Kado Ultah: Vonis Mati

Vonis Ferdy Sambo Hukuman Mati, Jadi Kado di Ulang Tahun ke 50

Liputan6.com 2023-02-13 16:25:39
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo saat bersiap menjalani sidang putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Pembacaan putusan k

Terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo baru saja merayakan ulang tahunnya pada 9 Februari lalu. Hari ini, hadiah ulang tahun untuknya pun tiba.

Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Vonis dibacakan secara terbuka oleh Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Menyatakan Ferdy Sambo secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana serta melakukan pembunuhan berencana, hukuman dengan pidana mati," ujar Hakim Wahyu, Senin (13/2/2023).

Setelah putusan tersebut dibacakan, hiruk pikuk terdengar mengisi ruangan sidang tersebut. Media sosial turut ramai merespons putusan yang dijatuhkan untuk suami Putri Candrawati tersebut.

"KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA IS BACK," tulis akun Twitter @d***8 usai hukuman Ferdy Sambo dibacakan.

"Hakim Wahyu semoga senantiasa dilindungi Gusti Allah," kata akun @j***a.

"Alhamdulillah.. Do'a seluruh alam dunia kayaknya ini mah..," sambung akun @p***i.

Dalam sidang putusan Ferdy Sambo, terlihat pula kehadiran ibu Brigadir J, Rosti Simanjuntak. Tangis Rosti yang mengenakan kemeja putih pecah usai putusan pada terdakwa pembunuhan putranya dibacakan.

Rosti terlihat menangis tersedu-sedu. Kakak mendiang Brigadir J, Yuni Hutabarat yang turut hadir dalam persidangan berupaya menghapus air mata yang mengalir pada pipi sang ibu. Keduanya juga terlihat berpelukan erat seraya saling menguatkan.

Setelah tangis mereda dan nampak tenang, keluarga Brigadir J memutuskan untuk meninggalkan ruang sidang dengan kerumunan yang mengelilingi mereka.


Keluarga Brigadir J Hadir Sejak Pagi di Sidang Vonis Ferdy Sambo

Sejak pagi, keluarga Brigadir J memang telah tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rosti yang mengenakan kemeja putih sudah nampak pilu mendengarkan pertimbangan unsur yang dibacakan hakim.

Sesaat sebelum masuk ke ruang sidang, Rosti mengungkapkan bahwa harapannya hukuman untuk Ferdy Sambo bisa diberikan seadil-adilnya. Ia juga berharap agar bisa mendengarkan sidang dengan fokus.

"Agar mereka benar-benar memberikan hukuman yang seadil-adilnya buat anak saya almarhum Yosua. Begitu juga buat kami keluarga, dan kami keluarga boleh fokus mendengarkan tuntutan vonis dari bapak hakim yang mulia pada saat persidangan ini," ujar Rosti.

Biang Kerok Sesungguhnya?

Ibu Brigadir J Harap Putri Candrawathi Divonis Tinggi: Dia Biang Kerok, Wanita Iblis

Liputan6.com 2023-02-13 17:10:25
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Putri Candrawathi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (2/2/2023). Brigadir J tewas die

Rosti Simanjuntak, Ibunda Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J berterima kasih kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang telah memvonis hukuman mati mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Menurut Rosti, hukuman mati terhadap Ferdy Sambo sudah sesuasi dengan harapan keluarga.

"Sesuai dengan harapan kami," ujar Rosti di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

Rosti juga berharap hakim menjatuhkan vonis yang tinggi terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Rosti berharap hakim menjatuhkan vonis dua kali lipat dari tuntutan 8 tahun penjara yang dilayangkan jaksa penuntut umum.

"Ya tentunya sesuai dengan unsur dakwaan atau unsur pembunuhan yang sudah terpenuhi, semoga nanti hakim bisa memutuskan, memberikan hukuman dua kali lipat daripada tuntutan JPU," kata Rosti.

Rosti berpandangan Putri Candrawathi merupakan pihak yang menyebabkan terjadinya pembunuhan terhadap sang anak. "Karena dia adalah pemicu dan biang kerok permasalahan pembunuhan yang sangat sadis kepada anak saya almarhum Yosua," kata Rosti.

Menurut Rosti, hakim tak perlu mendengarkan pembelaan Putri Candrawathi yang merasa sebagai korban pelecehan seksual. Rosti meyakini tak ada pelecehan seksual yang diterima Putri dari sang anak.

"Itu semua adalah kebohongan, dalih dia untuk lari dari tanggung jawab, perencanaan pembunuhan yang dia inginkan kepada anak saya. Dia wujudnya manusia tapi hatinya hati iblis. Putri Candrawathi adalah manusia iblis, wanita iblis," kata ibu Brigadir J.


Vonis Mati Ferdy Sambo, Tak Ada Hal Meringankan

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan vonis mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Hakim meyakini Ferdy Sambo terbukti bersalah membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso membeberkan beberapa pertimbangan dalam menjatuhkan pidana mati. Pertama, menurut Iman, perbuatan Sambo dilakukan terhadap ajudan yang telah mengabdi selama tiga tahun.

"Perbuatan terdakwa mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban. Perbuatan terdakwa menyebabkan kegaduhan di masyarakat," ujar Hakim Iman dalam vonisnya di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

Hal memberatkan lainnya yakni perbuatan Sambo tidak pantas dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum, dalam hal ini Kadiv Propam. Perbuatan Sambo telah mencoreng institusi Polri di mata Indonesia dan dunia.

"Perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya terlibat. Terdakwa berbelit-beli, tidak mengakui perbuatannya," kata hakim.

Sementara tak ada hal meringankan terhadap Ferdy Sambo.

"Tidak ada hal meringankan dalam perkara ini," kata hakim.

Atas dasar pertimbangan tersebut, hakim menjatuhkan vonis mati. Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Sambo divonis pidana seumur hidup.

"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum. Menjatuhkan vonis untuk terdakwa dengan pidana mati," kata hakim.

Tangis Ibu Brigadir J Pecah

Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Tangis Ibu Brigadir J Pecah

Liputan6.com 2023-02-13 16:06:15
Ibunda Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Rosti Simanjuntak membawa foto sang anak saat menghadiri sidang vonis terdakwa Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati untuk Ferdy Sambo selaku terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

"Menyatakan Ferdy Sambo secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana serta melakukan pembunuhan berencana, hukuman dengan pidana mati," ujar Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Usai mendengar putusan itu, tangis ibu Brigadir J, Rosti Simanjuntak, pecah. Sambil memeluk erat foto mendiang putranya, dia terlihat menangis tersedu-sedu.

Kakak mendiang Brigadir J, Yuni Hutabarat yang turut hadir dalam persidangan berupaya menghapus air mata yang mengalir pada pipi sang ibu. Keduanya juga terlihat berpelukan erat seraya saling menguatkan.

Setelah tangis mereda dan nampak tenang, keluarga Brigadir J memutuskan untuk meninggalkan ruang sidang dengan kerumunan yang mengelilingi mereka.

Sejak pagi, keluarga Brigadir J memang telah tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rosti yang mengenakan kemeja putih sudah nampak pilu mendengarkan pertimbangan unsur yang dibacakan hakim.

Sesaat sebelum masuk ke ruang sidang, Rosti mengungkapkan bahwa harapannya hukuman untuk Ferdy Sambo bisa diberikan seadil-adilnya. Ia juga berharap agar bisa mendengarkan sidang dengan fokus.

"Agar mereka benar-benar memberikan hukuman yang seadil-adilnya buat anak saya almarhum Yosua. Begitu juga buat kami keluarga, dan kami keluarga boleh fokus mendengarkan tuntutan vonis dari bapak hakim yang mulia pada saat persidangan ini," ujar Rosti.


Sempat Dihukum Penjara Seumur Hidup

Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat menuntut Ferdy Sambo dengan tuntutan penjara seumur hidup.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa pidana seumur hidup," ujar jaksa di PN Jakarta Selatan pada Selasa, 17 Januari 2023.

Dalam sidang itu pula, JPU merasa Ferdy Sambo berbelit dalam memberikan keterangan. "Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan," kata jaksa.

Terlebih, jaksa menilai bahwa tindakan Ferdy Sambo tidak sepatutnya dilakukan oleh aparat penegak hukum.

"Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat. Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukanya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri," sambungnya.

Habisi Brigadir J Karena Sakit Hati

Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Tangis Ibu Brigadir J Pecah

Liputan6.com 2023-02-13 16:06:15
Ibunda Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Rosti Simanjuntak membawa foto sang anak saat menghadiri sidang vonis terdakwa Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati untuk Ferdy Sambo selaku terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

"Menyatakan Ferdy Sambo secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana serta melakukan pembunuhan berencana, hukuman dengan pidana mati," ujar Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Usai mendengar putusan itu, tangis ibu Brigadir J, Rosti Simanjuntak, pecah. Sambil memeluk erat foto mendiang putranya, dia terlihat menangis tersedu-sedu.

Kakak mendiang Brigadir J, Yuni Hutabarat yang turut hadir dalam persidangan berupaya menghapus air mata yang mengalir pada pipi sang ibu. Keduanya juga terlihat berpelukan erat seraya saling menguatkan.

Setelah tangis mereda dan nampak tenang, keluarga Brigadir J memutuskan untuk meninggalkan ruang sidang dengan kerumunan yang mengelilingi mereka.

Sejak pagi, keluarga Brigadir J memang telah tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rosti yang mengenakan kemeja putih sudah nampak pilu mendengarkan pertimbangan unsur yang dibacakan hakim.

Sesaat sebelum masuk ke ruang sidang, Rosti mengungkapkan bahwa harapannya hukuman untuk Ferdy Sambo bisa diberikan seadil-adilnya. Ia juga berharap agar bisa mendengarkan sidang dengan fokus.

"Agar mereka benar-benar memberikan hukuman yang seadil-adilnya buat anak saya almarhum Yosua. Begitu juga buat kami keluarga, dan kami keluarga boleh fokus mendengarkan tuntutan vonis dari bapak hakim yang mulia pada saat persidangan ini," ujar Rosti.


Sempat Dihukum Penjara Seumur Hidup

Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat menuntut Ferdy Sambo dengan tuntutan penjara seumur hidup.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa pidana seumur hidup," ujar jaksa di PN Jakarta Selatan pada Selasa, 17 Januari 2023.

Dalam sidang itu pula, JPU merasa Ferdy Sambo berbelit dalam memberikan keterangan. "Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan," kata jaksa.

Terlebih, jaksa menilai bahwa tindakan Ferdy Sambo tidak sepatutnya dilakukan oleh aparat penegak hukum.

"Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat. Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukanya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri," sambungnya.

7 Alasan Vonis Mati Sambo

7 Hal yang Memberatkan dalam Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo

Liputan6.com 2023-02-13 16:35:01
Ferdy Sambo terdakwa dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J bersiap mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Sambo menjal

Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati atas kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menyampaikan, tidak ada hal yang meringankan dalam diri terdakwa Ferdy Sambo.

"Tidak ditemukan ada hal meringankan dalam hal ini," kata Wahyu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Wahyu menerangkan, majelis hakim sebelum menjatuhkan pidana terhadap terdakwa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Ada tujuh poin hal yang memberatkan Ferdy Sambo.

Pertama, perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi kepadanya kurang lebih selama tiga tahun.

Kedua, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban Yosua Hutabarat

Ketiga, akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat.

Keempat, perbuatan terdakwa tidak sepantas dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalan pejabat utama Polri yaitu Kadiv Propam Polri.

Kelima, perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional.

Keenam, perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya yang turut terlibat.

Ketujuh, terdakwa berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan. "Dan tidak mengakui perbuatannya," ujar dia.


Vonis Hukuman Mati

Dalam kasus ini, Ferdy Sambo dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama.

Majelis Hakim menilai Ferdy Sambo melanggar ketentuan Pasal 340 KUHP junto 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan melanggar Pasal 49 Junto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE junto Pasal 55 Ayat 1 Ke 1 KUHP.

"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pidana," ujar Wahyu.

Atas perbuatannya, Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada Ferdy Sambo dengan pidana mati.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan," ujar dia.

Atas putusan ini, Majelis Hakim mempersilahkan penasihat hukum dan penuntut umum serta terdakwa mengajukan banding.

"Demikian para pihak baik Penuntut Umum, Penasihat Hukum maupun terdakwa mempunyai hak untuk mengajukan upaya hukum," tandas Wahyu.

Pelecehan Seksual Tak Terbukti

Hakim Nyatakan Pelecehan Seksual Putri Candrawathi Tak Terbukti, Tidak Ada Fakta Pendukung

Liputan6.com 2023-02-13 12:39:38
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo (tengah) menghampiri sang istri Putri Candrawathi saat menjalani sidang l

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan dugaan pelecehan seksual yang dialami istri mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo, Putri Candrawathi tidak terbukti.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan pertimbangan hukum terdakwa Ferdy Sambo.

Sidang kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J digelar di PN Jaksel hari ini, Senin (13/2/2023).

"Pelecehan seksual dan kekerasan seksual biasaya dikaitkan dengan relasi kuasa, ketika pelaku memiliki kekuasan yang lebih daripada korban," ujar dia.

Wahyu menyinggung relasi kuasa dalam hal ini Putri Candrawathi disebut lebih unggul dibanding Brigadir J.

Wahyu mengatakan, Putri Candrawathi adalah istri dari terdakwa yang menjabat sebagai Kadiv Propam dan latar belakang pendidikan Putri Candrawathi ialah seorang dokter gigi .

Sementara korban Nofriansyah hanya lulusan SLTA dan juga ajudan berpangkat Brigadir yang ditugaskan sebagai ajudan terdakwa untuk membantu Putri Candrawathi baik sebagai sopir maupun tugas-tugas lainnya

"Sehingga karena adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud sangat kecil kemungkinannya korban melakukan kekerasan seksual, atau pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi," ujar Wahyu.


Tak Ada Bukti Pendukung

Wahyu menyatakan, tidak adanya fakta yang mendukung Putri Candrawahti mengalami gangguan stres pasca trauma, post truamatic disorder akibat pelecehan seksual ataupun perkosaan.

"Apabila mencermati keadaan yang terjadi pada tanggal 7 Juli 2023. Tidak ada bkti pendukung yang valid adanya pelecehan seksual atau kekerasan atau bahkan lebih dari itu," kata Wahyu.

Pakai Sarung Tangan Hitam Saat Menembak

Sidang Vonis, Hakim: Ferdy Sambo Ikut Tembak Brigadir J dan Pakai Sarung Tangan Hitam

Liputan6.com 2023-02-13 14:57:03
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Pembunuhan te

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meyakini terdakwa Ferdy Sambo ikut menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menyebut, Ferdy Sambo menggunakan pistol Glock 17. Senjata itu pun telah disita sebagai barang bukti.

"Berdasarkan keterangan terdakwa, keterangan saksi, keterangan ahli, majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa telah melakukan penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan menggunakan senpi Glock yang pada waktu itu dilakukan terdakwa dengan memakai sarung tangan berwarna hitam," kata Wahyu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Wahyu menerangkan, berdasarkan barang bukti dan keterangan ahli dan keterangan Bharada E, Majelis hakim menyimpulkan tiga fakta.

Pertama, terdakwa membawa senjata api di pinggang kanannya saat berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Kedua, terdakwa memiliki sepucuk senjata merk jenis glock 17 Austria dengan seri numb 135.

Ketiga, magazine glock 17 milik Bharada E yang digunakan menembak korban Yosua menyisakan 12 butir peluru.

"Setelah dilakukan pemeriksaan diketahui 6 butir peluru merk pin 9CA, 5 butir peluru merk SMB 9x19 dan satu butir peluru merk luger Z7 9 mm. Dan peluru merk luger 9 mm identik sama dengan senjata dengan peluru yang dimililiki terdakwa saat dilakukan penyitaan," ujar dia.

Wahyu mengatakan, barang bukti yang disita di antaranya satu pucuk senjata Glock 17 Austria 9x19 dengan nomor seri numb 135 dan satu buah Glock 9 mm warna hitam serta 5 butir peluru tajam warna silver merk luger dan tujuh butir peluru tumpul warna gold seri 9x19.

"Dari barang bukti tersebut dapat diketahui bahwa terdakwa memiliki sepucuk senjata api Glock 17 Austria dengan nomor seri numb 135 dan dalam magazine satu di antaranya lima butir peluru tajam merk luger 9 mm," ujar dia.


Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup

Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ferdy Sambo dituntut lantaran dianggap mendalangi pembunuhan berencana Brigadir Nofriasyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa pidana seumur hidup," kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Jaksa menilai Ferdy Sambo secara sah terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan berencana Brigadir J sesuai dengan Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Jaksa menilai unsur pembunuhan berencana, merampas nyawa orang lain dan unsur lain dalam Pasal 340, terpenuhi. Oleh karena itu dakwaan subsider tidak perlu dibuktikan.


Ini Hal yang Memberatkan Ferdy Sambo

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Terdakwa Ferdy Sambo dengan tuntutan penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sidang tuntutan ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Tuntutan itu diberikan kepada Ferdy Sambo dengan menimbang sejumlah pertimbangan yang dianggap menjadi hal yang memberatkan terdakwa.

"Perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan luka yang mendalam bagi keluarganya. Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan," kata JPU dalam persidangan, Selasa (17/1).

Selain itu, apa yang dilakukan oleh Ferdy Sambo tidak sepatutnya dilakukannya sebagai aparat penegak hukum kala itu. Apalagi, jabatan ia saat itu merupakan Kadiv Propam Polri.

"Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat. Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri," ujarnya.

"Perbuatan (Ferdy Sambo) telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia Internasional. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat," sambungnya.

Selain itu, JPU menegaskan, tidak ada hal yang dapat meringankan Ferdy Sambo dalam perkara yang menjeratnya.

"Hal-hal yang meringankan tidak ada," pungkasnya.

Gading Marten Tantang Atta Halilintar

Gading Marten Tantang Atta Halilintar di Pertandingan Bertema Beach Games, Ajak Verrel Bramasta Hingga Gisel

Liputan6.com 2023-02-13 06:00:00
Gading Marten. (Foto: Dok. Instagram @gadiiing)

Gading Marten menantang Atta Halilintar di pertandingan Media Clash 2.0 yang akan digelar di Istora Senayan Jakarta, Minggu (19/2/2023). Media Clash 2.0 berisi 3 permainan yaitu bentengan, voli pantai, dan beach soccer.

Mengusung tema "Beach Games," Gading Marten mewakili KUY Entertainment membentuk tim yang diperkuat Sean Gelael, Anya Geraldine, Verrell Bramasta, Marshel Widianto, Sintya Marisca, Ditto Percussion, hingga sang mantan istri, Gisel.

Sebagai lawan, Atta Halilintar tak mau kalah. YouTuber dengan 30 jutaan pelanggan ini merekrut istri tercinta, Aurel Hermansyah, Thariq Halilintar, Fuji, El Rumi, serta Axel Matthew Thomas.

Gading Marten menjanjikan akan "menyulap" Istora Senayan Jakarta menjadi pantai. Semua penonton yang hadir bisa menonton pertandingan persahabatan para selebritas dalam suasana santai sekaligus nyaman.


Tidak Terlalu Ngotot

"Kami bermain dengan konsep fun games, tidak terlalu ngotot," kata Gading Marten dalam pernyataan tertulis yang diterima Showbiz Liputan6.com, Minggu (12/2/2023).

"Kami mau bersenang-senang sambil main. Diharapkan, Media Clash 2.0 KUY vs AHHA jadi tontonan yang seru dan fresh sekaligus mengajak masyarakat berolahraga secara menyenangkan," imbuhnya.

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Konsep Sportainment

Gading Marten yang kini menjabat Co-Founder KUY Media Group, menyebut Media Clash 2.0 adalah fun games event sekaligus sportainment yang menghibur para talent maupun penonton.

Sebelumnya, Media Clash 1.0 yang menempatkan tim Gading Marten dan tim Raffi Ahmad di arena, berjalan lancar sekaligus hangat. Respons penonton dan rekan selebritas pun positif.


Level Berikutnya

"Jadi kami ingin membawa pertandingan berbasis sportainment ini ke level berikutnya. Semoga, upcoming Media Clash 2.0 akan menjadi milestone baru," beri tahu CEO KUY Media Group, Edo Wicaksono.

Tak hanya menyaksikan tim Gading Marten menjamu Atta Halilintar dan kawan-kawan, penonton Media Clash 2.0 akan disuguhi pertunjukan musik JKT 48 dan The Changcuters.

Ustaz Muda Mirip Song Joong Ki

Mengenal Dennis Lim, Ustaz Muda yang Disebut Mirip Song Joong Ki dan Aktif Berdakwah di Media Sosial dengan Penampilan Ala Artis

Liputan6.com 2023-02-12 21:00:00
Ustaz Dennis Lim kini kerap muncul di televisi usai perjalanan spiritualnya menjadi sorotan. Pemilik nama Lin Zun Fu itu memiliki pengalaman yang kelam sebelum hijrah. Perjalanan tersebut ber

Sosok Dennis Lim kini tengah menjadi perbincangan di kalangan umat Islam Tanah Air. Pasalnya, pria muda yang tengah aktif membuat konten dakwah Islami di media sosialnya, memiliki paras yang dianggap rupawan.

Bahkan, Dennis Lim yang juga akrab disapa Koh Dennis ini disebut mirip dengan aktor Korea Selatan, Song Joong Ki. Beberapa orang juga menyebut paras sang pendakwah mirip dengan aktor Tanah Air Nicky Tirta.

Beragam dakwah Dennis Lim pun bisa ditemukan di akun TikTok miliknya, @kohdennislim. Selain wajahnya yang benar-benar nyaris mirip dengan Song Joong Ki, ustaz muda satu ini juga kerap tampil dengan gaya rambut dan busana ala seorang artis.

Lantaran penampilannya itu, banyak netizen terutama dari kalangan perempuan yang terkesan salah fokus dengan konten Dennis Lim. Alih-alih menyimak isi dakwah, beberapa netizen berkomentar memuji paras sang pendakwah.

Siapa sebenarnya Koh Dennis Lim sebelum dikenal sebagai seorang pendakwah berparas tampan? Yuk kita telusuri profilnya melansir berbagai sumber.


Muslim Sejak Lahir

Dennis Lim belum lama ini sempat diundang sebagai tamu Denny Sumargo di kanal YouTube Curhat Bang Denny Sumargo. Salah satu pertanyaan yang sempat dijawab Dennis Lim secara gamblang adalah mengenai latar belakang keyakinannya.

Dalam penjelasannya, Dennis Lim mengaku bahwa ia memiliki ayah seorang mualaf, sementara ibunya adalah seorang muslimah.

"Secara lahir sudah Islam walaupun masuk Islamnya karena nikah saja (ayah)," ujar Dennis Lim menceritakan keyakinan keluarganya kepada Denny Sumargo.

Dennis Lim kemudian bercerita bahwa ia sempat tinggal bersama sang nenek yang beragama Buddha sejak SD hingga SMP. Ia juga mengaku mengenyam pendidikan di salah satu SMA Katolik.


Keluarga Keturunan Tionghoa

Dennis Lim juga menjabarkan soal silsilah keluarganya dalam perbincangan dengan Denny Sumargo. Rupanya Dennis memiliki kakek dan nenek Tionghoa yang kabur ke selatan di era penjajahan Jepang.

"Orang China masuk ke Indonesia kan terpaksa sebetulnya dulu. Tiga gelombang dari tahun 700-an Masehi tuh zamannya Wong Fei Hung depannya plontos belakangnya berambut. Juga zamannya Dinasti Ming 1400-an, Laksamana Cheng Ho itu juga beliau muslim," ujarnya mengawali.

"Kalau yang kami dari Zaman 1900 awal, Ip Man Wing Chun dijajah Jepang, kan, kabur ke selatan. Yang masih lahir di China itu kakek nenek ke atas," sambungnya.


Kisah tentang Sang Ayah

Dennis lalu bercerita mengenai sang ayah yang lahir di Belitung pada 1966. Namun karena tak menguasai bahasa Indonesia, ayah Dennis Lim kesulitan mendapatkan pekerjaan.

Dennis pun blak-blakan mengatakan bahwa sang ayah akhirnya memutuskan untuk membuka kasino di Indonesia setelah pindah ke Bogor.

Namun ia juga menjelaskan bahwa kini ruko kasino milik ayahnya sudah tak beroperasi lagi dan telah menjadi tempat hiburan malam serta gereja.

"Karena pada enggak bisa bahasa Indonesia, kerja juga siapa yang mau ngasih kerjaan? Pilihannya dua, kalau enggak jualan, ya masuk ke dunia hitam. Bokap waktu itu dia buka kasino, pas sudah di Bogor," sambung Dennis.


Titik Balik dan Pernikahan

Sebelum mengenal agama Islam secara mendalam, Dennis Lim mengaku pernah bergelut dengan dunia hitam. Bahkan, ia sempat menjadi bandar judi di Thailand. Namun semua berubah drastis begitu ia pulang ke Indonesia.

Dennis Lim mendengarkan dakwah dari Aa Gym. Dari situlah titik balik seorang Dennis Lim dimulai. Dennis Lim belajar agama Islam dengan bergabung ke Pondok Pesantren Daarut Tauhiid yang didirikan Aa Gym sejak 15 Maret 2017.

Setelah itu, Dennis Lim terbilang aktif menjadi kader dakwah Yayasan Daarut Tauhiid asuhan Aa Gym. Dennis Lim juga pernah menjadi kepala sekolah homeschooling level SMP yang berfokus pada Alquran serta literasi dan leadership.

Diketahui, kini Dennis Lim yang kini berusia 29 tahun, sudah memiliki istri bernama Yunda Faisyah yang usianya lebih muda darinya. Pada beberapa unggahan di Instagram, Dennis Lim tampak aktif mengadakan pengajian bersama sang istri secara rutin di sejumlah tempat.


Reaksi Dibilang Mirip Song Joong Ki

Sempat tampil di salah satu acara televisi swasta, Dennis Lim pernah menanggapi seputar isu dirinya yang dianggap mirip Song Joong Ki. Menariknya, ia justru tak sepenuhnya merasa tersanjung dengan anggapan itu.

"Ya ujian sih pasti bukan pujian," celetuk Dennis Lim sambil tertawa, mengutip dari acara Rumpi melalui kanal YouTube salah satu televisi swasta.

"Tapi ya Bismillah, mudah-mudahan bisa sebaik beliau. Walaupun belum tahu kebaikannya apa, kan enggak mungkin seumur hidup buruk," sambung Koh Dennis Lim.

Sudah Adilkah Vonis untuk Mereka?

HEADLINE: Vonis Berat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Sudah Adilkah?

Liputan6.com 2023-02-14 00:03:15
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo (kanan) berpelukan dengan istrinya yang juga terdakwa Putri Candrawathi (kiri) saat mengikuti sidang lanjutan d

Sambil berdiri menatap lurus ke hadapan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Wahyu Iman Santoso, Ferdy Sambo mendengarkan vonis yang dibacakan untuk dirinya.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati," kata Wahyu di ruang persidangan PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

Mantan Kadiv Propram Polri itu terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap anak buahnya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Sontak pengunjung PN Jaksel riuh bersorak saat mendengarkan kalimat yang diucap majelis hakim. Wahyu tak memedulikan suara gemuruh pengunjung dan tetap melanjutkan membacakan amar putusan sampai akhir.

Tak lama setelah Wahyu menutup sidang, Ferdy Sambo langsung menghampiri penasihat hukumnya. Tampak, Sambo membicarakan sejumlah hal dengan tim penasihat hukumnya yakni Arman Hanis dan Rasamala Aritonang. Ekspresi mantan jenderal bintang dua Polri ini tampak datar.

Beberapa menit kemudian, Ferdy Sambo langsung keluar ruang sidang. Dia mendapatkan pengawalan ketat dari petugas kepolisian yang sudah berjaga sejak tadi pagi.

Awak media menyemut menunggu kehadiran Ferdy Sambo. Namun, dari sejumlah pertanyaan yang diberondong tak satupun dijawab. Ferdy Sambo langsung berjalan menuju ke ruang tahanan.

Seperti Ferdy pun, Putri Candrawathi juga mendapatkan hukuman berat. Ia divonis 20 tahun penjara atau 12 tahun lebih lama dari tuntutannya. Pengunjung pun juga bersorak mendengar putusan tersebut.

Di sisi lain, mendengar vonis hakim, Ibunda dan kakak perempuan Brigadir J tak kuasa menahan haru.

Bahkan, air mata tumpah usai mendengar otak pembunuhan putranya itu dihukum mati. Mereka berdua saling berpelukan dan tak henti-hentinya mengucap rasa syukur.

Ibu dari Brigadir J, Rosti Simanjuntak menyebut, vonis mati terhadap Ferdy Sambo sudah sesuai dengan harapan keluarga.

"Sesusai dengan harapan kami, dan doa kami kepada Tuhan setiap saat," kata Rosti.

Saat mendengar vonis Putri pun, dia juga histeris. "Putri. Ini Yosua yang kau bunuh. Derita anakku itu! Mana ajudan yang terbaik itu? Putri!" teriak Rosti sambil memeluk erat foto Brigadir J," katanya.

Mendengar gemuruh ruang sidang, Putri tidak bergeming. Teriakan Rosti yang tidak sampai 3 meter di belakangnya pun disikapi dengan gaya berdiri tegap.

Putri tidak sekali pun menoleh ke belakang, kecuali untuk pergi meninggalkan ruang sidang usai mendengar vonis.

Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, menyebut Majelis Hakim sudah bersikap independen selama menggelar sidang perkara pembunuhan Brigadir J.

"Saya melihat Majelis Hakim, dia begitu bersemangat, dia indepen, benar-benar wakil tuhan. Putusan Majelis Hakim ini adalah kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Kamaruddin.

Pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis mengaku hormat dengan keputusan Majelis Hakim yang memvonis kliennya dengan hukuman mati.

Meski begitu, seluruh pertimbangan yang disampaikan sebelum vonis dibacakan, menurut Arman hanya berdasarkan asumsi dan bukan fakta persidangan.

"Pada intinya kami melihat apa yang disampaikan apa yang dipertimbangkan majelis hakim ini menurut kami, kami hormati, tapi menurut kami hal itu tidak berdasarkan fakta persidangan, hanya berdasarkan asumsi," jelas Arman di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).

Soal langkah hukum selanjutnya, yaitu membanding putusan hukuman mati, Arman masih belum banyak berkomentar dan meminta waktu. "Nanti saja (banding)," kata dia.

Arman juga mengaku, kedua kliennya merasa kecewa dengan putusan majelis hakim.

"Kalau tanggapan klien saya pasti lah ya kecewa. Khususnya ibu Putri, korban dihukum seberat itu," pungkasnya.

Kriminologi dari Universitas Indonesia Muhammad Mustofa mengatakan, tentu saja vonis hakim tersebut seusai harapan publik. Namun, dari kacamatanya tidak memberikan manfaat.

"Baik untuk menakut-nakuti orang yang belum melanggar, dan tidak memberi kesempatan terpidana memperbaiki diri. Ketentuan KUHP baru (UU No 1 Tahun 2023) lebih bijak. Hukuman mati yang dijatuhkan bersifat sementara. Dalam jangka waktu tertentu bila terpidana menunjukkan perilaku yang responsif, hukuman dapat diubah menjadi seumur hidup. UUD mengakui hak hidup," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (13/2/2023).

Dia menuturkan, keadilan dari vonis itu relatif. Sementara, dalam pemikiran krimonologi secara filosofisnya tidak tepat apabila kekerasan dibalas dengan kekerasan.

"Ini berarti bahwa pemutus pembalasan hakikatnya menjadi sama dengan pelaku kekerasan. Yang dipromosikan adalah perdamaian/peacemaking denan usaha untuk membuat pelaku menjadi orang yang responsif. Tidak hanya mengedepankan kepentingan pribadi," tutur Mustofa.

Dia pun mencontohkan pengalaman Nelson Mandela, saat menghadapi politik apartheid. "Orang Afrika Selatan ketika terbebas dari politik apartheid yang rasialis, Nelson Mandela yang pernah menjadi korban pelanggaran berat HAM, ketika menjadi Presiden tidak balas dendam terhadap orang kulit putih yang menganiayanya, tetapi justru membangun Komisi Kebenaran dan rekonsiliasi, dan ini fungsional," jelas dia.

Senada, Pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir mengatakan, jika Ferdy Sambo tidak melakukan upaya hukum lainnya, maka bisa saja yang bersangkutan langsung dieksekusi.

"Kalau Pak Ferdy Sambo itu banding, berarti akan ada pemeriksaan lagi pada tingkat banding. Kalau misalnya masih bertahan (mendapat) di mati, berarti bisa kasasi," jelas dia kepada Liputan6.com, Senin (13/2/2023).

Dia menjelaskan, secara prinsip agak susah jika nantinya UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) bisa diterapkan kepadanya.

Diketahui dalam Pasal 100 ayat 1 disebutkan; Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:

a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau

b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.

Lalu di ayat 2 disebutkan; Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

Ayat 3 berbunyi; Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

dan ayat 4 yakni; Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

"Ya secara prinsip tidak bisa, mengingat dampak dari kejahatan yang dilakukan mempengaruhi publik yang luar biasa begitu. Kalau di dalam hukum KUHP baru itu kan 10 tahun enggak dieksekusi. Kalau ini dampaknya begitu mungkin sebelum 10 tahun bisa dieksekusi," ungkap Mudzakkir.

"10 tahun enggak dieksekusi jaksa tidak serius begitu ya. Kalau kelakuan dia (Sambo) baik diturunkan menjadi pidana seumur hidup. Kalau pendapat saya bahwa karena dampaknya sidang dan pemberitaan yang luar biasa seperti itu ada kemungkinan sebelum 10 tahun sudah dieksekusi," sambungnya.

Sementara, Peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel menuturkan, hukuman berat yang harus dijalani keduanya, bukan tak berkesudahan.

"Kelak, sangat mungkin keluarga Yosua akan mengajukan gugatan perdata ganti rugi terhadap FS dan PC. Ganti rugi atas segala kebohongan dan pembunuhan karakter terhadap Yosua," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (13/2/2023).

Reza juga meminta pihak rutan perlu menjaga ekstra Ferdy Sambo bersama istrinya pasca putusan.

"Mengacu studi, tingkat bunuh diri di rutan lebih tinggi daripada di lapas. Penyebabnya adalah tersangka atau terdakwa mengalami shocked. Terguncang jiwanya. Jaga FS dan PC agar tidak melakukan perbuatan yang bisa berakibat fatal bagi hidup mereka sendiri," pungkasnya.


Dibela, Dianggap Putusan Terbaik

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyatakan pihaknya mengapresiasi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang memvonis mati mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

"Kejaksaan mengapresiasi putusan yang dikeluarkan oleh majelis yang telah mengambil alih seluruh pertimbangan hukum, fakta hukum yang tercantum dalam surat tuntutan," ujar Ketut dalam keterangannya, Senin (13/2/2023).

Ketut menyebut untuk saat ini pihaknya belum memutuskan apakah sepakat dengan keputusan tersebut. Namun yang jelas, menurut Ketut pihaknya berterimakasih lantaran hakim memvonis jauh lebih tinggi dari tuntutan yang dilayangkan pihaknya.

"Ya kalau kita beli 5 dikasih 10 gitu, kita kan senang. Jadi kita masih menunggu upaya-upaya berikutnya dari terdakwa. Kita lihat perkembangannya," kata dia.

Sementara, Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, sejak jalannya persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pembuktiannya memang nyaris sempurna. Bahkan, menurut dia, peristiwa pembunuhan tersebut sungguh kejam.

Mahfud Md juga melihat para majelis hakim bagus, independen dan tanpa beban. Sehingga, vonis hukuman mati dinilainya memenuhi harapan publik.

"Peristiwanya memang pembunuhan berencana yang kejam. Pembuktian oleh jaksa penuntut umum memang nyaris sempurna. Para pembelanya lelbih banyak mendramatisasi fakta. Hakimnya bagus, independen, dan tanpa beban. Makanya vonisnya juga memenuhi harapan publik. Sambo dijatuhi hukuman mati," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (13/2/2023).

Sementara, Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro mengatakan, pihaknya menghormati proses dan putusan hukum yang telah diambil oleh hakim, dan memandang bahwa tidak seorangpun yang berada di atas hukum.

"Kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa Ferdy Sambo merupakan kejahatan yang serius. Menurut putusan hakim, selain terbukti melakukan perencanaan pembunuhan, Ferdy Sambo telah melakukan obstruction of justice (penghalangan atas keadilan/perintangan penyidikan). Terlebih dengan menggunakan kewenangannya sebagai aparat penegak hukum," jelas dia dalam keterangannya, Senin (13/2/2023).

Dia menegaskan, Komnas HAM turut merasakan duka dan kehilangan yang dirasakan oleh keluarga korban almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat.

"Meski hak hidup termasuk ke dalam hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights), namun hukum Indonesia masih menerapkan pidanahukuman mati. Komnas HAM mencatat bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, hukuman mati bukan lagi menjadi hukuman pidana pokok, danberharap agar penerapan hukuman mati ke depan dapat dihapuskan," pungkasnya.


Mendengarkan Aspirasi

Anggota Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan menyatakan hakim mendengarkan aspirasi masyarakat dan memberikan rasa keadilan ke masyarakat termasuk keluarga korban.

"Kita menghormati Keputusan majelis hakim bagi saya keputusan hakim mendengar aspirasi dari masyarakat dan rasa keadilan dari masyarakat," kata dia saat dikonfirmasi, Senin (13/2/2023).

Meski demikian Trimedya mengaku tidak sepakat dengan vonis mati dalam kasus apapun, ia lebih sepakat vonis seumur hidup bagi Sambo.

"Saya bukan penganut hukuman mati karena bagi saya hukuman mati itu bagi saya hanya Tuhan yang bisa cabut nyawa seseorang. Mahzab orang beda-beda ada yang setuju ada yang gak setuju hukuman mati," kata dia.

"Tapi apapun itu, kita berharap ini bagus bagi keluarga korban dan korban Yosua," sambungnya.

Politikus PDIP ini berharap hukuman bagi terdakwa lain juga ikut naik seperti vonis Sambo. Namun, khusus bagi Eliezer ia berharap hukuman turun.

"Kalau Sambo tuntutannya dari seumur hidup ke hukuman mati, mudah-mudahan yang lainnya juga hukumannya naik ya. Istrinya PC, Kuat, kecuali Eliezer ya semoga turun," kata dia.

Trimedia menuturkan, putusan Majelis Hakim PN Jaksel kali ini mulai membuktikan wajah peradilan Indonesia membaik.

"Tentu ini sesuatu yang baikc apalagi kan selama ini kita Mengetahui pengadilan negeri Jakarta Selatan keputusannya banyak kontroversi. Iya ini saya mengembalikan rasa percaya masyarakat dan kita mengapresiasi," jelasnya.

"Yang kita tunggu hukuman yang lain, dan kita tunggu keberaniannya untuk memberikan hukuman seringan ringannya kepada yang Eliezer," kata dia.

Sementara, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyebut, putusan majelis hakim PN Jaksel masih dalam kerangka pemidanaan untuk pembunuhan berencana vide Pasal 340 KUHP.

"Jadi itu hal tidak menyimpang, namun FS punya hak hukum untuk ajukan banding. Putusan itu sesuai dengan pelanggaran pasal yang didakwakan yakni pembunuhan berencana vide pasal 240 KUHP," kata dia.

Menurutnya, vonis mati Sambo memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban. "Paling tidak keadilan buat keluarga Brigadir Joshua," pungkasnya.