Tidak ada tempat yang aman di Gaza. Hingga Senin 30 Oktober sore, total jumlah korban tewas di Gaza mencapai 8.306 orang, 3.457 di antaranya anak-anak.
Data itu diungkap Otoritas Kesehatan Gaza, setelah 3 pekan lebih serangan udara Israel ke Jalur Gaza yang dimulai pasca-Hamas membombardir Israel selatan pada 7 Oktober 2023.
Pemimpin Organisasi PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini memperingatkan bahwa hampir 70 persen dari mereka yang dilaporkan tewas di Gaza adalah anak-anak dan perempuan. Tingkat kehancuran di Gaza saat ini pun belum pernah terjadi sebelumnya.
"Tragedi kemanusiaan yang terjadi di bawah pengawasan kita sungguh tak tertahankan," ujarnya saat berpidato di depan Dewan keamanan PBB, seperti dilansir The Guardian, Selasa (31/10/2023).
Lazzarini menggarisbawahi, pengungsian paksa warga di utara Gaza ke selatan oleh otoritas Israel telah menyebabkan lebih dari 670.000 orang berada di sekolah-sekolah dan ruang bawah tanah UNRWA yang penuh sesak.
Dengan lebih dari 3.200 anak tewas, kata Lazzarini, angka tersebut melampaui jumlah anak yang terbunuh setiap tahunnya di zona konflik dunia sejak 2019. Dia menilai Israel sedang melakukan hukuman kolektif terhadap warga Palestina di Gaza.
Direktur eksekutif UNICEF Catherine Russell menuturkan, lebih dari 420 anak terbunuh atau terluka di Gaza setiap harinya. "Karena kurangnya air bersih dan sanitasi yang aman, Gaza di ambang bencana," tutur Catherine, seraya menambahkan bahwa masyarakat berisiko terkena dehidrasi dan penyakit yang ditularkan melalui air.
Dia mengonfirmasi bahwa hanya ada satu pabrik desalinasi di Gaza yang beroperasi dengan kapasitas lima persen. Keenam instalasi pengolahan air limbah di Gaza saat ini tidak beroperasi.
Sementara itu, rumah sakit di Gaza telah mencapai titik puncaknya dan penuh sesak. Hampir 1,4 juta orang di Gaza kini menjadi pengungsi internal dan ribuan di antaranya mengungsi di rumah sakit.
Sejak Israel memutus aliran listrik, bahan bakar, dan air, rumah sakit kewalahan karena kurangnya sumber daya yang dapat menyelamatkan nyawa. Ditambah lagi tingginya jumlah pasien yang terluka parah dan ribuan orang mencari perlindungan.
Rumah sakit yang masih beroperasi masih menggunakan generator, yang menurut pejabat kesehatan tidak akan bertahan lama menyusul krisis bahan bakar.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim, dengan tegas menyatakan apa yang dilakukan Israel di Gaza adalah genosida dan kejahatan perang.
"Jadi, Israel sekarang ini sangat membabi buta dan menguasai Gaza dengan dalih ingin menghabisi Hamas. Tapi, sesungguhnya Israel berkeinginan untuk menghancurkan Gaza dan nantinya membangun sebuah Gaza baru yang benar-benar di bawah kontrol Israel," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Apa yang dilakukan Isreal, menurutnya, merupakan pembunuhan yang sangat sistematis dan sangat sengaja dengan korban sudah lebih dari 8.000 orang. Mayoritas korban menurut catatan adalah anak anak dan perempuan. "Kalau anak-anak itu sudah banyak meninggal, itu artinya ada kesengajaan."
Ia menilai, tujuan Israel menargetkan anak-anak adalah untuk melakukan degenerasi. "Memutus generasi sehingga yang tersisa ini orang-orang tua. Karena anak-anak muda sudah tidak ada lagi," kata Sudarnoto.
Sudarnoto menuturkan, apa yang sebenarnya terjadi di Gaza telah menarik simpati global hingga terjadi "global alliance among the states and civil society" atau aliansi antara negara dan masyarakat sipil.
"Keprihatinan yang sangat mendalam membuat banyak negara memberikan dukungan kepada Palestina dan kutukan bagi Israel," kata Sudarnoto, seraya menambahkan tidak sedikit di antara negara negara dan juga kekuatan civil society mendorong upaya agar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu diseret ke pengadilan internasional.
"Saya melihat sebetulnya selain memang Israel mengepung Gaza, pada hakikatnya Israel sekarang sedang dikepung secara global oleh banyak kekuatan negara dan civil society," ungkapnya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT mengutuk keras serangan terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang kerap terjadi di wilayah konflik. PB IDI bersama World Medical Association (WMA) atau Asosiasi Medis Dunia pun menyerukan desakan pada semua pihak yang berkonflik untuk mematuhi norma-norma Hukum Humaniter Internasional (IHL) agar tidak menyerang fasilitas medis dan kendaraan tenaga kesehatan, serta melindungi tenaga kesehatan.
Terkait konflik Israel dan Palestina, WMA dan PB IDI meminta agar petugas kesehatan harus diberikan sumber daya yang mereka perlukan guna merawat semua pasien dengan penuh kasih sayang sesuai nilai etika profesi dan netralitas medis. Kedua organisasi ini juga meminta agar dalam memastikan keamanan pengiriman pasokan medis penting dan bantuan kemanusiaan lainnya ke Jalur Gaza, koridor kemanusiaan harus digunakan.
Menurut Adib, PB IDI telah menyerukan semua pihak untuk memastikan tenaga medis dan tenaga kesehatan tidak menjadi sasaran kekerasan serta diberikan akses yang aman untuk merawat korban yang terluka. "Sebagai dokter, kami mempunyai kewajiban etik untuk menempatkan keselamatan pasien dan komunitas masyarakat sipil di atas segalanya," ucap Adib melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
Gencatan Senjata Hanyalah Mimpi
Negara-negara Barat memberi Israel jaminan dalam melakukan genosida di Jalur Gaza. Demikian pernyataan keras dari seorang sejarawan terkemuka Israel-Inggris dan profesor emeritus hubungan internasional di Universitas Oxford Avi Shlaim yang disampaikannya dalam forum diskusi 'The War on Gaza: What's Next for Palestine?' di London, Inggris, pada Senin (30/10/2023).
Dukungan Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Uni Eropa, termasuk dukungan militer, dinilai Shlaim membuat mereka terlibat dalam pembantaian massal oleh Israel di Jalur Gaza.
"Respons Barat terhadap krisis ini adalah kemunafikan dan standar ganda yang kejam, namun kali ini sudah pada level baru. Kecintaan Barat terhadap Israel selalu menyertai, selalu bergantung pada penghapusan sejarah Palestina dan kemanusiaan," ujar Shlaim, seperti dilansir Middle East Eye, Selasa (31/10).
"Kekhawatiran mendalam terhadap keamanan Israel selalu ditegaskan kembali oleh para pemimpin Barat - namun tidak ada satupun pemikiran terkait keamanan Palestina."
Shlaim lahir pada tahun 1945 di Baghdad dari orangtua yang memiliki koneksi baik dan merupakan bagian dari minoritas Yahudi berusia ribuan tahun di Irak. Pada usia lima tahun, Shlaim terpaksa melarikan diri bersama keluarganya, menyusul pengeboman yang menargetkan orang-orang Yahudi di ibu kota Irak.
Sebagai salah satu "sejarawan baru" di Israel, Shlaim disebut adalah bagian dari kelompok yang menilai kembali sejarah negara tersebut dan sering menyoroti penindasan terhadap orang-orang Palestina.
Shlaim mengatakan bahwa perlawanan Palestina telah di-dekontekstualisasi dan di-dehistorisisasi. Bahkan, liputan media dan politik mengenai kekerasan yang sedang berlangsung di Gaza sebagian besar mengabaikan situasi sebelum serangan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober.
"Konflik Israel-Hamas tidak dimulai pada 7 Oktober. Pada Juni 1967, Israel tidak hanya menduduki Gaza, tapi juga Tepi Barat dan Yerusalem. Ini adalah pendudukan militer yang paling berlarut-larut dan brutal di zaman modern," kata Shlaim.
Menurutnya, gencatan senjata bahkan perdamaian antara Hamas dan Israel hanyalah mimpi.
"Para jenderal Israel punya ungkapan -- memotong rumput. Ini adalah metafora yang mengerikan, artinya mereka tidak punya solusi terhadap masalah ini, tapi setiap beberapa tahun pasukan pertahanan Israel bergerak dengan persenjataan paling canggih, mereka menghancurkan tempat itu (Gaza), menurunkan kemampuan militer Hamas. Ini adalah tindakan mekanis yang dilakukan secara berkala setiap beberapa tahun. Jadi, pertumpahan darah tidak akan ada habisnya dan perang berikutnya akan selalu terjadi."
Sementara itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah menyerukan gencatan senjata kemanusiaan antara Israel dan Hamas dan menuntut akses bantuan ke Jalur Gaza yang dikepung serta perlindungan warga sipil. Resolusi yang dirancang oleh negara-negara Arab ini disetujui dengan 120 suara, sedangkan 45 suara abstain dan 14 negara, termasuk Israel dan Amerika Serikat (AS ) tidak menyetujui.
Majelis Umum melakukan pemungutan suara setelah Dewan Keamanan mengalami kegagalan sebanyak empat kali dalam dua minggu terakhir untuk mengambil tindakan terhadap Israel. Israel menyebut resolusi PBB itu sebagai penghinaan.
Indonesia Terus Upayakan Gencatan Senjata
Menteri Luar Negeri (Menlu RI) Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mendesak Israel melakukan gencatan senjata. Sejauh ini, Indonesia sudah melakukan pendekatan melalui Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dan Sidang Majelis Umum (SMU) PBB.
"Kita harus mendorong bersama-sama agar gencatan senjata dapat dilakukan. Maka resolusi Sidang Majelis Umum PBB itu kalimatnya adalah calling for an immediate and sustained humanitarian truce leading to a cessation of hostilities," tuturnya saat ditemui media di Kantor Sekretariat ASEAN, Selasa (31/10/2023).
Selain itu, menteri luar negeri wanita pertama Indonesia itu juga mengaku telah menjalin komunikasi dengan berbagai organisasi internasional, hampir seluruh menlu negara Arab, menlu Amerika Serikat dan menlu negara-negara Barat.
"Hampir semua sudah saya ajak bicara, dan saya juga bicara dengan menlu negara Barat, Amerika, karena mereka juga sebenarnya dapat berkontribusi banyak," ungkap Menlu Retno.
Seluruh upaya tersebut, kata Retno, dilakukan demi mengatasi masalah kemanusiaan yang menimpa warga sipil yang terdampak perang Israel Vs Hamas. Terlebih, ia mengungkapkan bahwa kondisi masyarakat di Gaza saat ini semakin memprihatinkan. Berdasarkan informasi yang didapatnya dari Presiden Palang Merah Internasional, penyakit kolera mulai merebak di tengah masyarakat sipil di Gaza.
"Jadi yang penting sekarang adalah humanitarian truce, larinya nanti tentunya kalau kita bicara mengenai humanitarian enggak mungkin itu bisa dilakukan tanpa dihentikannya kekerasan," kata Menlu Retno lagi.
Namun, Perdana Menteri Isael Benjamin Netanyahu telah dengan tegas menolak seruan gencatan senjata untuk memfasilitasi pembebasan tawanan atau mengakhiri perang, yang menurutnya akan memakan waktu lama dan sulit.
"Seruan untuk gencatan senjata adalah seruan agar Israel menyerah kepada Hamas," katanya dalam konferensi pers pada Senin, seperti dilansir AP. "Itu tidak akan terjadi."
Netanyahu, yang menghadapi kemarahan yang meningkat atas kegagalan Israel mencegah serangan Hamas yang dicap sebagai serangan terburuk di negara itu dalam setengah abad terakhir, juga mengatakan dia tidak berencana mengundurkan diri.
Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya diyakini menahan sekitar 240 tawanan, termasuk pria, wanita, dan anak-anak. Netanyahu menghadapi tekanan yang semakin besar untuk menjamin pembebasan mereka.
Menurut Netanyahu, invasi darat akan menciptakan kemungkinan untuk membawa pulang para sandera. Dia menekankan, Hamas hanya akan membebaskan sandera mereka bila "di bawah tekanan".
Harga Minyak Melambung
Bank Dunia mengingatkan bahwa konflik Israel-Hamas dapat memicu guncangan harga komoditas seperti minyak mentah dan produk pertanian, jika perang Israel-Hamas meningkat di Timur Tengah. Harga minyak dunia telah meningkat 6 persen sejak konflik tersebut pecah.
Mengutip Channel News Asia, Selasa (31/10/2023) kepala ekonom Bank Dunia Indermit Gill menyoroti konflik Israel-Hamas terjadi ketika perang Rusia-Ukraina telah memberikan tekanan pada pasar, dan menjadi kejutan terbesar terhadap pasar komoditas sejak tahun 1970-an.
"Hal ini berdampak dan dikhawatirkan mengganggu perekonomian global yang masih berlangsung hingga hari ini," kata Gill dalam sebuah pernyataan.
"Para pengambil kebijakan harus waspada. Jika konflik semakin meningkat, perekonomian global akan menghadapi guncangan energi ganda untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, baik dari perang di Ukraina maupun konflik di Timur Tengah," jelas Gill.
Potensi Harga Minyak NaikBank Dunia juga mengingatkan, banyak potensi kenaikan harga minyak akan bergantung pada apa yang terjadi pada harga dan ekspor minyak dunia. Sejauh ini, harga minyak dunia diprediksi bisa naik 3 hingga 13 persen, menjadi antara USD 93 dan USD 102 per barel.
Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan, dengan kenaikan harga minyak dunia dan inflasi, maka negata di dunia akan terdampak. Termasuk juga bagi Indonesia yang terlibat dalam suplai minyak global.
"Jika perang Hamas -Israel terus berlangsung, lalu Israel terus menggempur Gaza secara brutal, maka tak menutup kemungkinan akan memunculkan kemarahan di banyak pihak, terutama negara-negara anggota OPEC," kata dia kepada Liputan6.com.
Dengan kenaikan harga minyak dunia tadi, Ronny menaksir inflasi akan melambung. Alhasil, negara-negara di dunia akan terimbas hal tersebut.
Dampak itu, akan terus meluas dan disinyalir juga akan terasa di Indonesia. Diketahui, harga minyak dunia akan memaksa penyesuaian harga BBM nantinya, maka, harga lain yang bergantung BBM akan ikut naik.
"Jika itu terjadi, maka efek lanjutannya akan sangat buruk. Jika harga minyak naik, dunia bisa kembali di bawah bayang-bayang inflasi. Termasuk Indonesia," ungkapnya.
"Pemerintah akan dipaksa untuk melakukan penyesuaian harga BBM dalam negeri, lalu membuat inflasi kembali tinggi. Kalau inflasi menjadi tinggi, BI akan menaikan suku bunga lagi, lalu sektor riil akan semakin tercekik," Ronny memungkasi.
Reporter: Raden Trimutia Hatta, Natasha Khairunisa Amani, Arief Rahman Hakim, Khairisa Ferida, Dyah Puspita Wisnuwardani, Teddy Tri Setio Berty, Benedikta Miranti T.V