Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali memberi sinyal ke Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Sinyal kali ini lebih keras daripada sebelumnya, karena langsung dikaitkan ke Pemilu 2024.
"Mohon maaf Pak Prabowo (senyum). Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo," kata Jokowi saat HUT Perindo di Jakarta, Senin 7 November 2022.
Prabowo pun langsung memberikan sikap hormatnya kepada Jokowi saat disinggung soal pencapresan. Tidak hanya sekali, bahkan Prabowo memberi hormat hingga dua kali.
Kemesraan keduanya bukanlah pertama kali diperlihatkan. Misalnya, saat Lebaran di Bulan Mei 2022, Prabowo langsung menyambangi Jokowi di Yogyakarta. Prabowo sempat disuguhi oleh Jokowi makanan khas lebaran seperti opor ayam dan tempe bacem.
Pertemuan Jokowi dan Prabowo ini juga dipenuhi tawa. Keduanya bahkan bersenda gurau membahas sama-sama cocok tinggal di Bogor.
Bahkan, di bulan September dalam kunjungan kerja ke Provinsi Maluku, Jokowi mengajak Prabowo. Bahkan, keduanya terlihat mesra saat menyerahkan bantuan sosial berupa bantuan langsung tunai (BLT) bahan bakar minyak (BBM), sembako, dan BLT bagi peserta program keluarga harapan (PKH).
Terkait itu, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas melihat itu hanya seloroh biasa, tak ada istimewa.
"Sekedar menghargai perasaan pak Prabowo dan harapannya untuk maju kembali. Tentu saja seloroh seperti itu biasanya menciptakan suasana psikologis positif, menyenangkan, pada siapa pun itu diarahkan. Apa lagi itu dari seorang Presiden," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (8/11/2022).
Namun, jika dikaitkan soal dampak elektoralnya, menurut Sirojudin itu tak membawa efek yang banyak. Menurutnya, paling positif kemungkinan di kalangan pendukung Prabowo sendiri.
"Ini bisa meningkatkan keyakinan dan harapan pengurus Gerindra," jelas dia.
Sirojudin menegaskan, sebenarnya Presiden Jokowi harus tetap netral terkait Pilpres 2024 ini, apalagi sebagai petahana, tak boleh memberikan dukungan terbuka pada calon presiden manapun. "Saya yakin Presiden Jokowi paham betul," ungkap dia.
Sirojudin juga memandang, dukungan Jokowi ke salah satu kandidat dinilainya tak akan terbuka. Hanya sekedar bahasa isyarat seperti kalimat 'tidak lama-lama' seperti saat di Golkar, atau 'ojo kesusu alias tidak terburu-buru'.
"Oleh sebab itu, hemat saya, pernyataan kemarin di ulang tahun Perindo bukan bentuk dukungan serius. Itu hanya seloroh saja, bercanda untuk menenggang perasaan Pak Prabowo dan para pendukungnya. Kebetulan Prabowo saat ini adalah pembantu Presiden Jokowi di kabinet. Jadi seloroh seperti itu wajar saja," ungkap Sirojudin.
Dia menegaskan, sejauh ini Presiden Jokowi berupaya terbuka dan positif pada semua partai. Terlebih sebagai petahana, kepentingan utamanya adalah memastikan transisi kepeminpinan nasional berjalan aman, lancar dan demokratis.
"Tentu saja jika pemimpin terpilih selanjutnya bisa memastikan keberlanjutan kebijakan-kebijakan strategis yang ada saat ini tanpa harus membatasi ruang inovasi bagi kebijakan-kebijakan baru," kata Sirojudin.
Setali tiga uang, peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Aisah Putri Budiatri juga memandang, sikap Presiden Jokowi hanya terbuka kepada para calon presiden dan belum mengarah kepada salah satu diantaranya, mengingat kode yang hampir serupa pernah mengarah kepada sosok Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
"Saya duga Jokowi tidak akan tergesa-gesa memberikan kejelasan dukungan terhadap capres," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (8/11/2022).
Menurut wanita yang akrab disapa Puput ini, menyebut ada dua alasan kepada Presiden Jokowi tidak terburu-buru. Pertama, ialah masa jabatannya yang hingga 2024, tentu membutuhkan dukungan partai politik yang solid hingga masa jabatannya berakhir.
"Memberikan dukungan hanya kepada satu nama di saat pendaftaran calon oleh partai masih sangat lama dan lobi antar partai masih berlangsung, hanya akan merugikan Jokowi sendiri karena akan mengurangi soliditas koalisi pemerintah. Dan bisa berdampak pada kinerja para menterinya yang berlatar partai," ungkap Puput.
Yang kedua, jelasnya, bagaimanapun Presiden Jokowi masih kader PDIP, yang jelas bahwa partai berlambang banteng bermoncong putih itu masih tak memperbolehkan kadernya bicara lebih jauh tentang pencapresan sampai ada keputusan resmi pencalonan oleh partai.
Hal ini tentu tidak terkecuali berlaku untuk Jokowi, sebagai yang sering disebut sebagai petugas partai.
"Jokowi tentu akan berpikir ulang dan strategis untuk setidaknya menghormati keputusan partai dan menghormati Megawati sebagai ketua partai. Jika Jokowi menunjukan dukungan calon mendahului pengumuman resmi oleh PDIP, maka hal ini bisa berisiko pada banyak hal, termasuk merenggangkan dukungan PDIP pada Jokowi dan pemerintahannya, serta bisa berdampak pada perpecahan di internal PDIP sendiri," jelas Puput.
Sulit Ditebak Direktur Eksekutif Voxpoll Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyebut, langkah politik Presiden Jokowi sulit ditebak. Menurutnya, bukan mendukung Ganjar atau Prabowo, tapi yang memang punya kans potensi menang. Selain itu, dia menegaskan, belum tentu ada jaminan dengan pernyataan Presiden Jokowi tersebut, membuat para pendukung bahkan relawannya langsung mendukung Prabowo. "Belum tentu juga dukungan Jokowi atau endorse Jokowi terhadap calon presiden tertentu sangat berpengaruh terhadap peluang terpilih presiden yang di endorsenya," kata pria yang akrab dipanggil Ipang kepada Liputan6.com, Selasa (8/11/2022). Menurutnya, terkadang omongan Prsiden Jokowi bisa saja kebalikannya. "Jokowi ini kan selalu panggung depannya beda dengan panggung belakangnya. Itu lah Jokowi. Kode Jokowi sulit juga diprediksi," tegas Ipang. Dia meyakini, Presiden Jokowi sudah punya nama capres yang didukungnya. Namun, yang bersangkutan selalu mengkalkulasi matematika politiknya dan belajar dari pengalaman yang ada. "Saya melihat rasa rasanya endorse Jokowi hanya gimmick politik saja, Jokowi selalu sulit ditebak kalkulasi politiknya," tegas Ipang. Dia memandang, majunya Prabowo tentu bisa menyulitkan langkah bakal capres dari NasDem Anies Baswedan lantaran segmen dan irisan pemilihnya sama. Sehingga, ini bisa menggerus suara dari Anies. "Jadi untuk memenangkan Ganjar, Jokowi punya kepentingan yang sama, bagaimana Prabowo agar bisa tanding maju untuk membelah suara Anies. Yang jelas, tokoh capres yang bisa melanjutkan legacy pembangunan Jokowi hanya Prabowo dan Ganjar, namun Anies juga tetap di maintenance sama Jokowi sejauh mana progres dan potensi kemenangannya selalu menjadi in zoom pantauan Jokowi," tegas Ipang. Karena itu, dia menyarankan Presiden Jokowi tak perlu terburu-buru, terlebih jika capres yang diusungnya adalah seorang menteri. Jelas ini dapat menganggu dan terkesan inkonsisten. Selain itu, lanjut Ipang, ada kesan ingin mencoba mentertibkan partai koalisi pendukung pemerintah, agar tidak seperti NasDem, maju di luar komando Presiden Jokowi. "Menunggu arahan Jokowi menjadi langkah awal partai untuk memutuskan capres yang bakal diusung Jokowi, yang nanti diusung koalisi pendukung program Jokowi, tunggu Komando Jokowi, untuk arah dukungan partai koalisi dan menunggu sinyal Jokowi," pungkasnya.