Belalai Ditebas, Gajah pun Mati

HEADLINE: Lagi, Anak Gajah Mati Mengenaskan, Negara Perlu Serius Urus Satwa Liar

Liputan6.com 2021-11-18 00:00:00
Gajah yang belalainya terluka dan nyaris putus akibat jeratan perangkap pemburu di Banda Aceh, Indonesia. (AP)

Seekor anak gajah sumatra ditemukan dalam kondisi mengenaskan, badannya kurus dan belalainya nyaris putus. Saat dilihat warga di kawasan Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, pada belalai anak gajah itu terlihat sisa jerat yang masih menempel.

Usai menerima laporan warga, Sabtu malam (13/11/2021), pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh yang dibantu personel medis, Resort Aceh Jaya dan CRU Sampoiniet, BKPH Teunom-KPH I, CRU Aceh, PKSL FKH-USK, dan masyarakat setempat, langsung terjun ke lokasi mencari keberadaan si anak gajah tersebut.

Anak gajah itu baru bisa ditemukan pada Minggu (14/11/2021) sekitar pukul 14.00 WIB di sekitar wilayah Desa Alue Meuraksa.

"Usai ditemukan dilakukan upaya pembiusan untuk dapat dilakukan penanganan medis dan pelepasan jerat yang masih menempel di belalainya," kata Agus Arianto.

Dari hasil observasi tim medis, diperkirakan luka pada belalai anak gajah sumatra itu sudah berlangsung lama. Hal itu dibuktikan dengan kondisi badan anak gajah yang terlihat kurus.

"Mungkin selama perkiraan selama dia terjerat asupan makanannya juga tidak optimal, karena fungsi belalai kan sebagai pengganti tangan untuk dia makan minum," kata Agus.

Tim medis memperkirakan, anak gajah itu sudah terluka jerat sekitar satu bulan sebelum ditemukan. Lantaran lukanya yang parah, anak gajah liar perlu mendapatkan perawatan lanjutan dan harus dievakuasi ke PLG Saree, Aceh Besar.

Namun nahas, dua hari usai menjalani perawatan, anak gajah sumatra itu mati. Luka pada belalainya sempat membusuk dan infeksinya menyebar, sehingga anak gajah tersebut tak bisa diselamatkan.

Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap anak gajah yang mati, Agus menyebut, perkembangbiakan gajah sumatra di wilayah Aceh sendiri menurutnya masih sangat bagus. Data BKSDA Aceh yang diutarakan Agus menyebut, gajah sumatra di Aceh sendiri jumlahnya berkisar antara 500-550 ekor. Jumlah itu dirasa Agus menggambarkan perkembangbiakan gajah yang cukup baik, meski di beberapa lokasi ditemukan konflik antara manusia dan gajah, selain juga ditemukannya kasus kematian gajah.

"Kalau secara alami perjumpaan yang kita temukan di beberapa kantong-kantong habitat itu, berbagai umur gajah itu masih bisa ditemukan. Artinya proses perkembangbiakannya bagus," kata Agus.

Soal jerat yang membuat belalai anak gajah itu putus, pihak BKSDA Aceh mengaku tidak tahu siapa yang memasang, dan apa motivasinya. Namun pihaknya menyebut, sampai saat ini memang masih ada masyarakat yang menggunakan jerat sebagai respons konflik.

Agus hanya mengimbau, seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam, khususnya satwa liar gajah sumatra, dengan cara tidak merusak hutan, yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai dan membunuh. Kemudian tidak menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati.

"Saya selalu mengimbau ke masyarakat untuk tidak menggunakan alat atau bahan apa pun yang dapat membahayakan satwa liar bahkan membunuh satwa liar untuk merespons konflik yang tejadi. Tidak listrik tegangan tinggi untuk merespons konflik, untuk upaya-upaya pencegahan terhadap satwa liar yang masuk ke perkebunan warga. Karena itu tidak hanya melukai tapi juga membunuh, bahkan bisa membunuh warga itu sendiri," katanya.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Catatan Kelam Perlindungan Gajah

Kematian nahas seekor anak gajah sumatra di Aceh itu, menambah panjang catatan kelam jeleknya perlindungan satwa liar di tanah air. Tak heran jika Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, usai penemuan anak gajah mati dengan belalai putus itu, meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Pemerintah Aceh bersama pemkab setempat perlu serius menyelesaikan persoalan ini agar tidak terjadi pengulangan terus menerus.

Direktur WALHI Aceh Muhammad Nur saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (17/11/2021) mengatakan, pada kenyataannya, pemerintah seolah tidak serius dalam melakukan perlindungan terhadap satwa kunci, terlihat hampir setiap tahun ada kematian gajah yang kena jerat maupun racun.

"Sementara di sisi lain Pemerintah Aceh Jaya di tahun 2019 lalu mendapatkan kouta repelanting sawit seluas 1.425 hektar, yang tersebar di berbagai titik, di antaranya Desa Alue 453 hektare, Masen dan Panter Kuyun Kecamatan Darul Hikmah-Setia Bakti 130 hektare, Desa Gampog Baroh 50 hektare, Desa Gunong Buloh 289 hektare, dan Desa Ranto Saboh 287 hektare. Luas kawasan peremajaan sawit itu sudah mengganggu jalur lintas gajah," beber Nur.

Aktivitas perluasan peremajaan sawit di Aceh Jaya maupun di kabupaten lain, kata Nur, membuktikan pemerintah pusat hingga pemda tidak perduli dengan ekositem gajah. Jalur atau koridor gajah, harusnya tidak diganggu atas nama bisnis sektor sumber daya alam.

"Untuk itu kami minta kepada Dinas Perkebunan Aceh menghentikan sementara waktu kegiatan peremajaan sawit sampai adanya penjelasan lebih rinci, terkait kawasan yang boleh digunakan untuk replanting, hingga tidak lagi menganggu habitat gajah dan species kunci lainnya di Aceh," katanya.

Mengingat peristiwa kematian gajah di Aceh terus berulang, WALHI Aceh mendesak BKSDA Aceh untuk tidak membiarkan kasus ini menguap begitu saja. Selain imbauan ke masyarakat, penting juga penegakan hukum tanpa pandang bulu sehingga memberikan efek jera pada pelaku menyebar jerat yang kerap memakan nyawa satwa liar.

"Kami juga meminta kepada KLHK untuk mengevaluasi capaian program TFCA terkait dengan perlindungan gajah sumatra. Ketika melihat angka kematian gajah meningkat setiap tahun, BKSDA seolah tidak serius memberikan perlindungan," katanya.

Menurut catatan WALHI Aceh, setidaknya sepanjang 2021 ada 34 kasus yang melibatkan satwa liar gajah di Aceh, termasuk kabar kematian dan konflik manusia dan gajah. Berikut catatan WALHI Aceh:

1. 2 Januari 2021, kawanan gajah liar memasuki permukiman warga di Bener Meriah

2. 11 Januari 2021, seekor gajah liar menampakkan diri, di Jalan Nasional, dan 5 hektare lahan warga dirusak oleh gajah tersebut di Bener Meriah.

3. 12 Januari 2021, seekor gajah betina yang sedang hamil ditemukan mati dikawasan perkebunan warga di Bener Meriah

4. 14 Januari 2021, puluhan ekor gajah liar merusak tanaman sawit, pisang, kelapa, dan juga 3 unit gubuk milik warga, di Aceh Timur.

5. 25 Januari 2021, kawanan gajah liar tersebut telah merusak perkebunan kelapa sawit dan pepaya milik warga di Nagan Raya.

6. 26 Januari 2021, kawanan gajah liar merusak perkebunan jagung dan pepaya, area persawahan warga juga ikut dirusak oleh kawanan gajah liar di Nagan Raya.

7. 26 Januari 2021, kawanan gajah liar merusak unit rumah milik warga di Nagan Raya.

8. 26 Januari 2021, berbagai jenis tanaman seperti coklat, pisang,durian,kelapa sawit, dan tanaman muda lainnya habis dirusak gajah di Pidie Jaya.

9. 27 Januari 2021, kawanan gajah merusak perkebunan jagung milik warga di Nagan Raya.

10. 27 Januari 2021, 10 hektare kebun sawit milik warga rusak diobrak-abrik oleh kawanan gajah liar di Aceh Timur.

11. 29 Januari 2021, ganguan gajah liar disejumlah desa dalam kecamatan seunagan timur, semakin meningkat. tanaman kacang tanah, padi, dan jagung dirusak dan dimakan di Nagan Raya.

12. 6 Februari 2021 kawanan gajah liar kembali merusak hektaran sawah milik warga, tidak hanya itu gajah juga merusak perkebunan jagung, kacang, pepaya,dan pinang, juga jadi bahan amukan gajah Di Nagan Raya

13. 14 Februari 2021, kawanan gajah liar sering berkeliaran dikawasan perkebunan warga di Pidie.

14. 6 Maret 2021, seekor gajah jantan ditemukan mati di pedalaman Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya.

15. 8 Maret 2021, sebanyak 3 ekor gajah liar berkeliaran di kawasan perumahan penduduk di Bener Meriah.

16. 12 Maret 2021, 3 ekor gajah merusak tanaman diperkebunan warga di Bener Meriah.

17. 19 Maret 2021, sebanyak 5 ekor gajah liar mengamuk dipermukiman warga, 300 batang pohon pisang tumbang, 1 rumah rusak, dan 6 tiang listrik tumbang di Bener Meriah.

18. 21 Maret 2021, BKSDA Aceh menyatakan seekor gajah sumatera terluka lagi di Aceh Timur, gajah tersebut berada di kawasan Peunarun Kabupaten Aceh Timur.

19. 21 Maret 2021, seekor gajah liar jantan dengan bobot 4,5 ton dipindahkan oleh pihak BKSDA, di Bener Meriah.

20. 22 Maret 2021, seekor gajah betina ditemukan sakit di kawasan Perkebunan Sawit di Aceh Timur.

21. 2 Mei 2021 13, ekor gajah liar mengamuk di Kutacane, Aceh Tenggara, kawanan gajah tersebut merusak perkebunan milik warga yang berada di sekitar lokasi tersebut.

22. 18 Mei 2021, kawanan gajah liar kembali merusak perkebunan milik warga di Aceh Selatan.

23. 24 Mei 2021. seorang warga Tangse diamuk seekor gajah liar jantan, setelah berusaha menghalau kawanan gajah liar tersebut memasuki perkebunannya, di Pidie

24. 8 Juni 2021, seekor gajah betina berusia 6 bulan ditemukan mati di kawasan Aceh Timur.

25. 16 Juni 2021, seekor gajah liar menyerang seorang asisten pawang gajah di kawasan CRU Cot Girek.

26. 4 Juli 2021, seorang warga meninggal setelah diamuk gajah di Aceh Tengah.

27. 23 Juli 2021, kawanan gajah memasuki daerah pemukiman penduduk di Pidie.

28. 25 Juli 2021, 100 batang sawit muda milik masyarakat dirusak gajah di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang.

29. 26 Juli 2021, sebanyak 20 ekor gajah liar merusak perkebunan pinang masyarakat di Pidie.

30. 7 Agustus 2021, seekor gajah liar berkeliaran dipermukiman warga di Bener Meriah.

31. 25 Agustus 2021, banyak tanaman produktif milik warga yang diserang kawanan gajah liar di Pidie.

32. 4 September 2021, satu rumah petani ambruk diserang kawanan gajah di Aceh Timur.

33. 16 September 2021, sebanyak 5 ekor gajah dibunuh di Aceh Jaya.

34. 16 Oktober 2021, seekor gajah liar ditemukan mati tanpa Kepala di Aceh Timur.

35. 17 November 2021, seekor anak gajah mati usai dua hari dirawat lantaran belalai putus terkena jerat.


Jadi Sorotan Dunia

Kasus gajah sumatra yang terakhir menjadi sorotan dunia. Berbagai media internasional mengangkat isu tersebut sebagai tema yang penting untuk diangkat dan dibicarakan. Media Amerika Serikat, Washington Post, melalui artikel bertajuk Indonesiababy elephant dies after losing half of her trunk mengangkat kasus tersebut.

"Seekor bayi gajah di Pulau Sumatra, Indonesia, mati pada hari Selasa setelah kehilangan separuh belalainya karena jebakan yang dibuat oleh pemburu yang memangsa spesies yang terancam punah itu, kata pihak bewenang, meskipun ada upaya untuk mengamputasi dan mengobati luka-lukanya," tulis media dari Amerika itu yang dikutip Rabu (17/11/2021).

Associated Press, yang juga dari Amerika turut mengulasnya dalam judul tulisan serupa.

Media Irlandia, Irish Examiner melalui tulisan Baby elephant in Indonesia dies after losing half of trunk to poachers' trap mengutuk para pelaku yang tega membuat anak gajah itu menderita.

"Seekor bayi gajah di pulau Sumatera Indonesia telah mati setelah kehilangan setengah belalainya karena jebakan yang dibuat oleh pemburu liar," tulis media tersebut mengutip pihak berwenang.

Dari Asia, media China, SCMP, turut mengulas dampak kekejaman para pemburu gajah dengan artikel Indonesian baby elephant dies after losing half its trunk due to poaching trap.

Sementara itu,Baby elephant in Indonesia dies after losing half of trunk to poachers' trap menjadi tajuk ulasan mengenai kisah malang bayi gajah di Banda Aceh itu yang dimuat media Turki, Daily Sabah.

Saluran berita bahasa Inggris yang paling banyak ditonton di India, Republic World, tak ketinggalan dengan isu tersebut. Menyoroti usia muda hewan tersebut melalui tulisanIndonesia: 1-year-old Sumatran Elephant Dies After Losing Half Of Her Trunk.

Kisah tragis bayi gajah dengan belalai hampir putus itu juga disorot media asing Taiwan News, yang ikut mengangkat dengan artikel bertajuk serupa Associated Press.


Tindakan Pemerintah

Sementara itu dalam paper Rencana Tindakan Mendesak Penyelamatan Populasi Gajah Sumatra 2020-2023, yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), populasi gajah sumatra dari periode 2007-2019 disebut merosot menjadi 61,3 persen. Penyebab kematian gajah antara lain disebabkan oleh perburuan, konflik antara gajah dan manusia, dan kematian akibat jerat, racun, dan aliran listrik. Semua penyebab itu dinyatakan sebagai ancaman serius bagi populasi gajah sumatra.

Hal ini juga di perparah dengan deforestasi habitat gajah sumatera. Pada 2000, hutan di Provinsi Riau dan Jambi memiliki luas sebesar 7,8 juta hektare dan pada 2014, luas hutan mengalami penurunan 3,4 juta hektare atau sekitar 43,6 persen. Kondisi ini yang membuat status populasi gajah sumatra saat ini menjadi kritis (Critically Endangered).

Penurunan populasi dan hilangnya habitat menyebabkan populasi gajah terpecah menjadi kantong - kantong populasi yang lebih kecil. Sejumlah kantong populasi kecil (kurang dari lima individu) merupakan populasi yang paling terancam.

Daya dukung yang semakin terbatas dan perkawinan sedarah (inbreeding), merupakan ancaman yang sangat serius bagi populasi kecil. Jika hal ini tidak ditangani dengan serius dalam waktu singkat, populasi gajah sumatra tidak viable untuk berkembang dan tingkat erosi genetik akan semakin tinggi.

Kematian gajah in-situ di Indonesia terfokus di Aceh, Riau, Jambi dan Lampung dalam 10 tahun terakhir yang diakibatkan oleh konflik gajah dan manusia, perburuan, sakit dan kondisi tidak teridentifikasi.

Di Aceh sendiri, kematian gajah banyak terjadi di Aceh Timur dan Aceh Tengah dan kondisi yang kritis bagi kantong gajah di Subbusalam (Aceh Selatan). Di Riau, kematian gajah terpusat di Tesso Nilo dengan kematian di tahun 2013-2014 mencakup 80 persen dari seluruh kematian gajah di Riau hingga menurun secara drastis tahun 2017-2019. Balai Raja dan Giam Siak menduduki tempat kedua sebagai lokasi dengan jumlah kematian gajah dan manusia tertinggi di Propinsi Riau.

Kantong gajah di Tebo memiliki jumlah kematian gajah yang lebih tinggi dibandingkan lokasi lain di Provinsi Jambi, terutama karena kondisi kritis beberapa kelompok gajah dan konflik berkepanjangan dengan manusia. Provinsi Lampung memiliki dua kantong gajah yang merupakan wilayah rawan kematian gajah, yaitu di Bukit Barisan Selatan (BBS) dan Way Kambas.

Beberapa kantong gajah yang memiliki angka kematian gajah tertinggi dan menjadi prioritas adalah Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Selatan (Subbusalam), Tesso Nilo, Balai Raja, Tebo (Jambi), Bukit Barisan Selatan dan Way kambas.

Merujuk pada kondisi populasi dan distribusi gajah sumatra saat ini, KLHK akan melakukan beberapa strategi penyelamatan dan penyelesaian masalah mendesak dalam upaya koservasi gajah sumatra, antara lain, perlindungan gajah di alam dan penguatan kapasitas aparat penegakan hukum dalam memerangi tindakan kejahatan terhadap satwa liar, khususnya pada gajah. Penanggulangan dan adaptasi konflik manusia dan gajah secara efektif melalui optimalisasi pengelolaan barrier, serta mendorong praktik hidup berdampingan (koeksistensi) antara manusia dengan gajah (tidak ada kematian manusia).

Menghilangkan potensi ancaman langsung pada lokasi-lokasi prioritas, dan penyelamatan gajah dari populasi alami kritis (doomed population) dan pemindahan ke habitat yang aman dan layak.


Infografis Perlindungan Gajah Sumatra

 

Mati Tanpa Kepala di Kebun Sawit

Gajah Ditemukan Mati Tragis Tanpa Kepala di Perkebunan Sawit, 5 Orang Jadi Tersangka

Liputan6.com 2021-08-18 04:30:08
Dokter hewan melakukan pembedahan atau nekropsi pada gajah Sumatera yang ditemukan mati mengenaskan di Bengkalis, Riau (20/11/2019). Hasil pemeriksaan, petugas menemukan bekas potongan pada t

Kepolisian Resor (Polres) Aceh Timur menangkap lima terduga pelaku pembunuhan gajah yang ditemukan tanpa kepala di area perkebunan sawit, di Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur.

Kepala Bidang Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy didampingi Kapolres Aceh Timur AKBP Eko Widiantoro, di Banda Aceh, Selasa, mengatakan kelima pelaku pembunuhan gajah yang ditangkap memiliki peran masing-masing.

"Kelima pelaku yang ditangkap yakni berinisial JN alias DG (35), EM (41), SN (33), JZ (50), dan RA (46). Pelaku JN alias DG diduga yang meracuni dan memotong leher gajah tersebut," kata Kombes Pol Winardy, dikutip Antara.

Sedangkan empat terduga pelaku pembunuhan gajah lainnya, kata Kombes Pol Winardy, berperan sebagai penjual atau yang memperdagangkan bagian tubuh satwa dilindungi tersebut.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Gajah Mati karena Diracun

Kombes Winardy menyatakan, sebelumnya seekor gajah jantan berusia 12 hingga 15 tahun ditemukan mati tanpa kepala di area perkebunan sawit, di Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur pada 11 Juli 2021.

Hasil pemeriksaan laboratorium forensik, penyebab kematian gajah karena diracun. Pelaku diduga mengambil gadingnya untuk diperdagangkan, kata Kombes Winardy.

"Selain lima pelaku yang sudah ditangkap, seorang lainnya ditetapkan sebagai DPO. Terduga pelaku yang masuk DPO tersebut kini masih dalam pengejaran," kata Winardy.

Ia mengatakan pula, para pelaku beserta barang bukti berupa hasil kejahatan dan alat-alat yang digunakan diamankan di Polres Aceh Timur untuk pengembangan lebih lanjut.


Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Sherina Kecam Penyiksaan Anjing

Sherina Munaf Trending Usai Soroti Dugaan Penyiksaan Anjing Hingga Tewas di Aceh

Liputan6.com 2021-10-24 13:00:00
Sherina Munaf pernah menjadi utusan United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) pada usia 14 tahun. (Foto: dok Zenius)

Sherina Munaf menyampaikan keresahannya terhadap kasus penyiksaan anjing di Aceh yang ramai pekan ini. Diketahui bahwa Canon, seekor anjing hitam milik seorang pengusaha resor di Aceh, mati setelah ditangkap Satpol PP.

Masalah ini viral di media sosial dan disoroti masyarakat, termasuk Sherina Munaf. Melalui beberapa cuitan di akun Twitter terverifikasinya, Sherina mengaku stres melihat kejadian ini.

"Masih stres kebayang hewan peliharaan tersayang, dirawat dari kecil, ramah dan percaya sama manusia, eh diburu, disiksa dan tewas oleh tangan-tangan aparat berseragam, utk alasan apakah? Wisata halal? Kalau sampai iya demi itu, apakah halal = menghalalkan segala cara? Sakit," tulis putri TriawanMunaf itu pada Sabtu (23/10/2021).

Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Trending

Tak hanya itu, Sherina Munaf lantang menyuarakan masalah ini lewat twit-twitnya yang lain. Sayangnya, bersamaan dengan itu, banyak yang mengkritik Sherina Munaf. Warganet meminta Sherina Munaf tak hanya vokal di satu isu seperti ini saja.

Tapi juga di banyak isu lain seperti perdagangan daging anjing yang hingga saat ini masih menjadi masalah di beberapa tempat di Indonesia. Sampai-sampai, nama Sherina Munaf masuk ke jajaran trending topic di Twitter.


Terbatas

Menanggapi hal ini, Sherina Munaf mengakui keterbatasannya untuk bisa menyelesaikan semua masalah terkait hewan.

"Gila banget. Sekarang gw dikirimin gambar anjing2 di pasar Tomohon yang dijual untuk dimakan. Ditanya mana suara Sherina yang ini? Itu video tahun 2018, mata saya belum seterbuka itu mengenai animal welfare. Kalo gw punya superpower pengennya jg bisa nyelametin SEMUANYA," tulis Sherina Munaf.

"Sekarang yang SEDANG terjadi adalah ANJING PELIHARAAN seseorang diambil paksa sampai mati. Mau ini di Aceh atau daerah lainnya atau dunia, ya semuanya keji. Tapi unfortunately saat ini terjadi di negara KITA. Maka saat ini banyak di Indonesia yang bersuara untuk Canon," sambungnya dalam twit yang lain.


Ajak Masyarakat

Karenanya, ketimbang hanya mengkritik, Sherina Munaf mengajak masyarakat ikut bersuara dan membuat perubahan nyata.

""Harus sama-sama adil dong bersuara untuk semua." IYA PENGEN bisa menyelamatkan semuanya. Tapi saya hanya SATU ORANG. Daripada menunjuk karena menurutmu saya KURANG adil dalam bersuara, ya tolong IKUT bantu bersuara, demi perubahan yang lebih baik. Kenapa nunggu nunjuk saya saja?" tulis Sherina.

"Ironisnya: Apakah dengan bersuara seperti ini akan mengembalikan nyawa Canon atau anjing2 lainnya? Tidak. Tapi kita bisa mencegah hal2 seperti ini di masa depan dengan bersuara," tambahnya lagi.

Terus Diburu Meski Hampir Punah

Mati Lagi Kena Jerat di Riau, Harimau Sumatra Diambang Kepunahan

Liputan6.com 2020-09-02 23:00:59
Bangkai harimau sumatra yang mati di Provinsi Riau. (Liputan6.com/Istimewa)

Tragedi jerat kembali menimpa harimau sumatra di Provinsi Riau. Si Datuk Belang itu bahkan ditemukan sudah membusuk karena jerat baja dari pemburu satwa liar di Kabupaten Siak.

Kejadian ini menambah daftar panjang harimau sumatra mati di Bumi Lancang Kuning dalam beberapa tahun terakhir. Peristiwa ini sekaligus membuat si Raja Hutan berada diambang kepunahan.

Kepala Bidang II Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Heru Sutmantoro membenarkan penemuan bangkai harimau sumatra itu. Kejadiannya diperkirakan sudah berlangsung 10 hari lalu.

Heru menjelaskan, harimau sumatra mati berada di hutan produksi. Lokasi ini berbatasan dengan konsesi milik perusahaan hutan tanaman industri.

"Sekitar 45 meter dari batas konsesi PT Seraya Sumber Lestari," kata Heru, Selasa (2/9/2020).

Heru menyebut tim medis sudah melakukan neukropsi atau bedah bangkai. Tim medis menemukan jerat baja yang melingkar di leher harimau sumatra.

"Ini harimau betina dewasa, diperkirakan berusia antara 8 sampai 9 tahun," ucap Heru.

Heru menyebut, harimau sumatra itu kini sudah dikubur di lokasi aman. BBKSDA Riau juga menyatakan sangat berduka atas kejadian in, dan akan mengusut tuntas kematian satwa belang itu. Semua pihak diminta peduli atas keberadaan harimau sumatra karena perlindungannya menjadi tanggung jawab bersama.

"Konservasi satwa liar dilindungi menjadi tanggung jawab semua pihak terutama pemangku wilayah termasuk dinas lingkungan hidup provinsi dan konsesi," tegas Heru.


Simak juga video pilihan berikut ini:

Dibantai karena Sisiknya

Nasib Trenggiling, Diburu dan Dibantai Karena Sisiknya

Liputan6.com 2020-06-13 16:00:14
14 kilogram sisik trenggling yang disita petugas dari empat penjual satwa ilegal di Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Sisik bernilai tinggi di pasar gelap membuat trenggiling tak bisa hidup bebas lagi di alam liar. Satwa pengerat ini selalu menjadi buruan untuk ditangkap dan dibunuh, lalu diambil sisiknya oleh pemburu satwa liar.

Baru-baru ini, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Seksi II Sumatera bersama Mabes Polri menyita ribuan sisik trenggiling siap jual. Ada dua kardus disita yang berisi 14 kilogram sisik dari dua mobil.

Dalam kasus ini, empat orang terduga pelaku ditangkap di depan sebuah bank Jalan HR Soebrantas Pekanbaru. Mereka punya peran masing-masing, ada sebagai pembawa, penghubung serta penjual secara daring.

Kepala Gakkum Seksi Wilayah II Sumatera Eduwar Hutapea menjelaskan, tersangka inisial MD, ZU, IS dan DA tak berkutik ketika petugas gabungan mendatanginya. Telat sedikit saja, bisa jadi sisik itu sudah terjual secara online.

"Jaringan ini sudah lama diselidiki hingga akhirnya petugas tahu keberadaannya di Pekanbaru," kata Eduwar di Pekanbaru, Jum'at petang, 12 Juni 2020.

Eduwar menjelaskan, MD dan ZU diduga sebagai pemilik serta pengangkut sisik. Hasil penyidikan sementara, sisik itu bukan lah hasil perburuan trenggiling di Provinsi Riau.

"Keduanya menyebut sisik ini berasal dari Solok, Sumatra Barat," kata Eduwar.

Setelah kedua tersangka tersebut, giliran dua tersangka lainnya ditangkap petugas, yaitu IS dan DA. Keduanya diduga sebagai penghubung antara dua tersangka sebelumnya kepada calon pembeli.

"Masih diusut siapa pembeli ini, jual beli rencananya dilakukan secara online," kata Eduwar.

Eduwar menerangkan, sisik trenggiling bernilai tinggi di pasar gelap Asia. Selanjutnya, petugas berencana memburu pencari trenggiling di alam liar, begitu juga dengan pembantainya.

"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta," ujarnya.


Simak Video Pilihan Berikut:

Kejamnya Si Penjagal Kucing

Digerebek Polisi, Ini 3 Fakta Jagal Kucing yang Viral di Media Sosial

Liputan6.com 2021-01-29 19:15:23
Sempat ramai di media sosial, ini fakta jagal kucing yang bikin resah warga. (Sumber: Instagram/@soniarizkikarai)

Beberapa waktu lalu, viral di media mengenai aktivitas perburuan kucing dan jual beli daging kucing di Medan. Kasus ini berawal dari unggahan seorang wanita di media sosialnya.

Dalam unggahannya, perempuan bernama Sonia ini menceritakan kejadian saat ia bersama temannya mencari kucing peliharaannya bernama Tayo yang sudah dua hari hilang. Saat berhasil ditemukan, kucing itu ditemukan di dalam sebuah karung dan telah terpenggal.

"Hari ini saya mencari kucing saya yang dua hari yang lalu hilang, setelah bertanya tanya kesana dan kemari akhirnya ada yang liat kucing saya dimasukkan ke goni sama orang yang katanya udah sering ngambilin kucing untuk dibunuh lalu dijual dagingnya dengan perkg 70.000." sepenggal tulisannya di Instagramnya.

Sontak unggahan itu pun viral di media sosial hingga diunggah ulang oleh berbagai akun gosip.Tak hanya disorot oleh warganet saja, bahkan selebriti Sherina Munaf pun ikut bersuara di Instagramnya.

Hingga kini pihak polisi tengah melakukan tindakan atas kasus jagal kucing di Medan itu. Berikut ini Liputan6.com rangkum, 5 fakta jagal kucing di Medan yang viral di media sosial dari berbagai sumber, Jumat (29/1/2021).


1. Polisi Cari Tersangka

Kasus jagal kucing yang viral di Medan itu telah dilaporkan ke pihak berwajib. Polisi pun masih mendalami kasus pencurian dan penjagalan kucing tersebut. Mereka mengumpulkan keterangan saksi dan alat bukti untuk menetapkan tersangka.

Kanit Reskrim Polsek Medan Area Iptu Rianto mengatakan, penyelidikan mereka mengarah kepada satu orang terduga pelaku berinisial NS, warga Jalan Tangguk Bongkar VII, Tegalsari Mandala II, Medan. Namun, penyidik ungkap masih perlu bukti permulaan yang cukup sebelum menetapkannya sebagai tersangka.

"Korban sudah buat laporan, dan baru hari ini kita mau lengkapi saksi-saksi lah, siapa yang kemarin kawannya Sonia (korban) dan terus apa keterangannya gitu. Mudah-mudahan bisa cepat ada titik temunya. Terduga pelaku satu orang si NS itulah," jelas Iptu Rianto, Jumat (29/1/2021) dikutip dari Merdeka.


2. Terancam Dijerat Pidana

Rianto melanjutkan jika petugas sudah ke lokasi penjagalan itu. Mereka menemukan sejumlah anggota tubuh kucing. Namun yang ditemukan petugas bukan bagian dari kucing milik Sonia. Korban sudah menguburkan kepala kucingnya yang ia temuukan beberapa waktu lalu.

Pasal yang akan dikenakan kepada tersangka dalam kasus ini belum bisa dipastikan. Pelaku bisa dijerat dengan Pasal 302 KUHPidana karena menganiaya binatang. Namun pasal ini dinilai terlalu ringan.

"Tapi bisa juga kita kenakan Pasal 362 KUHP, pencurian, karena kucingnya ini kucing Persia, ada nilainya. Pencurian ini kan memiliki seluruh atau sebagian, dia mau memiliki karena dagingnya dijual. Kalau kita kenakan Pasal 362 kemungkinan bisa kita tahan karena ancamannya 5 tahun. Tapi kalau Pasal 302 cuma tiga bulan. Nanti kita gelar dulu mana pasal yang paling memungkinkan," lanjutnya.


3. Daging Kucing Dijual

Setelah polisi melakukan pemeriksaan rumah yang diduga dijadikan lokasi penjangalan kucing, beredar kabar jika rumah milik NS itu memang sudah diketahui oleh warga sekitar.

Rumah yang berada di tengah pemukiman warga tersebut menjadi tempat kucing atau anjing yang diambil daging untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual di pasaran. Saat didatangi polisi pun, lokasi itu banyak ditemukan kepala, organ dalam hingga bagian tubuh kucing yang sudah dipotong-potong. Menurut kabar yang beredar, daging kucing ini bisa dijual senilai Rp 70.000 per kilogramnya.

Menyiksa Kera demi Konten

Foto Sadis, Siksa Kera dan Mengajak Selfie Bikin Geram Netizen

Liputan6.com 2015-10-20 13:25:43
Pemandagan sadis pelaku kekerasan terhadap hewan kembali terjadi.

Pemandangan sadis pelaku kekerasan terhadap hewan kembali terjadi. Belum hilang dari ingatan aksi memilukan atas penyiksaan kucing hutan yang menyeret dua nama mahasiswa di Jawa Timur, kini muncul lagi di media sosial aksi seorang pemburu yang menggantung spesies hewan primata. Seperti tidak punya hati, pelaku malah mengajaknya selfie.

Tidak jelas di mana dan kapan foto itu diambil. Foto itu viral di media sosial Facebook dan Twitter, selang sehari setelah tragedipembantaian kucing hutan. Akun Facebook dengan nama Victorio Theodorus Singal sontak menjadi sorotan netizen. Mereka yang geram mengutuk aksi keji tersebut.

Dalam foto itu terlihat seekor hewan berkategori kera tampak diikat dan digantung di ranting pohon. Wajah kera itu berlumuran darah. Terlihat si kera masih hidup dan tampak sangat kesakitan.

Foto pelaku yang diduga sekaligus pemilik akun mengabadikan foto itu. Dengan tangan kanan menggenggam senjata dan tangan kiri memegang kamera dan berpose selfie. Tim Citizen6 pun menelusuri jejak akun tersebut, tapi yang terjadi, akun tersebut diduga berganti nama menjadi 'rio'. Postingan foto pun sudah terhapus.

Namun, sejumlah netizen yang sempat menyimpan foto tersebut, kemudian membagikannya. Alhasil, sejumlah kecaman mengalir deras atas postingan foto tersebut. Salah satunya di media sosial Twitter, bahkan reaksi itu memicu tindakan persuasif untuk menangkap pelaku penyiksaan kera tersebut.

Aku dengan nama @M_ImaatzCISC menuliskan, Tangkap Orang ini: Masih ada jg manusia yg berhati binatang, seperti ini! ". (War)*

Mati dengan Sirip Terpenggal

Ditemukan Puluhan Hiu Mati Berserakan dengan Sirip Terpenggal

Liputan6.com 2016-02-09 10:10:11
Bangkai bayi hiu bayi tersebut pertama kali dilihat oleh seorang pejalan kaki di dekat kota Hsinchu.

Beberapa hari lalu, puluhan bayi hiu ditemukan berserakan di sekitar pantai Taiwan. Malangnya ikan-ikan hiu tersebut dibunuh oleh orang-orang tak bertanggung jawab dengan memenggal siripnya.

Di dalam foto-foto, terlihat bayi ikan hiu yang berserakan di sepanjang pantai barat laut itu berjumlah sekitar 60 ekor.

Bangkai bayi hiu tersebut pertama kali dilihat oleh seorang pejalan kaki di dekat Kota Hsinchu. Polisi yang telah menyelidiki kasus ini menemukan bayi-bayi hiu itu kebanyakan terluka, selain siripnya dipenggal.

Seperti dilansir Shanghaiist.com, pemenggalan sirip bayi-bayi hiu ini terkait dengan perayaan tahun baru China.

Sup Sirip hiu konon menjadi menu wajib dalam merayakan tahun baru Imlek. Menurut keyakinan mereka, dengan menghidangkan sup hiu di atas meja, mereka akan memperoleh keberuntungan yang lebih besar di tahun baru ini.

Sebenarnya sejak 2012, pemerintah Taiwan telah melarang pembunuhan terhadap ikan hiu. Namun rupanya bisnis ini cukup menguntungkan sehingga banyak orang yang melanggar peraturan tersebut.

Mengetahui hal ini, netizenTaiwan mengutuk keras tindakan pembunuhan hiu-hiu yang kian langka itu. Mereka berharap pihak yang berwenang bisa mengusut tuntas dan menangkap para pemburu hiu.

Di Indonesia, kampanye untuk tidak menangkap dan mengonsumsi sup ikan hiu juga marak. Sejak Senin, 8 Februari 2016, muncul hashtag #SaveShark yang memperoleh respons sangat ramai.

Beberapa ciapan itu di antaranya sebagai berikut.

Daripada dimakan, hiu lebih baik tetap hidup di laut. Selamat imlek ya. #SaveShark #Imlekbebashiu pic.twitter.com/AW1yQJG3IB

rachma.andriana shares: Shark house #shark #sharkaddicts #saveshark #underwater #underwaterworld #dive #diving #s... pic.twitter.com/WCNsuBfdB2

Masih banyak banget menu shark steak di resto2 di Sunter #sick #saveshark https://t.co/2TO3jO3yPT

"Selamatkan Hiu, Selamatkan Laut INDONESIA" @r_djangkaru https://t.co/ludaKTfI7Q #SaveShark #ImlekbebasHIU pic.twitter.com/gIP3XWAFiF

Say No To Shark Fin Soup, No Shark Based Dishes for Chinese New Year! #SaveShark #chineseNewYear #Imlek #nosharkfin pic.twitter.com/Fv6YTG2wcw

Lebih sadis pemangsa hiu daripada hiu pemangsa. Ckck #imlekbebashiu #saveshark @EHmakassar pic.twitter.com/VRISL8fPto

Mati Mengenaskan Terjerat Baja

Sebelum Mati, Harimau Sumatra di Bengkalis 5 Hari Tersiksa karena Jerat Baja

Liputan6.com 2021-10-20 10:00:17
Harimau sumatra mati di Kabupaten Bengkalis karena terjerat. (Liputan6.com/Dok BBKDA Riau)

Dokter hewan di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sudah menyelesaikan bedah bangkai atau nekropsi terhadap harimau sumatra mati terjerat di Kabupaten Bengkalis. Si Datuk Belang juga sudah dikubur oleh petugas.

Plt Kepala BBKSDA Riau Fifin Arfiana Jogasara menjelaskan, bedah bangkai bertujuan mengetahui penyebab dan sudah berapa lama harimau sumatra mati. Nekropsi dilakukan pada 17 Oktober 2021 malam atau beberapa saat setelah harimau ditemukan mati.

"Bedah bangkai dilakukan drh Danang dari pukul 18.30 WIB hingga pukul 21.00 WIB," kata Fifin, Selasa siang, 19 Oktober 2021.

Menurut Fifin, harimau mati itu berjenis kelamin betina. Usianya diperkirakan dari 4 sampai 5 tahun sehingga dikategorikan sebagai harimau remaja.

"Harimau berdasarkan hasil nekropsi belum pernah melahirkan," kata Fifin.

Harimau ini memiliki panjang tubuh (diukur dari kepala hingga ekor) 190 sentimeter. Adapun panjang badannya adalah 91 sentimeter, lingkar dada 86 sentimeter, dan panjang ekor 74 sentimeter.

Saat dievakuasi, kondisi bangkai harimau sumatra mati sudah kaku. Di kaki depan kirinya ada tali jerat sling yang melilit sehingga menyebabkan luka sangat dalam.

"Lukanya sudah terlihat tulang karena lilitan sling baja," kata Fifin.

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Terjerat Lima Hari

Berdasarkan pemeriksaan medis, harimau sudah terjerat selama lima hari dan waktu ditemukan sudah mati lebih kurang dari 24 jam.

Sementara hasil pemeriksaan patologi anatomi, penyebab kematian karena dehidrasi berat. Jerat membuat harimau tidak bebas sehingga kesulitan mendapatkan cairan.

"Kemudian kekurangan nutrisi dan infeksi luka kaki karena jerat," kata Fifin.

Sebelumnya, harimau ini ditemukan mati di Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis pada Minggu pagi, 17 Oktober 2021. Lokasinya di areal Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK).

Harimau ini berasal dari kawasan Suaka Margasatwa Bukit Batu. Lokasi itu berjarak sekitar 20 kilometer meter dari habitatnya sehingga desa tersebut masih menjadi wilayah jelajahnya untuk mencari makan.


Simak video pilihan berikut ini:

Racun Pembunuh Harimau Sumatra

Kulit Kambing Berlumur Racun Jadi Petunjuk Matinya Harimau Sumatra di Aceh

Liputan6.com 2020-07-02 03:00:25
Harimau sumatra mati yang ditemukan di konsesi PT Arara Abadi yang merupakan anak perusahaan APP Sinar Mas. (Liputan6.com/M Syukur)

Kematian seekor harimau sumatra di Trumon Timur, Aceh Selatan, masih menjadi misteri. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menggandeng pihak kepolisian untuk menyelidiki datuk belang bernama latin (panthera tigris sumatrae) itu.

Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto, Rabu (1/7/2020) mengatakan, dari hasil nekropsi (pemeriksaan kematian) satwa dilindungi tersebut, penyebab kematiannya karena diduga keracunan.

"Penyelidikan ini untuk mengetahui harimau sumatera tersebut diracun karena unsur kesengajaan atau tidak. Jika ada unsur kesengajaan, tentu ada pihak yang terlibat," kata Agus Arianto.

Agus Arianto mengatakan, harimau betina dengan perkiraan umur dua hingga tiga tahun tersebut ditemukan mati di perkebunan masyarakat di Desa Kapa Seusak, Kecamatan Trumon Timur, Aceh Selatan Senin (29/6) pukul 06.35 WIB.

Berdasarkan hasil nekropsi, kondisi bangkai harimau sudah mengalami pembusukan. Ada pendarahan dari lubang hidung dan bulu gampang rontok, jaringan bawah kulit sebagian memar.

Kemudian, ada luka diduga akibat kawat duri di bagian perut. Lidah sebagian mengalami sianosis (kondisi tampak berwarna kebiruan karena kurangnya oksigen dalam darah). Saluran pencernaan dan lambung mengalami pendarahan.

"Ada ditemukan zat diduga racun insektisida pada kulit kambing yang sebelumnya dimangsa harimau tersebut. Hasil nekropsi disimpulkan bahwa kematian harimau diduga karena keracunan," kata Agus Arianto.

Agus Arianto menyebutkan tim nekropsi mengambil sampel di antara hati, jantung serta organ vital harimau lainnya termasuk isi lambung, kulit kambing diduga dilumuri racun untuk diperiksa lebih lanjut di laboratorium.

"Tujuan pemeriksaan laboratorium untuk lebih memastikan penyebab kematian harimau sumatera serta bahan penyelidikan kepolisian," kata Agus Arianto.

Agus Arianto menegaskan harimau sumatra merupakan satwa dilindungi. Satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera tersebut masuk dalam spesies terancam dan berisiko tinggi punah di alam liar.

"Kami mengajak masyarakat menjaga kelestarian harimau sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat alami. Serta tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian satwa dilindungi tersebut," katanya.


Simak juga video pilihan berikut ini: