Seekor anak gajah sumatra ditemukan dalam kondisi mengenaskan, badannya kurus dan belalainya nyaris putus. Saat dilihat warga di kawasan Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, pada belalai anak gajah itu terlihat sisa jerat yang masih menempel.
Usai menerima laporan warga, Sabtu malam (13/11/2021), pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh yang dibantu personel medis, Resort Aceh Jaya dan CRU Sampoiniet, BKPH Teunom-KPH I, CRU Aceh, PKSL FKH-USK, dan masyarakat setempat, langsung terjun ke lokasi mencari keberadaan si anak gajah tersebut.
Anak gajah itu baru bisa ditemukan pada Minggu (14/11/2021) sekitar pukul 14.00 WIB di sekitar wilayah Desa Alue Meuraksa.
"Usai ditemukan dilakukan upaya pembiusan untuk dapat dilakukan penanganan medis dan pelepasan jerat yang masih menempel di belalainya," kata Agus Arianto.
Dari hasil observasi tim medis, diperkirakan luka pada belalai anak gajah sumatra itu sudah berlangsung lama. Hal itu dibuktikan dengan kondisi badan anak gajah yang terlihat kurus.
"Mungkin selama perkiraan selama dia terjerat asupan makanannya juga tidak optimal, karena fungsi belalai kan sebagai pengganti tangan untuk dia makan minum," kata Agus.
Tim medis memperkirakan, anak gajah itu sudah terluka jerat sekitar satu bulan sebelum ditemukan. Lantaran lukanya yang parah, anak gajah liar perlu mendapatkan perawatan lanjutan dan harus dievakuasi ke PLG Saree, Aceh Besar.
Namun nahas, dua hari usai menjalani perawatan, anak gajah sumatra itu mati. Luka pada belalainya sempat membusuk dan infeksinya menyebar, sehingga anak gajah tersebut tak bisa diselamatkan.
Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap anak gajah yang mati, Agus menyebut, perkembangbiakan gajah sumatra di wilayah Aceh sendiri menurutnya masih sangat bagus. Data BKSDA Aceh yang diutarakan Agus menyebut, gajah sumatra di Aceh sendiri jumlahnya berkisar antara 500-550 ekor. Jumlah itu dirasa Agus menggambarkan perkembangbiakan gajah yang cukup baik, meski di beberapa lokasi ditemukan konflik antara manusia dan gajah, selain juga ditemukannya kasus kematian gajah.
"Kalau secara alami perjumpaan yang kita temukan di beberapa kantong-kantong habitat itu, berbagai umur gajah itu masih bisa ditemukan. Artinya proses perkembangbiakannya bagus," kata Agus.
Soal jerat yang membuat belalai anak gajah itu putus, pihak BKSDA Aceh mengaku tidak tahu siapa yang memasang, dan apa motivasinya. Namun pihaknya menyebut, sampai saat ini memang masih ada masyarakat yang menggunakan jerat sebagai respons konflik.
Agus hanya mengimbau, seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam, khususnya satwa liar gajah sumatra, dengan cara tidak merusak hutan, yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai dan membunuh. Kemudian tidak menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati.
"Saya selalu mengimbau ke masyarakat untuk tidak menggunakan alat atau bahan apa pun yang dapat membahayakan satwa liar bahkan membunuh satwa liar untuk merespons konflik yang tejadi. Tidak listrik tegangan tinggi untuk merespons konflik, untuk upaya-upaya pencegahan terhadap satwa liar yang masuk ke perkebunan warga. Karena itu tidak hanya melukai tapi juga membunuh, bahkan bisa membunuh warga itu sendiri," katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Catatan Kelam Perlindungan Gajah
Kematian nahas seekor anak gajah sumatra di Aceh itu, menambah panjang catatan kelam jeleknya perlindungan satwa liar di tanah air. Tak heran jika Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, usai penemuan anak gajah mati dengan belalai putus itu, meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Pemerintah Aceh bersama pemkab setempat perlu serius menyelesaikan persoalan ini agar tidak terjadi pengulangan terus menerus.
Direktur WALHI Aceh Muhammad Nur saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (17/11/2021) mengatakan, pada kenyataannya, pemerintah seolah tidak serius dalam melakukan perlindungan terhadap satwa kunci, terlihat hampir setiap tahun ada kematian gajah yang kena jerat maupun racun.
"Sementara di sisi lain Pemerintah Aceh Jaya di tahun 2019 lalu mendapatkan kouta repelanting sawit seluas 1.425 hektar, yang tersebar di berbagai titik, di antaranya Desa Alue 453 hektare, Masen dan Panter Kuyun Kecamatan Darul Hikmah-Setia Bakti 130 hektare, Desa Gampog Baroh 50 hektare, Desa Gunong Buloh 289 hektare, dan Desa Ranto Saboh 287 hektare. Luas kawasan peremajaan sawit itu sudah mengganggu jalur lintas gajah," beber Nur.
Aktivitas perluasan peremajaan sawit di Aceh Jaya maupun di kabupaten lain, kata Nur, membuktikan pemerintah pusat hingga pemda tidak perduli dengan ekositem gajah. Jalur atau koridor gajah, harusnya tidak diganggu atas nama bisnis sektor sumber daya alam.
"Untuk itu kami minta kepada Dinas Perkebunan Aceh menghentikan sementara waktu kegiatan peremajaan sawit sampai adanya penjelasan lebih rinci, terkait kawasan yang boleh digunakan untuk replanting, hingga tidak lagi menganggu habitat gajah dan species kunci lainnya di Aceh," katanya.
Mengingat peristiwa kematian gajah di Aceh terus berulang, WALHI Aceh mendesak BKSDA Aceh untuk tidak membiarkan kasus ini menguap begitu saja. Selain imbauan ke masyarakat, penting juga penegakan hukum tanpa pandang bulu sehingga memberikan efek jera pada pelaku menyebar jerat yang kerap memakan nyawa satwa liar.
"Kami juga meminta kepada KLHK untuk mengevaluasi capaian program TFCA terkait dengan perlindungan gajah sumatra. Ketika melihat angka kematian gajah meningkat setiap tahun, BKSDA seolah tidak serius memberikan perlindungan," katanya.
Menurut catatan WALHI Aceh, setidaknya sepanjang 2021 ada 34 kasus yang melibatkan satwa liar gajah di Aceh, termasuk kabar kematian dan konflik manusia dan gajah. Berikut catatan WALHI Aceh:
1. 2 Januari 2021, kawanan gajah liar memasuki permukiman warga di Bener Meriah
2. 11 Januari 2021, seekor gajah liar menampakkan diri, di Jalan Nasional, dan 5 hektare lahan warga dirusak oleh gajah tersebut di Bener Meriah.
3. 12 Januari 2021, seekor gajah betina yang sedang hamil ditemukan mati dikawasan perkebunan warga di Bener Meriah
4. 14 Januari 2021, puluhan ekor gajah liar merusak tanaman sawit, pisang, kelapa, dan juga 3 unit gubuk milik warga, di Aceh Timur.
5. 25 Januari 2021, kawanan gajah liar tersebut telah merusak perkebunan kelapa sawit dan pepaya milik warga di Nagan Raya.
6. 26 Januari 2021, kawanan gajah liar merusak perkebunan jagung dan pepaya, area persawahan warga juga ikut dirusak oleh kawanan gajah liar di Nagan Raya.
7. 26 Januari 2021, kawanan gajah liar merusak unit rumah milik warga di Nagan Raya.
8. 26 Januari 2021, berbagai jenis tanaman seperti coklat, pisang,durian,kelapa sawit, dan tanaman muda lainnya habis dirusak gajah di Pidie Jaya.
9. 27 Januari 2021, kawanan gajah merusak perkebunan jagung milik warga di Nagan Raya.
10. 27 Januari 2021, 10 hektare kebun sawit milik warga rusak diobrak-abrik oleh kawanan gajah liar di Aceh Timur.
11. 29 Januari 2021, ganguan gajah liar disejumlah desa dalam kecamatan seunagan timur, semakin meningkat. tanaman kacang tanah, padi, dan jagung dirusak dan dimakan di Nagan Raya.
12. 6 Februari 2021 kawanan gajah liar kembali merusak hektaran sawah milik warga, tidak hanya itu gajah juga merusak perkebunan jagung, kacang, pepaya,dan pinang, juga jadi bahan amukan gajah Di Nagan Raya
13. 14 Februari 2021, kawanan gajah liar sering berkeliaran dikawasan perkebunan warga di Pidie.
14. 6 Maret 2021, seekor gajah jantan ditemukan mati di pedalaman Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.
15. 8 Maret 2021, sebanyak 3 ekor gajah liar berkeliaran di kawasan perumahan penduduk di Bener Meriah.
16. 12 Maret 2021, 3 ekor gajah merusak tanaman diperkebunan warga di Bener Meriah.
17. 19 Maret 2021, sebanyak 5 ekor gajah liar mengamuk dipermukiman warga, 300 batang pohon pisang tumbang, 1 rumah rusak, dan 6 tiang listrik tumbang di Bener Meriah.
18. 21 Maret 2021, BKSDA Aceh menyatakan seekor gajah sumatera terluka lagi di Aceh Timur, gajah tersebut berada di kawasan Peunarun Kabupaten Aceh Timur.
19. 21 Maret 2021, seekor gajah liar jantan dengan bobot 4,5 ton dipindahkan oleh pihak BKSDA, di Bener Meriah.
20. 22 Maret 2021, seekor gajah betina ditemukan sakit di kawasan Perkebunan Sawit di Aceh Timur.
21. 2 Mei 2021 13, ekor gajah liar mengamuk di Kutacane, Aceh Tenggara, kawanan gajah tersebut merusak perkebunan milik warga yang berada di sekitar lokasi tersebut.
22. 18 Mei 2021, kawanan gajah liar kembali merusak perkebunan milik warga di Aceh Selatan.
23. 24 Mei 2021. seorang warga Tangse diamuk seekor gajah liar jantan, setelah berusaha menghalau kawanan gajah liar tersebut memasuki perkebunannya, di Pidie
24. 8 Juni 2021, seekor gajah betina berusia 6 bulan ditemukan mati di kawasan Aceh Timur.
25. 16 Juni 2021, seekor gajah liar menyerang seorang asisten pawang gajah di kawasan CRU Cot Girek.
26. 4 Juli 2021, seorang warga meninggal setelah diamuk gajah di Aceh Tengah.
27. 23 Juli 2021, kawanan gajah memasuki daerah pemukiman penduduk di Pidie.
28. 25 Juli 2021, 100 batang sawit muda milik masyarakat dirusak gajah di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang.
29. 26 Juli 2021, sebanyak 20 ekor gajah liar merusak perkebunan pinang masyarakat di Pidie.
30. 7 Agustus 2021, seekor gajah liar berkeliaran dipermukiman warga di Bener Meriah.
31. 25 Agustus 2021, banyak tanaman produktif milik warga yang diserang kawanan gajah liar di Pidie.
32. 4 September 2021, satu rumah petani ambruk diserang kawanan gajah di Aceh Timur.
33. 16 September 2021, sebanyak 5 ekor gajah dibunuh di Aceh Jaya.
34. 16 Oktober 2021, seekor gajah liar ditemukan mati tanpa Kepala di Aceh Timur.
35. 17 November 2021, seekor anak gajah mati usai dua hari dirawat lantaran belalai putus terkena jerat.
Jadi Sorotan Dunia
Kasus gajah sumatra yang terakhir menjadi sorotan dunia. Berbagai media internasional mengangkat isu tersebut sebagai tema yang penting untuk diangkat dan dibicarakan. Media Amerika Serikat, Washington Post, melalui artikel bertajuk Indonesiababy elephant dies after losing half of her trunk mengangkat kasus tersebut.
"Seekor bayi gajah di Pulau Sumatra, Indonesia, mati pada hari Selasa setelah kehilangan separuh belalainya karena jebakan yang dibuat oleh pemburu yang memangsa spesies yang terancam punah itu, kata pihak bewenang, meskipun ada upaya untuk mengamputasi dan mengobati luka-lukanya," tulis media dari Amerika itu yang dikutip Rabu (17/11/2021).
Associated Press, yang juga dari Amerika turut mengulasnya dalam judul tulisan serupa.
Media Irlandia, Irish Examiner melalui tulisan Baby elephant in Indonesia dies after losing half of trunk to poachers' trap mengutuk para pelaku yang tega membuat anak gajah itu menderita.
"Seekor bayi gajah di pulau Sumatera Indonesia telah mati setelah kehilangan setengah belalainya karena jebakan yang dibuat oleh pemburu liar," tulis media tersebut mengutip pihak berwenang.
Dari Asia, media China, SCMP, turut mengulas dampak kekejaman para pemburu gajah dengan artikel Indonesian baby elephant dies after losing half its trunk due to poaching trap.
Sementara itu,Baby elephant in Indonesia dies after losing half of trunk to poachers' trap menjadi tajuk ulasan mengenai kisah malang bayi gajah di Banda Aceh itu yang dimuat media Turki, Daily Sabah.
Saluran berita bahasa Inggris yang paling banyak ditonton di India, Republic World, tak ketinggalan dengan isu tersebut. Menyoroti usia muda hewan tersebut melalui tulisanIndonesia: 1-year-old Sumatran Elephant Dies After Losing Half Of Her Trunk.
Kisah tragis bayi gajah dengan belalai hampir putus itu juga disorot media asing Taiwan News, yang ikut mengangkat dengan artikel bertajuk serupa Associated Press.
Tindakan Pemerintah
Sementara itu dalam paper Rencana Tindakan Mendesak Penyelamatan Populasi Gajah Sumatra 2020-2023, yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), populasi gajah sumatra dari periode 2007-2019 disebut merosot menjadi 61,3 persen. Penyebab kematian gajah antara lain disebabkan oleh perburuan, konflik antara gajah dan manusia, dan kematian akibat jerat, racun, dan aliran listrik. Semua penyebab itu dinyatakan sebagai ancaman serius bagi populasi gajah sumatra.
Hal ini juga di perparah dengan deforestasi habitat gajah sumatera. Pada 2000, hutan di Provinsi Riau dan Jambi memiliki luas sebesar 7,8 juta hektare dan pada 2014, luas hutan mengalami penurunan 3,4 juta hektare atau sekitar 43,6 persen. Kondisi ini yang membuat status populasi gajah sumatra saat ini menjadi kritis (Critically Endangered).
Penurunan populasi dan hilangnya habitat menyebabkan populasi gajah terpecah menjadi kantong - kantong populasi yang lebih kecil. Sejumlah kantong populasi kecil (kurang dari lima individu) merupakan populasi yang paling terancam.
Daya dukung yang semakin terbatas dan perkawinan sedarah (inbreeding), merupakan ancaman yang sangat serius bagi populasi kecil. Jika hal ini tidak ditangani dengan serius dalam waktu singkat, populasi gajah sumatra tidak viable untuk berkembang dan tingkat erosi genetik akan semakin tinggi.
Kematian gajah in-situ di Indonesia terfokus di Aceh, Riau, Jambi dan Lampung dalam 10 tahun terakhir yang diakibatkan oleh konflik gajah dan manusia, perburuan, sakit dan kondisi tidak teridentifikasi.
Di Aceh sendiri, kematian gajah banyak terjadi di Aceh Timur dan Aceh Tengah dan kondisi yang kritis bagi kantong gajah di Subbusalam (Aceh Selatan). Di Riau, kematian gajah terpusat di Tesso Nilo dengan kematian di tahun 2013-2014 mencakup 80 persen dari seluruh kematian gajah di Riau hingga menurun secara drastis tahun 2017-2019. Balai Raja dan Giam Siak menduduki tempat kedua sebagai lokasi dengan jumlah kematian gajah dan manusia tertinggi di Propinsi Riau.
Kantong gajah di Tebo memiliki jumlah kematian gajah yang lebih tinggi dibandingkan lokasi lain di Provinsi Jambi, terutama karena kondisi kritis beberapa kelompok gajah dan konflik berkepanjangan dengan manusia. Provinsi Lampung memiliki dua kantong gajah yang merupakan wilayah rawan kematian gajah, yaitu di Bukit Barisan Selatan (BBS) dan Way Kambas.
Beberapa kantong gajah yang memiliki angka kematian gajah tertinggi dan menjadi prioritas adalah Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Selatan (Subbusalam), Tesso Nilo, Balai Raja, Tebo (Jambi), Bukit Barisan Selatan dan Way kambas.
Merujuk pada kondisi populasi dan distribusi gajah sumatra saat ini, KLHK akan melakukan beberapa strategi penyelamatan dan penyelesaian masalah mendesak dalam upaya koservasi gajah sumatra, antara lain, perlindungan gajah di alam dan penguatan kapasitas aparat penegakan hukum dalam memerangi tindakan kejahatan terhadap satwa liar, khususnya pada gajah. Penanggulangan dan adaptasi konflik manusia dan gajah secara efektif melalui optimalisasi pengelolaan barrier, serta mendorong praktik hidup berdampingan (koeksistensi) antara manusia dengan gajah (tidak ada kematian manusia).
Menghilangkan potensi ancaman langsung pada lokasi-lokasi prioritas, dan penyelamatan gajah dari populasi alami kritis (doomed population) dan pemindahan ke habitat yang aman dan layak.
Infografis Perlindungan Gajah Sumatra
Reporter: Ahmad Apriyono