiah Walker,

Kasus COVID-19 di semua wilayah Amerika Serikat (AS) kembali melonjak akibat varian Delta. Pada sepekan terakhir, rata-rata kasus harian di AS mencapai 43.700 tiap harinya.

Namun, Gedung Putih berkata vaksin COVID-19 bisa mengurangi bahaya dari COVID-19. Pemerintah Presiden Joe Biden kini sedang menggenjot program vaksinasi yang sedang menurun.

Dilaporkan CNBC, Minggu (25/7/2021), kasus harian di AS sempat terendah pada 15 bulan terakhir, namun mulai naik lagi karena berkurangnya orang yang divaksin ditambah dengan munculnya varian delta yang lebh menular.

Negara bagian tertinggi yang mencatat kenaikan kasus adalah Louisiana, Arkansas, Missouri, Florida, dan Nevada. Tingkat vaksinasi di empat negara bagian itu berada di bawah level nasional.

Vaksinasi di AS sempat menyentuh 3 juta orang per hari ketika April lalu, namun kini turun menjadi 530 ribu sehari, berdasarkan data CDC.

Meski demikian, tingkat kematian tidak meningkat. Pakar kesehatan Dr. Peter Chin-Hong dari UC San Fransisco menilai ini berkat vaksinasi.

"Angka kematian tidak meningkat karena kita telah melakukan tugas luar biasa dengan memvaksinasi penuh populasi yang paling mungkin meninggal akibat COVID-19, terutama usia 65 ke atas, dan residen dari nursing dan assisted home," ujarnya.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.


Varian Delta Serang Warga yang Belum Divaksin

Surgeon General AS, Vivek Murthy, menjelaskan bahwa 97 persen kasus di rumah sakit terjadi kepada warga yang tidak divaksin COVID-19. Hal serupa terjadi pada 99,5 persen kematian karena pasien belum divaksinasi.

Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky juga menyorot bagaimana pandemi COVID-19 menyerang warga yang belum divaksin.

Presiden AS Joe Biden sebelumnya menargetkan agar 70 persen warga AS sudah divaksin bagi yang berusia 18 tahun ke atas. Target itu meleset. Saat ini baru 68,6 persen yang mendapatkan vaksin.

Varian Delta disebut sangatlah menular. Warga yang terkena varian ini dapat membawa 1.000 kali lebih banyak virus di lubang penrapasan mereka ketimbang varian Alpha (yang ditemukan di Wuhan).


Infografis COVID-19:

 

Tips Deddy Corbuzier Tak Kena Corona

Alasan Deddy Corbuzier Tidak Kena COVID-19, Dr Tirta: Orang Lu Diet Rendah Gula

Liputan6.com 2021-07-25 10:42:42
Potret tempat gym Deddy Corbuzier yang berfasilitas lengkap dan mewah. (Sumber: Instagram/@mastercorbuzier)

Presenter Deddy Corbuzier mengunggah tangkapan layar percakapan antara dia dan Dokter Tirta, yang berisi alasan dirinya bisa tidak kena COVID-19 hingga detik ini.

Menurut Dokter Tirta, berdasarkan isi pesan tersebut, pola diet rendah gula jadi alasan virus Corona penyebab COVID-19 enggan menyerbu tubuh Deddy Corbuzier.

"Lu liat kenapa orang kena Covid lu enggak, ya jelas, orang lu diet rendah gula, Covid mana suka. Masuk dah pait," tulis Dokter Tirta.

Dokter Tirta juga berkomentar di unggahan yang tayang kira-kira dua hari lalu di akun @mastercorbuzier,"Mantap. Jangan lupa obesitas meningkatkan risiko sampai 7 kali.".

Saat dikonfirmasi Health Liputan6.com pada Minggu, 25 Juli 2021, dr Tirta mengatakan bahwa komentar tersebut berdasarkan data WHO yang menyebut obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya keparahan dari infeksi COVID-19 sebanyak tujuh kali.

Tirta, mengatakan, pada dasarnya pola hidup sehat merupakan kunci dalam mencegah tertular virus Corona selain protokol kesehatan tentunya.

"Obesitas itu meningkatkan keparahan COVID-19 menjadi 7 kali dari orang yang tidak obesitas," katanya.

"Dan salah satu komorbid tersering adalah diabetes. Nah, diabetes terjadi karena gaya hidup, salah satunya makan makanan yang mengandung kadar gula tinggi," lanjut Tirta.

Lebih lanjut Tirta mengingatkan bahwa perlindungan diri dalam melawan COVID-19 tidak hanya dengan prokes dan vaksinasi.

"Tapi juga dengan mengubah pola hidup kita itu akan menolong juga," katanya.

"Sehingga untuk mencegah terjadinya diaetes, kita harus mengontrol konsumsi makananan-makanan yang mengandung gula, seperti karbohidrat," ujarnya.

Terkait alasan yang dilontarkan kepada Deddy Corbuzier, lantaran pemilik konten Close the Door tersebut adalah sosok yang mengenalkan gaya hidup sehat dan diet OCD yang membatasi masuknya karbohidrat, yang diganti dengan makanan subsitusi lainnya.

"Terbukti dengan om Deddy gaya hidup sehat, prokes, dan membatasi mobilitas, sampai sekarang dia fit," kata Tirta.


Survei DKI: Kasus COVID-19 di Jakarta Didominasi Orang Overweight

Hal senada pernah diungkap salah seorang pakar dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI), dr Dicky L Tahapary SpPD KEMD PhD pada Maret 2021 yang menyebut bahwa 60 persen pasien yang tengah berjuang melawan COVID-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) memiliki penyakit penyerta (komorbid) dan obesitas.

Sementara hasil studi yang dilakukan HISOBI menyebutkan bahwa pasien dengan obesitas cenderung memiliki risiko sakit yang lebih parah dibanding pasien yang memiliki berat badan ideal. Mungkin tidak banyak tahu bahwa obesitas tergolong penyakit.

Bahkan, survei serologi kerjasama antara Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Tim Pandemi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI), Lembaga Eijkman, dan CDC Indonesia menemukan bahwa kasus COVID-19 di Jakarta didominasi orang overweight dan gula darah tinggi.

Dari survei tersebut diperoleh sebuah fakta bahwa semakin meningkat indeks massa tubuh (IMT), semakin banyak yang pernah terinfeksi COVID-19 di Jakarta.

Pada bagian 'IMT dan Kadar Gula Darah Tinggi Lebih Berisiko', diketahui bahwa orang dengan overweight dan obesitas mendominasi populasi yang mengalami COVID-19, berikut rinciannya:

1. Kurus ( kurang dari 18,4 kg/m^2) = 33,8 persen

2. Normal atau 18,5 sampai 25,0 kg/m^2 = 42,0 persen

3. Overweight atau 25,1 sampai 27,0 kg/m^2 = 52,9 persen

4. Obesitas atau lebih dari 27,0 kg/m^2 = 51,6 persen


Kaitannya Obesitas dan COVID-19

Jauh sebelum itu, Dokter Gizi Klinik Gaga Irawan Nugraha yang juga Associate Professor Departemen Ilmu Kedokteran Dasar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) pernah mengungkapkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko dari kasus berat COVID-19.

"Setelah COVID-19 masuk ke Amerika Serikat, di bulan April dilaporkan bahwa begitu banyak kematian yang disebabkan COVID-19, terutama di kota New York," kata Gaga dalam dialog dari Graha BNPB sekitar Oktober 2020.

"Hal itu terjadi karena ternyata banyak orang di New York, sampai lebih dari 42 persen mengalami obesitas," Gaga menambahkan.

Gaga, mengatakan, obesitas saat itu menjadi faktor risiko terbesar kedua dari kondisi berat akibat COVID-19 setelah hipertensi.

Dalam penjelasannya, Gaga mengatakan bahwa orang obesitas memiliki permukaan lemak yang lebih besar.

"Reseptor untuk menempelnya virus menjadi lebih banyak, lebih luas. Sehingga orang obesitas lebih mudah terkena dan lebih mudah mengalami perberatan setelah terpapar virus COVID-19."

Selain itu, lemak pada orang obesitas lebih banyak. Gaga mengatakan, mereka memiliki lemak yang lebih banyak di jantung dan perut.

Inilah yang membuat ketika mereka terinfeksi virus SARS-CoV-2 kesulitan bernapasnya menjadi lebih berat karena organ seperti paru dan jantungnya tertekan oleh lemak.


Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19

 


Simak Video Berikut Ini

Tiga Langkah Menuju Emas

Hasil Olimpiade Tokyo 2020 : Praveen / Melati Ungkap Kunci Sukses Kalahkan Pasangan Denmark

Liputan6.com 2021-07-25 19:30:43
Setelah melewati laga yang sengit dan menegangkan akhirnya wakil Indonesia itu menyudahi laga dengan kemenangan 24-22 dan 21-19.(Foto: AFP/Pedro Pardo)

Praveen Jordan / Melati Daeva mengulang catatan apik di pertandingan kedua nomor ganda campuran bulutangkis pada Olimpiade Tokyo 2020. Praveen / Melati melibas pasangan Denmark Mathias Christiansen/Alexandra Boje dengan skor 24-22, 21-19, Minggu (25/7/2021) WIB.

Usai pertandingan, Melati mengakui dirinya dan Praveen kali ini bermain lebih lepas. Hal itu berdampak kepada akurasi pukulan bolanya.

"Hari ini kami main lebih lepas daripada kemarin. Sudah tidak tegang dibanding kemarin. Jadi lebih yakin dengan pukulan dan pola main kami juga," kata Melati dalam rilis yang diterima Liputan6.com.

"Mungkin karena sudah lebih tenang, jadi saya dan Jordan juga lebih enak komunikasinya di lapangan," kata Melati lagi.

Gim pertama berlangsung cukup menegangkan. Pasalnya, Mathias / Boje sempat menyusul torehan angka Praveen / Melati 22-22.

Namun Praveen / Melati akhirnya memenangkan gim pertama dengan kedudukan 24-22. Juara All England 2020 itu kembali dipaksa memeras keringat di gim kedua.

Praveen / Melati sempat tertinggal 16-18. Namun Praveen / Melati membuktikan kualitasnya usai membalikkan keadaan dan menang 21-19.


Sudah Terbiasa

Di sisi lain, Praveen mengakui pertemuan dengan Mathias / Boje selalu berjalan ketat. Itu karena kualitas sang lawan yang dianggap Praveen tidak jauh berbeda.

"Lengah sih tidak ya, tapi setiap bertemu mereka kan ramai. Poinnya mepet-mepet. Mereka memang pemain yang bagus, sangat kompak," ujar Praveen.


Hasil Olimpiade Tokyo 2020 Bulutangkis Hari ke-2

Tunggal Putri

Gregoria Mariska vs Thet Htar (21-11, 21-8_

Tunggal Putra

Anthony Ginting vs Gergely Krausz (21-13, 21-8)

Ganda Campuran

Praveen Jordan / Melati Daeva vs Mathias Christiansen / Alexandra Boje (24-22, 21-19)


Saksikan Video Olimpiade di Bawah Ini

Ustaz Yusuf Mansur Menangis

6 Klarifikasi Ustaz Yusuf Mansur Dicap Sombong Pilih-pilih Pendonor Darah, Nangis Ngaku Banyak Dosa

Liputan6.com 2021-07-24 21:00:00
Ustaz Yusuf Mansur. (Foto: Instagram @yusufmansurnew)

Pekan ini, ustaz Yusuf Mansur menyita perhatian masyarakat Indonesia. Ayah Wirda Mansur dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto Jakarta lantaran kadar hemoglobinnya anjlok ke level 5.

Transfusi darah yang pertama tak mampu mendongkrak kadar hemoglobin. Pada tranfusi darah selanjutnya, hemoglobin melesat menjadi 10,3 berkat hadirnya sejumlah pendonor darah untuk ustaz Yusuf Mansur.

Masalah muncul saat suami Siti Maemunah "menyeleksi" para pendonor hingga tersisa empat. Tindakan ini dinilai sebagian orang bentuk kesombongan. Yusuf Mansur lantas mengklarifikasi. Berikut 6 poin klarifikasi sang ustaz.


1. Semula Mengira Kena Covid-19

Ustaz Yusuf Mansur merasa ada yang tak beres di tubuhnya, dua hari jelang Iduladha. Bintang film Kun Fayakuun merasa gampang lelah. Ia sempat menduga kena Covid-19 lagi.

"Jalan capai, makin lama makin capai lagi. Duduk saja capai, duduk berdiri doang nih, sikat gigi capai. Maaf ya, cebok buang air besar capai. Kok mirip-mirip Covid-19 begitu. Tapi, saya periksa PCR (hasilnya) negatif," kata Yusuf Mansur.


2. Ternyata Hemoglobin Kronis

Seorang dokter merekomendasikan Yusuf Mansur mengecek d-dimer di laboratorium. Pada 19 Juli 2021, ia menjalani pemeriksaan. Keesokan harinya, hasil tes dirilis dan rupanya ada masalah dalam darahnya.

"Kalau terlambat gawat, nih harus transfusi. Alhamdulillah, jadi kalau sehatnya sih sudah, cuma ini lagi diteliti kenapa kok bisa punya HB kronis begitu. Turunnya pelan-pelan, tahu-tahu ini keadaan yang bahaya," Yusuf Mansur memaparkan.


3. Pejelasan Mengapa Pilih-pilih

Terkait tudingan pilih-pilih pendonor, Yusuf Mansur menyebut dalam Al-Qur'an dibahas bahwa setiap sel tubuh manusia punya kulit yang bisa bersuara, berbicara, bersaksi atas izin Allah pada hari ini maupun hari akhir nanti.

"Ini salah satu hikmahnya nanti kita akan bikin besar-besaran donor penghafal Al-Qur'an, orang-orang yang ahli puasa, ahli dakwah, anak-anak yang berbakti kepada orangtua, santri-santri remaja, guru-guru Al-Qur'an. Karena di dalam darahnya ada memori dan rekam jejak," ujarnya.


4. Diledek dan Dikomentari Julid

Yusuf Mansur bukan tak mendengar cibiran yang menyebutnya sombong. "Saya tahu saya diledekin sama beberapa orang. Dijulidin tapi, ya ini sains kok dan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada semua, yang mendonorkan darah. Itu sudah pasti orang baiklah," katanya.

"Kalau bukan orang baik enggak mungkin mendonorkan darah. Enggak mungkinlah. Kalau enggak bersih, enggak mungkin, deh. Tapi kita perlu nih tambahan (syarat) lagi," urainya lewat pesan suara yang diterima Showbiz Liputan6.com, Sabtu (24/7/2021).


5. Akui Banyak Dosa

Ada hikmah di balik hemoglobin anjlok dan tudingan sombong. Ia merasakan kuasa Tuhan. "Allah tahu saya dosanya banyak. Allah tahu saya maksiatnya banyak, keburukannya banyak, kekurangan ibadahnya juga banyak," aku Yusuf Mansur.

Suaranya terdengar bergetar lalu menangis. "Allah tahu karena itu Allah gabungin darah saya dengan darah para penghafal Al-Qur'an dan ustaz yang pada mukhlis," ustaz kelahiran Jakarta, 19 Desember 1976, menambahkan.


6. Secara Medis Boleh

Terkait tudingan pilih-pilih pendonor, Yusuf Mansur menjawab, "Memang secara medis boleh memilih gitu, bukan berarti kenapa harus pilih-pilih, ya enggak pilih-pilih juga."

Mulanya, kesempatan menjadi pendonor darah diberikan kepada keluarga inti yakni pasangan dan anak-anak, kerabat dekat, lalu para sahabat. "Kalau kemudian kita bisa kecilin lagi (pilihan terkait para pendonor), dipilah, kenapa enggak?" cetusnya.

Medali Olimpiade Keempat Sang Penggembala Kambing

Hasil Olimpiade Tokyo 2020 Angkat Besi : Eko Yuli Pertahankan Medali Perak

Liputan6.com 2021-07-25 15:59:15
Eko Yuli Irawan meraih medali perak di Olimpiade Tokyo 2020 (tangkapan layar Vidio.com)

Eko Yuli Irawan meraih medali perak di Olimpiade Tokyo 2020 dari cabang angkat besi nomor 61 kg, Minggu (25/7/2021) WIB. Capaian ini mengulang torehannya saat tampil di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.

Eko bersaing ketat dengan lifter Tiongkok, Li Fabin untuk meraih medali emas. Eko sebetulnya mengawali pertandingan dengan bagus.

Ia berhasil mengangkat beban 137 kg pada percobaan pertama. Sebaliknya, Li malah gagal di percobaan pertama.

Namun Eko Yuli gagal mengangkat beban 141 kg dalam dua kali percobaan di kategori snatch. Di sisi lain, Li Fabin malah melaju mulus hingga akhirnya memimpin sementara.

Pada kategori Clean and Jerk, Eko mengawali angkatannya di 165 kg. Eko sempat mencoba mengangkat beban 177 kg untuk mengejar ketinggalan dari Li.

Sayangnya, perjudian Eko tidak berbuah hasil. Pada dua kali percobaan, Eko gagal mengangkat beban 177 kg.


Terpaut 11 Kg

Li Fabin sendiri memulai Clean and Jerk dengan 166 kg. Ia lalu menaikkan angkatannya ke angka 172 kg.

Li mencoba memecahkan rekor dunia di percobaan ketiganya. Lifter berusia 28 tahun itu ingin mengangkat 178 kg, namun gagal.

Li akhirnya keluar sebagai juara dengan total angkatan 313 kg. Ia unggul 11 kg dari Eko yang mengumpulkan total 302 kg.

Medali perunggu menjadi milik lifter Kazakhstan, Igor Son. Ia memenangkan persaingan dengan lifter Arab Saudi, Seraj Abdulrahim.


Infografis Olimpiade Tokyo 2020

 


Saksikan Video Olimpiade Tokyo 2020 di Bawah Ini