Kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo mulai menemukan titik terang.
Polisi menetapkan Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai tersangka dalam insiden yang terjadi di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat sore, 8 Juli 2022 itu. Bharada E pun dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan Juncto 55 dan 56 KUHP dan langsung ditahan di Rutan Bareskrim.
Berbeda dengan keterangan sebelumnya, polisi kini menyebut Bharada E tidak dalam kondisi membela diri saat menembak Brigadir J.
"Pasal 338 juncto 55 dan 56 KUHP, jadi bukan bela diri," tutur Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian dalam konferensi pers, Rabu (3/8/2022) malam.
Menurut Andi, pemeriksaan dan penyidikan tidak berhenti sampai di sini dan tetap berkembang. Andi menyebut masih ada sejumlah saksi yang akan dimintai keterangan terkait kasus kematian Brigadir J, termasuk Irjen Ferdy Sambo.
"Pemeriksaan atau penyidikan tidak berhenti sampai di sini, ini tetap berkembang," kata Andi.
Sementara Kabareskrim Komjen Agus Andrianto mengatakan, sampai saat ini pihaknya sudah memeriksa 43 saksi. Selain itu, Timsus juga tengah memeriksa 25 personel polisi mulai dari Propam, Bareskrim, Polres dan juga Polda Metro Jaya di mana sebagian dari mereka akan ditempatkan di tempat khusus.
Nantinya, kata Agus, apabila dalam proses pemeriksaan ditemukan pelanggaran pidana baik menghalangi proses penyidikan, menghilangkan, menyembunyikan barang bukti sehingga menghambat proses penyidikan, akan jadikan dasar apakah perlu lakukan peningkatan status mereka menjadi bagian dari para pelaku di dalam Pasal 55 dan 56 berdasarkan rekomendasi Irwasum.
"Apakah perlu kita lakukan peningkatan status mereka menjadi bagian daripada para pelaku di dalam Pasal 55 dan 56 adalah ada yang melakukan, menyuruh melakukan perbuatan pidana ataupun karena kuasanya ia memberikan perintah untuk melakukan kejahatan termasuk memberi kesempatan dan bantuan sehingga kejahatan itu bisa terjadi. Ini akan menjadi landasan kita dalam melakukan proses penyidikan yang kita lakukan," kata Kabareskrim.
Sementara Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, ada 3 personel pati bintang 1, Kombes 5 personel, AKBP 3 personel, Kompol 2 personel, Pama 7 personel, serta Bintara dan Tamtama 5 personel dari kesatuan Divpropam, Polres, dan juga ada beberapa personel dari Polda dan Bareskrim yang diperiksa dalam kasus ini.
"Saat ini sedang berproses dan kemungkinan akan berkembang nama-nama lain atau ke pangkat-pangkat lain. Yang jelas rekan-rekan tahu ada CCTV rusak yang diambil pada saat di satpam dan itu juga sudah kita dalami dan kita sudah mendapatkan bagaimana proses pengambilan dan siapa yang mengambil, juga sudah kita lakukan pemeriksaan. Dan saat ini, tentunya kita akan melakukan proses selanjutnya," kata Kapolri.
Namun, kata Listyo, pihaknya sudah mengantongi identitas siapa yang mengambil dan menyimpan CCTV. Nantinya, hal tersebut akan diumumkan pada saat proses pemeriksaan tuntas.
"Yang jelas kita tentunya akan mengambil langkah-langkah secara cepat. Ada 4 orang yang kita tempatkan di tempat khusus selama 30 hari dan sisanya akan kita proses sesuai dengan keputusan dari timsus apakah masuk pidana atau masuk etik," kata dia.
Selain memeriksa saksi dan para personel polisi yang diduga terlibat, kata Listyo, Polri juga tengah menunggu hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J.
"Ke depan kita masih menunggu (hasil) autopsi ulang jadi semuanya jadi satu rangkaian pemeriksaan pembuktian secara scinetific tentunya selalu menjadi salah satu yang akan kita pertanggungjawabkan kepada publik. Kemarin kita sudah melakukan pemeriksaan balistik forensik, metalogi forensik ,dan DNA, dan hal-hal lain yang harus kita lakukan," tandas Listyo.
Siapa Otak Pembunuhan Brigadir J? Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar mengatakan, penggunaan Pasal 55 dan 56 KUHP terhadap penetapan tersangka Bharada E ini menyiratkan bahwa pembunuhan tersebut tidak dilakukan oleh seorang diri. "Perbuatan pembunuhan itu tidak ditanggung jawabi oleh satu orang, tetapi ada peserta yang bersama-sama (Pasal 55 KUHP) umpamanya. Yang menyuruh dan sebagainya juga ada yang membantu dan berkedudukan sebagai pembantu (Pasal 56 KUHP). Jadi (Bharada E) hanya peran membantu saja," kata Fickar kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis, (4/8/2022). Diketahui penyertaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yakni dimaknai terdiri dari 'pembuat' yaitu orang yang memberikan perintah, 'penyuruh' yaitu orang yang bersama-sama melakukan, 'pembuat peserta' yaitu orang yang memberi perintah dengan sengaja, 'pembuat penganjur' dan 'pembantu'. Adapun secara rinci adalah sebagai berikut: Pasal 55 KUHP: (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan; Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, keterangan, atau sengaja menganjurkan orang lain agar melakukan perbuatan. (2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya. Pasal 56 KUHP: Dipidana sebagai pembantu kejahatan: 1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. 2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. "Artinya ada orang lain yang seharusnya bertanggung jawab selain Bharada E. Siapa otaknya di antara para pelaku? itu yang akan digali JPU di pengadilan," kata dia. Terlebih kata Fickar, ada banyak kejanggalan dalam kasus ini di mana saat melakukan penembakan, Bharada E menggunakan pistol jenis Glock yang umumnya hanya digunakan oleh polisi berpangkat perwira. Senjata inilah, kata dia, seharusnya bisa mengungkap siapa dalang pembunuhan Brigadir J. "Kalau dari jenisnya kan bukan senjata untuk setingkat Bharada, alat itu (senjata) yang bisa menunjukan siapa yang memiliki atau berwenang menguasai alat itu," ujar Fickar. Dia berharap dengan instruksi Kapolri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kasus ini dijadikan kesempatan untuk membersihkan oknum-oknum polisi yang terlibat. "Dengan Tim Khusus bisa ditembus semua hambatan yuridis maupun psikologis," tandasnya. Sementara Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan dalam kasus ini kepolisian tampak sangat berhati-hati dalam mengumumkannya ke publik. Sebab sampai saat ini polisi hanya mengumumkan satu tersangka, yaitu Bharada E yang sebenarnya sudah diprediksi. "Dari awal Bharada E sudah disudutkan atau ditempatkan menjadi pelaku pembunuhan Brigadir J," kata Usman Hamid. Namun, Usman meragukan seorang Bhayangkara tingkat 2 berani menembak seorang Brigadir polisi seperti Yoshua. Terlebih Brigadir J merupakan ajudan Irjen Ferdy Sambo yang sudah cukup senior. "Sementara Bharada E ini baru baru berapa bulan saja bertugas, ini sepertinya tidak mungkin melakukan perbuatan tersebut," ujarnya. Usman meyakini ada dalang di balik pembunuhan Brigadir J mengingat polisi juga menyertakan pasal 55 dan 56 KUHP, apalagi jika polisi bisa membuktikan adanya luka-luka di seluruh tubuh Brigadir J selain luka tembakan. "Betul (ada dalangnya), karena polisi pakai rujukan Pasal 55-56, kalau kita ingat, maka ini tidak sekadar aksi menggunakan senjata, tetapi menggunakan kekerasan lainnya terhadap Brigadir J.Kalau itu bisa dibuktikan, kita bisa mengerti luka-luka di tubuh Brigadir J memberi kesan adanya penyiksaan," ujarnya. Sementara terkait dugaan pembunuhan berencana, kata Usman, bisa dibuktikan melalui riwayat telepon seluler atau saksi-saksi yang bisa mengarah ke pembunuhan berencana. "Apakah benar Bharada E menghendaki kematian Brigadir J, atau orang yang menyuruh, atau turut serta melakukan pembunuhan. Ini orang yang punya motif lah yang menyuruh melakukan pembunuhan," tandas Usman.