Sulitkah menemukan 11 orang untuk menciptakan tim sepak bola berprestasi meski Indonesia memiliki lebih dari 250 juta penduduk?
Pertanyaan itu semestinya tidak muncul. Terlebih banyak negara dengan penduduk jauh lebih kecil mampu memetik prestasi di lapangan hijau, contohnya Uruguay atau Kroasia.
Toh fakta bicara lain. Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia, tapi terjadi saat masih berada di bawah kekuasaan kolonial. Skuat Garuda baru berpartisipasi empat kali di Piala Asia, seluruhnya berakhir di fase grup.
Sementara pada ajang regional, Indonesia belum pernah menjadi penguasa Asia Tenggara. Timnas harus menerima kenyataan lima kali jadi runner-up Piala AFF. Bandingkan dengan Singapura, negara berpenduduk lima juta yang sudah menduduki takhta empat kali.
Indonesia boleh berdalih dan menunjuk Tiongkok dan India yang memiliki masalah serupa. Kedua negara itu punya warga negara lebih banyak ketimbang Tanah Air, Tiongkok dengan 1,4 miliar dan India 1,3 miliar.
Namun, Tiongkok dan India juga punya alibi kuat. Tiongkok berada satu kawasan dengan Jepang dan Korea Selatan yang terlebih dahulu fokus pada pembinaan sepak bola. Sementara sepak bola bukanlah cabang olahraga populer di India.
Lagipula, kedua negara itu masih bisa merebut gelar di tengah kondisi. Tiongkok menjuarai Piala Asia Timur serta masuk final Piala Asia masing-masing dua kali, plus sekali tampil di Piala Dunia. Sedangkan India memenangkan Piala Asia Selatan dalam delapan kesempatan.
Dalam kondisi ini, Indonesia melanjutkan perjuangan memburu gelar internasional pertama di Piala AFF 2020.